Nazwa Kamila, seorang perempuan cantik yang pernah gagal dalam pernikahannya lantaran ia tidak bisa memiliki keturunan. Keluarga suaminya yang terlalu ikut campur membuat rumah tangganya hancur. Hubungan yang ia pertahankan selama tiga tahun tidak bisa dilanjutkan lagi lantaran suaminya sudah menalaknya tiga kali sekaligus.
Kehilangan seorang istri membuat hidup seorang Rayhan hancur. Ia harus kuat dan bangkit demi kedua buah hatinya yang saat itu usianya masih belum genap dua tahun. Bagaimana pun hidupnya harus tetap berjalan meski saat ini ia bagaikan mayat hidup.
Suatu hari takdir mempertemukan Nazwa dan Rayhan. Akankah mereka berjodoh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Insiden
Oma pun meminta Nany untuk pulang agar bisa beristirahat. Gantian sekarang Oma dan Opa yang akan menjaga Anggi.
"Anggi, biarkan Nany pulang dulu ya sama Papa. Nanti malam Nany yang jaga Anggi." Bujuk Oma.
Anggi masih berpikir sejenak.
"Ya udah deh, iya. Tapi nanti beneran Nany yang jaga sama Papa ya. Sekarang Nany istirahat dulu. kasihan juga dek Anggun di rumah pasti kangen Nany sama Papa."
"Bang, pulang dulu ke rumah gih. Temui Anggun."
"Iya Mi."
Opa memberikan kunci mobil kepada Papa. Nany pun pamit kepada Anggi dan berpesan agar Anggi tetap semangat. Setelah itu, ia memberskan barang-barang yang akan dibawa pulang.
Sebenarnya Nazwa tidak mau pulang dengan Papanya si kembar. Karena melihat sikap Papa si kembar yang irit bicara, pasti nanti suasananya akan mencekam baginya. Namun Nazwa terpaksa menurut karena Nanya Salsa yang yang menyuruhnya.
"Mi, Pi, Ray pulang dulu."
"Iya."
"Bu, saya pulang dulu."
"Iya Wa, Hati-hati jalannya."
"Iya bu. Mari Pak."
Opa mengangguk.
Nazwa pun berjalan di belakang Rayhan. Mereka keluar dari kamar Anggi.
Setelah kepergian mereka, Oma dan Opa pun membicarakan putranya yang sangat kaku seperti kanebo kering. Mereka tidak habis pikir dengan sikap Rayhan yang cuek itu.
Rayhan dan Nazwa masuk ke dalam lift. Awalnya mereka masih berdua saja. Saat turun satu lantai, ada beberapa orang yang masuk dengan tergesa-gesa, sehingga salah satu dari mereka tidak sengaja menyenggol tubuh Nazwa. Nazwa pun reflek mundur. Ia hampir kehilangan keseimbangan. Namun Rayhan yang berada di sampingnya dengan sigap menahan tubuhnya dengan sebelah tangannya.
Sontak Nazwa menoleh pada Rayhan. Dan Rayhan pun lagsung melepas tangannya. Ia pura-pura tidak terjadi apa-apa.
"Maaf-maaf, mbak." Ujar Ibu yang menyenggol Nazwa.
"Eh iya bu." Sahut Nazwa masih dengan senyum manisnya.
Turun satu lantai lagi, ada yang masuk lagi ke dalam lift sehingga lift menjadi penuh. Dan terpaksa mereka berdesakan. Tak ayal tubuh Nazwa nempel ke tubuh Rayhan. Sudah dapat diprediksi suhu di dalam lift semakin panas.
Akhirnya mereka sampai di lantai bawah. Mereka keluar satu persatu. Namun saat Nazwa akan melangkah, ternyata kakinya kesemutan.
"Ya Allah... duh bagaimana ini?" Batinnya.
Rayhan baru sadar jika Nazwa masih di dalam lift.
"Kenapa tidak keluar?"
"E... itu Pak, kaki saya kesemutan."
Rayhan membantu Nazwa menahan pintu lift dengan menekan tombol tunda pintu. Beruntung tidak ada orang yang naik lagi.
Akhirnya kaki Nazwa bisa dibawa melangkah dengan pelan. Ia berpegangan ke dinding lift. Hingga akhirnya ia sampai keluar. Rayhan pun keluar dari lift.
"Kalau masih susah jalan, duduk dulu."
Nazwa berjongkok sebentar memijat jari-jari kakinya.
Sebenarnya di dalam hati Rayhan merasa kasihan kepada Nazwa karena kaki Nazwa sakit karena dirinya. Makanya ia mencoba sedikit menurunkan egonya.
"Bagaimana?"
"Su-sudah, Pak. Sudah enak."
Mereka pun melanjutkan berjalan sampai ke depan rumah sakit.
"Tunggu di sini. Aku ambil mobil dulu."
"Iya, Pak."
Rayhan pergi parkiran untuk mengambil mobil. Lalu ia masuk dan melakukan mobil. Sampai di depan pintu masuk rumah sakit, Rayhan menghentikan mobilnya. Ia menurunkan kaca mobil depan.
"Naiklah!"
Nazwa membuka pintu belakang.
"Duduk di depan!"
"I-iya Pak. "
Ia tidak mau berdebat dengan majikannya itu.
Nazwa menutup kembali pintu tersebut, lalu membuka pintu depan dan naik ke mobil. Rayhan pun melakukan mobil ke arah rumah orang tuanya.
Sudah dipastikan keadaan didalam mobil seperti kuburan. Sepi tak bersuara, karena penghuninya sama-sama diam. Rayhan tidak sengaja melirik ke samping. Ternyata Nazwa belum memakai self belt-nya. Sedangkan di depan ada polisi sedang berpatroli.
"Pakai sabuknya!"
Karena melamun, Nazwa tidak fokus dengan apa yang diucapkan Rayhan.
"Hah, apa Pak?"
"Sabuknya dipakai!"
"Oh iya Pak."
Nazwa pun memasang sabuk pengamannya.
Setelah lampu hijau, Rayhan belok kiri mencari jalan alternatif agar tidak macet. Setelah berjalan sekitar dua kilo meter, Tiba-tiba ban mobil bocor. Beruntung kecepatan mobil tidak terlalu tinggi, dan posisi mobil minggir ke kiri.
"Astagfirullah." Pekik Nazwa.
"Ah sial!" Rayhan memukul setir. Namun sedetik kemudian Rayhan pun beristigfar.
Rayhan turun dari mobil untuk memeriksa ban yang bocor. Ternyata ada aku yang menancap.
"Turun dulu, bannya bocor!"
"Iya Pak."
Nazwa pun turun dari mobil.
Kalau dipikir mulai dari kejadian di lift tadi, kemudian saat ini ban bocor, sepertinya Tuhan sedang ingin membuat mereka berdua lambat untuk sampai ke rumah.
Rayhan mengeluarkan alat dongkrak, kunci roda, kunci tinggal, dan mengeluarkan ban serep. Ada untungnya dulu ia masuk sekolah SMK jurusan teknik. Jadi urusan mengganti ban sangat mudah baginya. Untungnya mobil mereka berhenti tepat di bawah pohon yang cukup rimbun sehingga mereka tidak terlalu merasakan panasnya Jakarta.
Nazwa berdiri di samping mobil sambil memperhatikan Rayhan yang sedang fokus dengan ban. Nampak keringat Rayhan sudah bercucuran.
10 menit kemudian, Rayhan berhasil mengganti ban.
"Air." Pinta Rayhan."
Nazwa pun sontak memberikan botol air mineral kepada Rayhan.
"Tolong buka." Ujar Rayhan sambil menunjukkan kedua tangannya yang kotor.
"Oh iya, maaf Pak."
Nazwa membuka botol air mineral tersebut dan mengalirkannya ke tangan Rayhan. Setelah dirasa cukup, Nazwa menghentikannya.
"Ini tisu Pak."
Rayhan menerimanya lalu mengelap tangannya dengan tisu. Setelah itu ia juga mengelap wajahnya yang penuh keringat. Ada serpihan tisu yang tertinggal di dahi Rayhan.
"Pak itu." Nazwa menunjuk dahinya sendiri."
Rayhan yang sedang tidak fokus ternyata salah paham dengan maksud Nazwa. Ia mengira Nazwa seperti wanita yang beberapa waktu lalu sempat mendekatinya dan menggodanya. Padahal Nazwa hanya ingin memberitahu kalau ada serpihan tisu di dahinya.
Rayhan menatap Nazwa dengan tatapan tajam. Nazwa mendadak ciut, ia menundukkan wajah dan tidak berani melihat Rayhan.
"Duh salah apa nih aku? apa salah ngomong ya? " Batinnya.
"Itu Pak ada tisu yang nempel di dahinya."
"Oh... "
Rayhan meraba dahinya dan membuang serpihan tisu yang nempel.
Sebenarnya di dalam hati Rayhan merutuk dirinya sendiri karena telah berpikiran yang tidak-tidak soal Nazwa.
Akhirnya Rayhan dan Nazwa kembali naik ke mobil. Dan mereka melanjutkan perjalanan.
"Semoga setelah ini tidak ada insiden lagi." Batin Nazwa.
Untuk mengurangi kecanggungan di antara mereka, Rayhan menyetel musik
Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka sampai di rumah.
Anggun sudah menunggu di depan rumah. Ia mendapat kabar dari Oma kalau Papanya akan pulang bersama Nany. Tentu saja Anggun sangat senang. Dari beberapa menit yang lalu ia berdiri di depan pintu menunggu kedatangan mereka.
...****************...
terimakasih bunda