Tidak pernah Jingga bayangkan bahwa masa mudanya akan berakhir dengan sebuah perjodohan yang di atur keluarganya. Perjodohan karena sebuah hutang, entah hutang Budi atau hutang materi, Jingga sendiri tak mengerti.
Jingga harus menggantikan sang kakak dalam perjodohan ini. Kakaknya menolak di jodohkan dengan alasan ingin mengejar karier dan cita-citanya sebagai pengusaha.
Sialnya lagi, yang menjadi calon suaminya adalah pria tua berjenggot tebal. Bahkan sebagian rambutnya sudah tampak memutih.
Jingga yang tak ingin melihat sang ayah terkena serangan jantung karena gagalnya pernikahan itu, terpaksa harus menerimanya.
Bagaimana kehidupan Jingga selanjutnya? Mengurus suami tua yang pantas menjadi kakeknya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Savana Alifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PENJELASAN
“Apa aku boleh menjelaskan alasan kenapa aku menyembunyikan jati diriku?” Tanya Langit. Sebelah tangannya memainkan beberapa helai rambut Jingga yang tengah berbaring di sebelahnya.
Perempuan itu menjadikan sebelah lengan suaminya sebagai bantalan. Tasanya hangat dan nyaman untuk melepas lelah setelah pertempuran mereka yang ke sekian kalinya.
“Apa ini ada hubungannya dengan masa lalumu?” Tanya balik Jingga, ia sedikit mendongak, mengangkat kepalanya agar bisa menatap wajah tampan suaminya. Wajah yang masih terasa aneh dan asing baginya, mungkin karena selama ini bukan wajah tampan itu yang ia lihat dari suaminya, tapi wajah tua pria itu. Ia juga mencintai Langit ketika Langit berwajah tua, bukan berwajah tampan dan muda seperti sekarang ini. Dan entah mengapa, ia merindukan Langit-nya yang dulu.
“Hemm…” Langit mengangguk, menarik Jingga agar kembali berbaring. Dan kali ini mereka berbaring miring saling berhadapan. Sebelah tangannya terulur, menyingkirkan beberapa helai anak rambut yang menjuntai di dahi istrinya. Ia tatap lekat kedua mata perempuan itu, mata polos yang semakin membuatnya merasa bersalah.
“Maafkan aku, harusnya aku mengatakan hal ini saat dulu aku menceritakan masa laluku padamu.” Ucap Langit penuh penyesalan, ia mengusap sebelah pipi Jingga dengan lembut, membuat perempuan itu memejamkan matanya sejenak lalu kembali menatap manik hitam suaminya. “Tapi sayang, aku punya alasan kenapa aku melakukan itu. Aku tidak bermaksud menganggapmu tidak penting, aku hanya terlalu takut untuk menunjukkan wajahku. Bukan karena takut hidupku terancam, tapi aku lebih takut jika aku membahayakanmu sebagai istriku. Kamu tahu kan, sampai saat ini aku masih belum bisa menemukan siapa dalang di balik pembunuhan kedua orang tuaku? Aku yakin mata-mata mereka ada dimana-mana bahkan mungkin di sekitarku, karena itulah aku memilih menjadi tua. Aku hanya tidak mau membahayakan nyawamu, mereka bisa saja mengincarmu jika mereka tahu aku masih hidup dan mempunyai istri. Sungguh, aku hanya tidak ingin terjadi hal buruk padamu.”
Mendengar penjelasan Langit, Jingga jadi menyesal sudah mengambil kesimpulan sendiri. Harusnya ia bisa menguasai diri dan mendengarkan penjelasan pria itu. “Maafkan aku,” lirihnya.
Langit mengerutkan daginya, bukankah seharusnya ia yang meminta maaf? “Kenapa kamu meminta maaf, aku yang salah. Harusnya aku yang meminta maaf padamu,” ucapnya.
“Aku juga salah, aku marah-marah. Maafkan aku, padahal kamu belum menjelaskan apapun, tapi aku sudah mengambil kesimpulan sendiri,” jelas Jingga.
“Aku maafkan, lain kali jangan menangis lagi, jangan mendiamkanku lagi, aku tidak sanggup.” Pinta Langit, ia mendekat, mengecup kening Jingga penuh perasaan. Membuat Jingga memejamkan mata merasakan kehangatan kecupan itu.
“Mas..” panggil Jingga.
“Ya, sayang?”
“Apa kamu sudah mencintaiku?” Tanya Jingga.
Pertanyaan yang membuat Langit terdiam, ia menatap Jingga yang tampak mengharapkan jawaban darinya.
“Aku mencintaimu,” ucap Jingga dengan yakin, “Aku harap kamu juga mencintaiku..” lirihnya.
“Kamu mau tahu jawabannya?” Tanya Langit.
Jingga mengangguk beberapa kali, ia mengerjap saat Langit setengah duduk lalu kembali menindihnya. “M-mas..”
“Aku akan menjawabnya saat kamu memanggil namaku dengan suara serak manjamu itu.”
“Ta-tapi, kita sudah beberapa kali melakukannya, mas. Apa kamu tidak lelah?”
Langit menggeleng, “Aku belum kenyang sayang,” jawabnya. Ia lalu mendekat hendak mengecup bibir istrinya, tapi perempuan itu menahan wajahnya. Membuat Langit mengerutkan dahi dan bertanya, “Kenapa?”
“Aku punya satu permintaan padamu,” Jingga bernegosiasi.
“Apa?” Tanya Langit seraya mengangkat sebelah alisnya.
“Lakukan itu dengan wajahmu yang dulu, aku merindukan suamiku yang dulu, aku juga sangat mencintainya. Karena itu, biarkan aku menatap wajahmu yang dulu ketika kamu menjawab pertanyaanku nanti. Bolehkah?”
Langit tersenyum, ia kira Jingga akan meminta apa. Ternyata hanya meminta agar ia menjadi Langit yang tua, “Baiklah, apapun untukmu sayang.” Ia lalu beranjak dari atas tubuh Jingga, duduk dan membuka laci di sebelah ranjang. Ia ambil peralatan penyamarannya lalu ia pakai hingga ia terlihat tua seperti Langit yang biasanya. Membuat Jingga tersenyum lalu merentangkan tangan seolah meminta agar pria itu kembali naik ke atas tubuhnya.
Tentu saja dengan senang hati Langit menyambutnya, ia naik ke atas tubuh Jingga dan meraup bibir ranum istrinya dengan mesra. Jingga memang lain, di saat orang lain menginginkan suami yang tampan dan berpenampilan sempurna, tapi Jingga justru menginginkan suami tuanya yang dulu. Oh Jingga…
