Kinan ibu muda berumur dua puluh enam tahun harus terjebak pada hubungan terlarang dengan seorang laki- laki karena keadaan ekonomi keluarganya yang sedang kacau. Dia terpaksa meminjam uang untuk biaya operasi sang anak dengan imbalan menyerahkan tubuhnya pada laki- laki tersebut karena dia tidak mampu mengembalikan uangnya. Sedangkan sang suami yang sejak dua tahun kena PHK harus kerja serabutan tiba- tiba menghilang entah ke mana. Mampukah Kinan menjalani hari- harinya seorang diri di tengah permasalahan yang tiada habisnya...?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Almira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Menangis
Kinan menangis dalam kamar seorang diri. Biasanya setiap malam dia akan tidur ditemani oleh Raka tapi kali ini dia harus tidur sendirian. Hatinya begitu sedih mendapati kenyataan bahwa putra kesayangannya yang selalu menemaninya dibawa oleh sang suami yang tadi siang telah menjatuhkan talak padanya.Kinan bener- benar merasa sendiri sekarang.
"Raka, ibu kangen hik..hikkk.. Maafkan ibu Raka, maafkan ibu..., maafkan ibu yang selalu meninggalkanmu. Sekarang giliran Raka yang meninggalkan ibu sendiri di sini.. Hik..hik..." Kinan terus saja menangis hingga dia tertidur dengan sendirinya.
Sementara itu dikediaman bu Ratih tengah malam Raka terbangun dan mencari- cari sang ibu. Selama ini di rumah setiap dia bangun tidur dia selalu melihat sang ibu di sampingnya. Tapi kali ini tidak ada siapapun. Dia juga merasa asing dengan kamar yang sedang dia tempati.
"Ibu..ibu ... Ibu di mana..? hua..hua...ibuuuu.. Raka takut... ibu di mana hua..hua..." Raka menangis ketakutan.
Rangga yang sedang melamun di teras rumahnya pun kaget mendengar tangisan dari dalam kamarnya. Rangga bergegas masuk ke dalam kamar menghampiri sang putra.
"Raka.. Ini ayah nak, ayah ada di sini sama Raka. Raka jangan takut ya, ada ayah..." ucap Rangga sambil memeluk Raka.
"Ibuuuu..ibuuuu...ibu di manaaaa.. Hua..hua... Raka mau sama ibuuuu...hua....." Raka terus saja menangis.
"Raka kenapa Rangga..?" tanya bu Ratih di depan pintu kamar.
Karena saking kerasnya tangisan Raka suaranya sampai terdengar ke kamar bu Ratih. Bu Ratih pun panik takut terjadi apa- apa dengan sang cucu.
"Raka bangun bu, dia mungkin belum terbiasa berada di rumah ini jadi dia nangis...." jawab Rangga sambil mengelus- elus punggung Raka. Sedangkan Raka masih terus menangis.
"Raka lapar kali tuh. Dari sore belum dikasih makan kan...?" tanya bu Ratih.
"Iya bu belum..."
"Raka lapar ya..? Raka makan dulu ya,...?" tanya Rangga.
"Nggak mau..nggak mau... Raka mau sama ibu....hua..hua..."
Rangga pun menarik nafas panjang merasa bingung harus berbuat apa. Sementara bu Ratih pergi ke meja makan untuk mengambil makanan untuk sang cucu. Dari tadi sore Raka memang belum makan atau minum apapun. Dari dia datang ke rumah ini dia terus saja menangis mencari ibunya. Dan setelah lelah menangis dia tertidur hingga tengah malam baru bangun.
"Ini Rangga, coba kamu suapin anakmu..." ucap bu Ratih memberikan piring yang berisi nasi dan ayam goreng.
"Raka makan dulu ya..." ucap Rangga sambil mengulurkan sendok berisi nasi dan lauknya ke mulut Raka.
"Nggak mau, Raka nggak mau makan...Raka mau ibu...ibu... Ibu di mana...hua..hua..."
"Raka , Raka makan dulu sayang, nanti kalau Raka nggak makan perutnya bisa sakit..." ucap bu Ratih.
"Ibuuuuuu... Ibuuuuu......."
" Gimana ini Rangga... dia nggak mau makan, malah nangis terus nggak berhenti- berhenti..." ucap bu Ratih yang juga bingung.
Rangga pun hanya bisa ikut menangis karena tidak tahu harus bagaimana lagi menenangkan Raka. Rangga pun memeluk Raka.
Hingga menjelang pagi Raka tidak juga berhenti menangis. Bu Ratih yang merasa kepalanya pusing pun pergi ke kamarnya untuk tidur. Sedangkan Rangga masih saja membujuk Raka supaya dia berhenti menangis tapi tidak berhasil juga.
Keesokan harinya pukul tujuh pagi bu Ratih menata makanan di meja makan untuk sarapan dibantu oleh pembantu rumah tangganya yang bernama bi Karti.
Tak lama Rangga keluar dari dalam kamarnya. Muka Rangga terlihat pucat karena hampir semalaman dia tidak tidur karena menjaga Raka.
"Semalam Raka tidur jam berapa Rangga...?" tanya bu Ratih sambil menata piring.
"Jam empat bu, dia sepertinya sudah ngantuk dan juga kecapekan menangis..." jawab Rangga lalu meminum air hangat untuk menghilangkan pusing di kepalanya.
"Dia semalam nggak mau makan...?"
"Nggak bu, dia nangis terus panggil- panggil ibunya. ..."
"Udah biarkan saja, dia masih kaget berada di rumah ini, nanti lama kelamaan juga dia biasa dan betah di sini. Nanti ibu belikan mainan dan jajanan yang banyak. Sekalian ibu mau ke toko belikan dia baju. Dia kemarin ke sini nggak bawa baju ganti kan...?" tanya bu Ratih.
"Nggak bu, bajunya juga sudah basah kena keringat. Sekarang dia hanya pake kaos dalam dan celana dalam saja...." jawab Rangga.
"Ya udah nanti kalau sudah bangun, mandikan dia trus kasih dia sarapan ya..." ucap bu Ratih.
Pukul sembilan pagi Raka pun bangun dari tidurnya. Dia langsung nangis mencari ibunya. Rangga pun langsung menenangkan dia dan memandikannya. Bu Ratih baru pulang dari toko membeli baju, mainan dan makanan ringan untuk Raka.
Setelah dimandikan Raka dipakaikan baju baru. Setelah itu Rangga menyuapinya. Kali ini Raka mau makan karena perutnya merasa lapar dari kemarin tidak makan. Raka makan sambil sesekali merengek memanggil sang ibu.
Selesai makan Rangga memberinya makanan ringan dan juga mainan yang dibelikan oleh bu Ratih. Raka pun sedikit lebih tenang tidak menangis lagi karena fokus dengan mainan barunya.
Bu Ratih dan Rangga menemani Raka bermain mainan barunya di teras rumah. Baru sekitar sepuluh menit Raka anteng bermain mainan baru, dia kembali nangis memanggil- manggil sang ibu.
Rangga dan bu Ratih pun kembali pusing dibuatnya. Setelah capek menangis Raka pun kembali tertidur. Sepertinya dia memang masih mengantuk akibat tadi malam kurang tidur.
Rangga memandangi Raka yang tertidur pulas di tempat tidur di dalam kamarnya. Mata Raka terlihat bengkak karena terlalu banyak menangis. Rangga merasa tidak tega dan merasa bersalah telah memisahkan Raka dengan ibunya.
Selama ini Raka memang tidak pernah jauh dari Kinan, kecuali ditinggal Kinan kerja. Itu pun hanya setengah hari saja. Tapi kali ini dia harus dibawa pergi dari sang ibu, tentunya dia merasa syok.
Rangga pun menangis tak tega melihat sang anak. Karena perpisahan kedua orang tuanya Raka yang harus menjadi korban. Tapi Rangga juga tidak mungkin untuk memaafkan Kinan dan kembali padanya. Dia sudah bertekad untuk berpisah dengan sang istri.
Kesalahan Kinan sudah sangat fatal dan tidak termaafkan. Dia pun tidak rela jika Raka tetap bersama Kinan. Dia berfikir Kinan bukan ibu yang baik untuk Raka. Dia tidak ingin Raka tumbuh menjadi anak yang suka melakukan perbuatan hina seperti sang ibu.
Makanya dengan tekad yang kuat Rangga mengambil Raka dari Kinan. Dia akan merawat dan mendidik Raka dengan baik. Tapi kenyataannya tidak gampang. Raka terus saja mencari- cari sang ibu. Tapi Rangga berharap ini tidak akan lama, dan Raka akan betah tinggal bersamanya.
"Selamat siang tante..." ucap Vivi di depan teras rumah.
"Siang, eh Vivi... Sini sayang..." jawab bu Ratih yang sedang membereskan mainan Raka di teras rumahnya.
"Tante nggak ke butik...?" tanya Vivi.
"Nggak, kasihan Rangga di rumah kerepotan, Raka nangis terus , semalaman dia ngga tidur karena jagain Raka...." jawab bu Ratih.
"Lagian kenapa harus bawa anak itu ke sini sih merepotkan saja.." batin Vivi.
"Vivi mau ketemu sama Rangga...?" tanya bu Ratih dan Vivi pun langsung mengangguk.
"Rangga ada di kamarnya, samperin gih, hibur dia ya, dia masih sedih terus...." ucap bu Ratih.
"Iya tante..." jawab Vivi langsung masuk ke dalam kamar Rangga.
Di dalam kamar, Rangga sedang duduk di lantai sambil bersender ke tempat tidur. Pandangannya kosong menatap ke luar jendela kamarnya. Dia masih saja memikirkan nasib rumah tangganya yang hancur. Sementara Raka tertidur pulas di atas tempat tidur.
Vivi pelan- pelan berjalan mendekati Rangga. Dia lalu ikut duduk di samping Rangga.
"Rangga..." ucap Vivi sambil memegang pundak Rangga.
Rangga pun terkejut dan baru menyadari ada Vivi di sampingnya. Rangga menoleh ke arah ViVi sekilas lalu kembali menatap ke luar jendela kamar.
"Kamu melamun ya, sampai nggak sadar aku ada di sini...?" tanya Vivi.
"Kamu pasti sedih memikirkan Kinan ya, kamu boleh sedih Rangga, tapi nggak boleh berlarut- larut seperti ini..."
"Kamu harus bangkit Rangga, masa depan kamu masih panjang, apa lagi ada Raka yang harus kamu urus...."
"Iya Vi, aku tahu itu, tapi hatiku terlalu sakit atas pengkhianatan Kinan..." jawab Rangga matanya berkaca- kaca.
"Iya aku tahu, siapapun yang mengalami hal itu sudah pasti akan sakit hati. Itu wajar kok Rangga. Tapi sekali lagi aku minta sama kamu, jangan terlarut dalam kesedihan, itu akan merusak tubuhmu sendiri...."
"Apa ini Rangga...? Tangan kamu kenapa...?" tanya Vivi sambil meraih tangan kanan Rangga yang dibalut perban yang masih terlihat ada bercak darah.
"Kau menyakiti diri kamu sendiri Rangga...?" tanya Vivi.
Rangga hanya menatap mata Vivi sekilas lalu menunduk.
"Rangga tolong jangan seperti ini. Dengan berbuat seperti ini, kamu sendiri yang akan rugi. Aku mohon jangan ulangi perbuatan kamu yang seperti ini ya Rangga. Aku mohon, jangan sakiti diri kamu. Aku nggak bisa melihat kamu seperti ini Rangga...." ucap Vivi.
"Kalau kamu ingin bercerita tentang keluh kesahmu, ceritalah sama aku. Keluarkan segala unek- unek di hati kamu biar kamu merasa sedikit lega...." sambung Vivi sambil mengangkup kedua pipi Rangga.
"Rangga, aku akan selalu ada buat kamu, kamu jangan sungkan sama aku. Ceritalah sama aku, aku kan selalu mendengarkan kamu.... " ucap Vivi sambil menatap wajah Rangga dalam- dalam.
Beberapa saat mereka saling menatap. Bayangan Rangga tiba- tiba kembali pada Kinan yang tengah duduk di atas tempat tidur Andrew dengan tubuh polos dan begitu banyak tanda merah di lehernya. Andrew tiba- tiba tidak dapat menahan emosinya.
Sadar ada Vivi di depannya rasanya Rangga ingin melakukan apa yang Andrew lakukan pada Kinan. Rangga mendekatkan wajahnya ke wajah Vivi. Dengan cepat Rangga menyambar bibir Vivi dan m*l*matnya dengan rakus.
Melihat apa yang dilakukan oleh Rangga, Vivi terkejut, tapi dia tidak mau menyia- nyiakan kesempatan emas ini. Vivi pun membalas m*l* mat bibir Rangga sambil mengalungkan kedua tangannya di leher Rangga. Setelah puas bermain di bibir, Rangga membenamkan wajahnya di leher Vivi dan membuat tanda merah di sana.
Vivi pun hanya menikmati apa yang dilakukan oleh Rangga. Iya, tentu saja dia sangat menikmati karena memang itulah yang dia inginkan selama ini. Bahkan dia akan senang jika Rangga bisa melakukannya lebih dari itu.
Setelah puas melampiaskan emosinya pada Vivi, Rangga pun menyudahi aktivitasnya. Nafasnya terlihat tak beraturan.
"Maafkan aku Vi, aku tidak bisa mengendalikan emosiku...." ucap Rangga merasa bersalah pada Vivi karena telah melampiaskan emosinya pada sahabatnya itu.
Vivi tersenyum mendengar ucapan Rangga , kemudian dia menangkup kedua pipi Rangga.
"Nggak papa Rangga, aku rela kok menjadi tempat pelampiasan emosi kamu. Yang penting kamu tidak menyakiti diri kamu sendiri...." ucap Vivi yang bibirnya terlihat bengkak karena ulah Rangga.
"Kamu nggak marah Vi..?"
"Nggak Rangga, aku nggak marah sama sekali, aku malah senang bisa membantumu...." jawab Vivi.
"Rangga, aku pulang ya, nanti kalau kamu butuh aku, kamu tinggal hubungi aku saja..." ucap Vivi.
"Iya Vi, makasih ya..."
"Iya Rangga.." jawab Vivi lalu mengecup bibir Rangga sekilas kemudian dia pergi keluar dari kamar Rangga dengan hati berbunga- bunga.
Bu Ratih yang sedang duduk di ruang keluarga pun heran melihat Vivi keluar dari kamar Rangga sambil senyum- senyum.
"Vi... Ada apa sih kok senyum- senyum sendiri, kayaknya bahagia banget..." tanya bu Ratih.
Vivi pun langsung menghampiri bu Ratih dan duduk di sampingnya.
"Iya tante , aku tadi abis ngobrol banyak sama Rangga. Aku bilang ke dia supaya dia bangkit dan jangan terlalu larut dalam kesedihan..." jawab Vivi.
"Ya baguslah. Tapi, itu bibir kamu kok bengkak begitu..? Dan itu leher kamu merah- merah..? Apa yang terjadi Vi...?" tanya bu Ratih.
Vivi pun menjadi salah tingkah dengan pertanyaan bu Ratih.
"Ehm... Itu tante.. Ehmm... Apa ya.. Itu..ehmm.." Vivi bingung mau jawab apa.
"Apa itu perbuatan Rangga...?" tanya bu Ratih.
"Ehmm.. I..iya tante..." jawab Vivi malu- malu.
"Dasar anak itu..." ucap bu Ratih tersenyum sambil geleng- geleng kapala.
"Maafkan Rangga ya Vivi, dia udah buat kamu kayak gitu..." bu Ratih takut Vivi marah.
"Ehm nggak papa tante..."
"Kamu nggak marah...?"
"Nggak tante, aku malah senang bisa bantu Rangga..." jawab Vivi.
"Makasih ya Vivi, itu awal yang bagus, tante yakin lama- kelamaan Rangga pasti akan jatuh ke pelukanmu...." ucap bu Ratih.
"Iya tante, doain ya..."
"Tentu Vivi..."
"Ya udah tante kalau gitu Vivi pulang dulu ya..."
"Lho, nggak makan siang di sini dulu..."
"Ngga usah tante, Vivi masih ada urusan..." jawab Vivi lalu berpamitan untuk pulang.
Bersambung....
wajar kalau Rangga masih ragu... karena masa lalunya Kinan pernah jadi wanita nggak bener.
trus Kinan nggak punya saksi juga. sedangkan seluruh warga percaya sama pak RT... jadi serba salah.. kalau Rangga bela Kinan juga malah dimusuhi orang sekampung entarnya.
emang baiknya nikah sama orang lain. karena Rangga masih kepikiran masa lalu... masih belum bisa melupakan ..
Kinan mending juga cepat nikah... karena kalau dikampung jadi janda tu serba salah...
maaf ya kk, karena aku benar-benar nggak suka sama istri yang berselingkuh. apa lagi sampai hamil dari hasil selingkuhannya...