Janetta, gadis empat puluh tahun, berkarier sebagai auditor di lembaga pemerintahan. Bertahan tetap single hingga usia empat puluh karena ditinggalkan kekasihnya yang ditentang oleh orang tua Janetta. Pekerjaan yang membawanya mengelilingi Indonesia, sehingga tanpa diduga bertemu kembali dengan mantah kekasihnya yang sudah duda dua kali dan memiliki anak. Pertemuan yang kemudian berlanjut menghadirkan banyak peristiwa tidak menyenangkan bagi Janetta. Mungkinkah cintanya akan bersemi kembali atau rekan kerja yang telah lama menginginkan Janetta yang menjadi pemilik hati Janetta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arneetha.Rya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 9
"Apa kabar, Neta? Sungguh aku tidak menyangka kita bisa bertemu di Sumatera ini. Di kota yang sungguh jauh dari Manado. Kamu dengan siapa ke kota ini?” tanyanya.
“Aku baik. Aku pindah tugas ke Medan satu bulan yang lalu. Aku juga tidak pernah menyangka bisa bertemu denganmu disini. Mengapa hanya berdua dengan anakmu, istrimu tidak ikut?” tanyaku.
“Maminya sudah meninggal sejak dia dilahirkan.”jawab Antonio yang membuatku membentuk huruf o dengan mulutku tanpa suara. Antonio sudah duda ternyata.
“Kamu bagaimana? Menikah sudah berapa lama? Sudah ada buntutkah?” tanya Antonio dengan antusias yang membuatku bingung harus jujur atau bohong. Aku tersenyum saja akhirnya dan tidak mau menjawab. Membiarkan dia penasaran.
“Kamu tinggal di kota Siantar ini? Karena sepertinya aku pernah bertemu anakmu di sebuah restoran di Medan,” ucapku mengalihkan pembicaraan.
“Oh ya, kamu pernah bertemu anakku? Aku tidak tinggal disini, aku bekerja di Medan, namun setiap weekend aku ke Siantar sini, karena anakku tinggal bersama ibu mertuaku di kota ini. Mami Anetta asalnya dari kota Siantar ini, setelah dia meninggal, ibu mertuaku bersikeras untuk merawat Anetta dan aku pun terpaksa ikut pindah kemari. Kadang juga Anetta dan ibu mertuaku yang datang ke Medan untuk mengunjungiku.” Antonio bercerita sembari menyuapi anaknya dengan telaten dan penuh kasih sayang.
“Jadi ini kamu lagi main ke Siantar mau bertemu seseorang atau ?” dia menggantung pertanyaannya.
“Oh, bukan. Aku ingin mengunjungi Parapat, katanya bagus. Aku belum pernah kesana, mumpung lagi weekend dan tidak ada perintah lembur, aku ingin berwisata saja.”jawabku.
“Sendiri?” tanya Antonio dengan wajah yang menggemaskan buatku.
“Eh, iya sendiri. Aku sudah biasa sendiri koq,” ucapku dengan tersenyum.
Makananku sudah habis dan aku ingin pergi karena hari semakin siang. Aku takut terlalu sore sampai di Parapat sehingga tidak sempat menikmati matahari terbenam di tepi danau. Tapi aku sungkan pamit lebih dahulu, tepatnya aku masih ingin memandangi wajah Antonio. Anak Antonio mirip sekali dengannya, kecuali hidungnya, mungkin mirip ibunya. Aku memang tidak mengenal siapa yang menjadi istri Antonio. Antonio dan anaknya pun telah selesai makan.
“Bolehkah aku meminta nomor teleponmu?”tanya Antonio. Aku tergagap dan belum sinkron otakku memutuskan, tanganku sudah meraih dompet untuk mengeluarkan kartu namaku dan menyerahkannya kepadanya.
“Boleh aku bertanya lagi, apakah kamu masih sendiri, Neta?” tanya Antonio dengan mata penuh harap. Dan sialnya, lagi-lagi otakku belum memutuskan untuk menjawab apa, kepalaku sudah mengangguk.
Antonio segera memanggil pelayan, membayar makanan kami, lalu pamit meninggalkanku, karena anaknya sudah merengek minta mainan. Akupun segera menuju mobilku dan melaju menuju Parapat.
Matahari terbenam di Danau Toba benar-benar indah dan kunikmati dari balkon kamar hotel tempatku menginap. Cantik sekali. Di kejauhan terlihat jejak Pulau Samosir dan aku berjanji dalam hati, jika ada libur hari besar akan berkunjung ke pulau di tengah Danau Toba itu. Sehabis mandi aku menuju restoran hotel untuk makan malam. Awalnya aku ingin pesan dari kamar, tapi ingin juga melihat bagaimana suasana malam hari di sekitar hotel. Restoran hotel cukup ramai dan mataku akhirnya menemukan kursi kosong di meja pojokan. Aku duduk, memanggil pelayan dan memesan makanan. Restoran hotel berada di ruangan semi outdoor, kebetulan mejaku menghadap ke teras restoran yang menyajikan pemandangan Danau Toba di malam hari. Pemandangan dari teras restoran yang berada di lantai tiga cukup indah dengan cahaya lampu yang berwarna-warni. Aku duduk santai memandang kearah danau sembari menunggu makananku datang. Makananku belum datang tiba-tiba seorang pria datang menyapaku.
“Maaf, aku tidak menemukan kursi kosong. Boleh aku duduk disini?” tanyanya dengan sopan dan aku melihat sekeliling. Benar saja restoran sudah penuh dan dengan berat hati kupersilahkan dia duduk dihadapanku. Pandanganku menjadi terhalang, namun pria ini sungguh tampan. Dia tidak lagi muda, bahkan kelihatan sudah diusia lima puluhan, namun wajah dan tubuhnya terawat, dia tidak kurus tapi tidak gemuk. Rambutnya dipotong cepak dengan hiasan uban. Kumis dan janggut tipisnya juga sudah beruban, tapi dia masih kelihatan tampan. Melihatnya mengingatkanku akan artis Hollywood, George Clooney. Pria di depanku sepertinya sadar kalau aku sedang memperhatikannya dan tiba-tiba dia memandangku, membuatku cepat-cepat mengalihkan pandangan dan spontan memperbaiki rambutku.
Makananku datang terlebih dahulu dan aku permisi untuk menyantapnya. Dia mempersilahkan dan kembali sibuk dengan telepon genggamnya. Ketika makanannya datang, kami tetap diam dan menikmati makanan kami tanpa bicara.