Menceritakan perjalanan raja iblis tak terkalahkan yang dulu pernah mengguncang kestabilan tiga alam serta membuat porak-poranda Kekaisaran Surgawi, namun setelah di segel oleh semesta dan mengetahui siapa dia sebenarnya perlahan sosoknya nya menjadi lebih baik. Setelah itu dia membuat Negara di mana semua ras dapat hidup berdampingan dan di cintai rakyat nya.
Selain raja iblis, cerita juga menceritakan perjuangan sosok Ethan Valkrey, pemuda 19 tahun sekaligus pangeran kerajaan Havana yang terlahir tanpa skill namun sangat bijaksana serta jenius, hidup dengan perlakukan berbeda dari ayahnya dan di anggap anak gagal. Meskipun begitu tekadnya untuk menjadi pahlawan terhebat sepanjang masa tak pernah hilang, hingga pada akhirnya dia berhasil membangkitkan skill nya, skill paling mengerikan yang pernah di miliki entitas langit dengan kultivasi tingkat tertinggi.
Keduanya lalu di pertemukan dan sejak saat itu hubungan antara bangsa iblis dan ras dunia semakin damai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NAJIL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
Dari pertemuan yang tak terduga itu juga, hubungan mereka bertiga berkembang menjadi sesuatu yang lebih dalam. Bukan lagi sekadar pertemanan biasa, melainkan sebuah keluarga kecil yang saling berbagi kegembiraan dan dukungan dalam kesedihan. Mengabaikan perbedaan besar yang selama ribuan tahun menjadi polemik penghalang antara bangsa iblis dan bangsa dunia.
Mungkin, seperti inilah yang diinginkan oleh Maha Dewi untuk Enzo—hidup di tengah kehangatan hubungan sejati yang di sebut pertemanan.
Sungguh, ini adalah kali pertama Enzo merasakan arti pertemanan yang sesungguhnya—ikatan yang tidak dilandasi kepentingan, melainkan kehangatan yang tulus saling mengerti satu sama lain.
"Ha-ha-ha, kau memang gila, Brock!" Enzo tertawa lepas, matanya berbinar mendengar cerita kecerobohan Brock ketika pertama kali diutus oleh ayahnya ke tempat ini.
"Nah kan, aku bilang juga apa! Dia memang selalu seperti itu Enzo!" Leo menimpali, ikut tertawa hingga menepuk-nepuk bahunya sendiri.
"Tapi aku tidak sengaja! Lagi pula aku tidak tahu kalau hal itu sangat tabu!" Brock mencoba membela diri, wajahnya sedikit merona, malu karena menjadi bahan candaan.
"Ha-ha-ha, sudah... sudah, jangan diteruskan lagi ceritamu itu," ujar Enzo, mencoba menghentikan tawanya, meskipun jelas ia masih menikmati kisah tersebut.
Leo dan Brock hampir setiap hari mengunjungi kediaman Enzo. Mereka tak henti-henti saling bertukar cerita, berbagi informasi, dan menikmati kebersamaan yang jarang terjadi di antara makhluk dengan latar belakang berbeda.
Selain itu, Leo dan Brock cukup sering mengajak Enzo berkeliling hutan kematian bagian selatan, terutama mengunjungi 12 perkampungan ras yang tersebar di dalamnya. Namun, mereka lebih sering hanya mengamati dari udara, menaiki tubuh besar Brock yang berwujud naga superior.
Mereka memilih menjaga jarak untuk menghindari kericuhan, terutama karena penampilan Brock yang besar, penuh tanduk, dan cukup menakutkan. Apalagi dengan kehadiran Enzo, seorang iblis yang wujudnya cukup menyeramkan dengan empat tanduk.
Tapi perlu diingat, meskipun seorang iblis, Enzo memiliki wajah yang sangat tampan, hampir sempurna jika bukan karena kehadiran empat tanduk yang mencuat di kepalanya. Tanduk itu, meskipun memberi kesan kuat dan misterius, terkadang membuat penampilannya terlihat sedikit agak-agak gimana.
Namun begitu, kehadiran mereka bertiga tidak sepenuhnya tersembunyi. Tak sedikit dari para penghuni perkampungan ras di hutan kematian bagian selatan yang menyadari keberadaan mereka.
Bahkan, sesekali mereka saling menyapa dari kejauhan. Sambutan mereka bukanlah ketakutan semata, melainkan disertai penghormatan mendalam, terutama kepada Leo dan Brock, yang sudah dikenal lama sebagai pelindung hutan kematian bagian selatan.
Tak jarang atau bisa di katakan setiap hari, mereka bertiga bekerja sama untuk membasmi monster ataupun roh jahat yang mengancam keseimbangan hutan kematian bagian selatan. Persahabatan mereka begitu kokoh, bahkan sudah lebih seperti keluarga tanpa sedarah.
"Woke! Mohon bantuannya, teman-teman!" Enzo berkata dengan penuh semangat, senyumnya lebar menggambarkan kebahagiaan yang murni.
"Baik, Enzo! Kami juga akan berusaha semaksimal mungkin!" jawab Leo dan Brock serempak, penuh keyakinan.
Bukan hanya pertemanan, tetapi pertemuan itu juga melahirkan sesuatu yang lebih besar. Mereka bertiga sepakat membentuk kelompok pemberantas kejahatan sekaligus penegak keadilan yang diberi nama Saint.
Meskipun awalnya Enzo menolak dijadikan pemimpin kelompok, merasa tidak enak kepada Leo dan Brock karena statusnya sebagai pendatang, namun mereka berdua bersikeras bahwa hanya Enzo yang pantas memimpin. Mereka percaya bahwa keberanian, kecerdasan, dan ketulusan Enzo akan membawa kelompok itu menuju keberhasilan.
Dan sejak hari itu, kelompok Saint resmi dibentuk. Dalam hati kecilnya, Enzo merasa bahagia sekaligus terhormat mendapat kepercayaan tersebut. Sambil menatap indahnya langit malam yang bertabur bintang, ia berjanji dalam hati untuk melindungi semua yang berharga di dunia ini bersama-sama.
Pada suatu malam di bawah sinar bulan purnama yang terang, mereka bertiga berkumpul di depan perapian.
Dengan cawan anggur di tangan, mereka bersumpah bersama. "Kami akan menjadi saudara selamanya," ucap mereka serentak, dengan nada penuh keyakinan. Apapun yang terjadi, mereka berjanji akan tetap saling mendukung dan membantu, bahkan jika dunia kembali memusuhi mereka.
Enzo, mantan Raja Iblis Zhask generasi pertama, yang dulunya dikenal sebagai sosok paling mengerikan karena telah memporak-porandakan Kekaisaran Surgawi, kini menjalani kehidupan yang sepenuhnya berbeda. Kehidupan yang dipenuhi kebahagiaan, persahabatan, dan kedamaian.
Tak ada yang tahu ke mana takdir akan membawa seseorang. Enzo, yang dulu dikenal sebagai ancaman terbesar bagi para dewa (Bangsawan Langit), kini justru berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Ia telah meninggalkan jejak kelam masa lalunya dan mulai membangun jalan baru, di mana ia bisa menciptakan arti keberadaan yang sebenarnya.
Seolah-olah takdir itu sendiri telah membawanya menuju jalan ini—jalan yang pernah disebutkan oleh seorang kakek tua misterius seratus ribu tahun yang lalu. Kini, Enzo mengukir kisah baru, bukan sebagai penguasa kehancuran, melainkan sebagai sosok yang membawa harapan bagi mereka yang mengenalnya.
Dalam hatinya, Enzo merasa jengkel sekaligus bersyukur pada sosok kakek tua misterius itu. Walau ucapannya kerap membuatnya kesal, nyatanya kata-kata sang kakek lah yang menjadi titik awal perubahan besar dalam hidupnya.
Untuk mencapai mimpi besar menciptakan dunia yang damai dan adil, Enzo sadar, ia harus memulai dari langkah-langkah kecil. Sebesar apa pun impian, akan menjadi sia-sia jika ia melupakan hal-hal kecil yang ada di sekitarnya.
"Bos, sekarang kita harus kemana?" tanya Leo dengan senyum penuh kebanggaan.
"Kami akan mengikuti semua perintahmu, Bos! Karena mulai sekarang, kaulah pemimpin kami!" seru Brock dengan senyuman yang sama lebarnya, penuh semangat dan keyakinan.
Mendengar itu, sekelebat kenangan masa lalu menyeruak di pikiran Enzo. Ia teringat ketika masih menjadi Raja Iblis Zhask Agung, saat seluruh iblis tunduk kepadanya dan memanggilnya dengan gelar penuh kehormatan. Namun anehnya, saat itu Enzo tidak pernah merasa bahagia atau bangga.
Kini, saat dipanggil "Bos" oleh dua sahabat sejatinya, perasaan yang berbeda menyelimuti hatinya. Ada kebanggaan dan kebahagiaan yang tulus. Sebuah perasaan yang ia tak pernah tahu bisa dirasakan.
"Baiklah, mulai hari ini aku adalah Bos kalian. Mohon bantuannya, teman-teman!" Enzo sedikit merunduk, memberikan penghormatan penuh tulus pada dua rekannya yang telah mempercayainya memimpin kelompok Saint.
Namun tiba-tiba, suara yang familiar terdengar di telinganya. Suara itu seperti berasal dari langit, lembut tetapi penuh kekuatan. Enzo menoleh ke kanan dan kiri, mencari sosok sang kakek tua, karena suara itu sangat mirip dengannya. Tetapi tak ada siapa pun di sana.
“Berhenti merasa dirimu kecil, kau adalah putra Hestia yang harus selalu bergembira,” suara itu bergema, mengalirkan kehangatan ke dalam jiwanya.
Enzo terdiam sejenak, mencoba mencerna apa maksud dari pesan tersebut. Namun, ia hanya tersenyum kecil, pandangannya tertuju ke arah Leo dan Brock yang tengah berbincang riang. Ia tahu, perjalanan ini baru saja dimulai.