Cerita cinta Aira yang berujung balas dendam, menjadi saksi bisu untuk dirinya. Kematian sang ibunda, bukanlah hal yang mudah dilalui gadis desa itu.
Ia disered paksa diperjual belikan oleh sang ayah, untuk menikah dengan seorang CEO bernama Edric. Lelaki lumpuh yang hanya mengandalkan kursi roda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Aira menampilkan gaya kampungnya.
Dwinda, wanita berbola mata coklat dengan bibir tebalnya, hidup mancung seperti artis luar negri, tengah merasakan ketegangan dalam diri. Bagaimana bisa seorang gadis desa tak takut dengan dirinya.
Bagi Dwinda dalam drama ini, sigadis kampung harus lemah dan di injak-injak oleh dirinya. Tetapi didalam dunia novel, wanita bergelar seorang dokter itu malah kalah dengan ucapan Aira, gadis yang baru saja dibawa oleh suruhan Ellad, membeli dari tangan orang tuanya sendiri.
Terlihat kedua mata benar-benar tak tenang, perasaan tak menentu. Bagaimana bisa Ellad memilih gadis kampung berumur delapan belas tahun itu untuk Edric, rasanya tak mungkin. Yang ada Dwinda istri dari Ellad akan kalah saing.
Perlahan kuku-kuku cantik dengan hiasan warna kutek menyatu, membuat Dwinda tak menyadari bahwa dirinya menggigit kukunya sendiri.
Menyadari semua itu, Dwinda malah kesal. Berkacak pinggang berjalan melihat ke arah cermin kamarnya dengan berkata. " aku harus bisa membuat dia takluk padaku. Kalau tidak rencanaku selama ini gagal. "
Dwinda memikirkan cara, agar bisa membuat gadis norak itu, bertekluk lutut padanya. "Sepertinya aku memikirkan cara yang lumayan ekstrim. "
Tertawa dengan persaan senang, itulah yang selalu dilakukan Dwinda ketika sendirian di dalam kamar. Membuat para pelayan yang tak sengaja melewati dirinya menganggap sang Nyonya gila.
Dwinda menarik napas, mengeluarkan secara perlahan. Ia kini bersiap siap untuk turun ke bawah, menyantap makan siang. Sepertinya akan ada sesuatu yang menarik siang ini.
Mengambil Ponsel Dwinda mencoba menghubungi seseorang, entah siapa orang itu. Tapi ada senyuman sinis ia tampilkan.
Dwinda mulai keluar, tanpa sengaja berpapasan dengan anak tirinya. Edric Jeffod, nama yang bagus untuk anak keturunan amerika.
"Hai, Edric. Apa boleh aku membantumu. " Tawaran dari mulut Dwinda tak ditanggapi oleh Edric, kedua matanya malah melirik sekilas kearah wanita yang dinikahi sang papah.
Dwinda seakan dianggap seperti tak ada dihadapannya saat itu, karena Edric yang terkesan jutek dan tak suka dengan ibu tiri yang sok kecentilan didepanya.
Akan tetapi Dwinda seakan sengaja, ia malah menarik kursi roda Edric. sengaja berhadapan dengan wajah anak kandung Ellad.
Edric hanya diam, kedua mata menunduk membuat Dwinda dengan sengaja berkata. " kenapa? Setiap kali aku mendekatkan wajah kearahmu Edric. Kedua bola matamu menghindar. "
"Sudahlah, Dwinda. Aku malas berdebat dengan wanita seperti kamu, sebaiknya kamu layani papahku dengan baik. Agar hidupmu lebih berguna."
Edric melepaskan tangan Dwinda yang menahan roda kursinya. Menghempaskan wanita berbola mata coklat dengan rambutnya yang terurai panjang.
Namun, di saat itulah Ellad datang. Tanpa Dwinda dan juga Edric sadari.
"Ada apa ini. Sayang, kenapa kamu malah duduk di lantai. Kenapa dengan kamu?"
Seperti biasa jusur ratu dramanya, Dwinda tampilkan. Membuat Ellad sang suami yang sudah tua, membela dirinya.
"Aduh sayang, tolong aku."
Ellad mencoba mendekat ke arah Dwinda dengan raut wajah panik, "sayang, ayo sini, aku bantu. " Ellad dengan sigapnya membantu sang istri untuk segera berdiri.
Edric yang memang tak punya salah dari awal, pergi begitu saja.
"Edric nak, jika ada masalah dengan moms seharunya kamu selesai. Jangan main pergi begitu saja. "
Tak ada rasa peduli, Edric tetap saja pergi dengan kursi rodanya.
"Edric."
Teriakan demi teriakan dilayangkan oleh sang papah, tapi tetap saja tak ada respon dari anaknya sendiri.
"Anak itu kalau dibilangin pasti saja diam dan pergi begitu saja. " Gerutu Ellad di depan Dwinda.
Ada rasa kesal juga pada hati Dwinda, karena Edric selalu cuek pada dirinya.
"Sayang, kamu nggak kenapa-kenapa, kan? "
Lelaki dengan rambut putihnya, memberi perhatian pada sang istri. Membuat Dwinda berkata dalam hati. " Edric dan Ellad benar- benar berbeda. Bagaikan lagit dan bumi tak ada kesamaan. Dalam perkataan dan juga sifatnya, masih baik Ellad. Apa karena Edric mewarisi sifat Maya. Jika mengigat tentang Maya, aku begitu senang detik detik kematian wanita berdarah amerika itu. Kalau saja dia tak mati, pastinya aku tak akan punya nasib seindah ini."
"Sayang, ayo. Aku antarkan kamu ke kamar. "
Tawaran Ellad malah di tolak begitu saja oleh Dwinda. Terlihat raut wajah wanita itu, kehilangan mood untuk tersenyum. Membuat ia tak nafsu untuk menyantap makan siang.
"Kasihan Dwinda, semejak menikah denganku Edric tak pernah mengakui dan juga bersikap ramah pada mamah tirinya. "
Ellad mulai memanggil pelayan untuk menyediakan makan siang untuk istrinya. Membawa makanan itu ke dalam kamar.
Sedangkan Ellad berjalan menuju meja makan, ternyata Edric tidak ada di meja makan. Dimana dia?
*******
Di dalam kamar tidur Aira tegah menatap ke arah cermin, merapihkan rambut yang terlihat berantakan. Akibat dari Dwinda yang ternyata wanita itu begitu beringas. Saat merangkul kedua bahu, tangan wanita berbola mata coklat itu merusak rambut Aira yang terikat rapi.
"Kenapa coba dengan nenek lampir itu, bisa bisanya dia mengancamku. "
Tok .... Tok ....
Ketukan pintu dilayangkan beberapa kali, membuat Aira malas untuk bangkit membuka pintu kamarnya.
"Jangan-jangan si Nenek lampir itu lagi. Aku benar benar malas jika harus berhadapan lagi dengan Wanita sok berkuasa dan cantik itu. "
Ketukan pintu kini dilayangkan lagi, membuaf Aira dengan rasa kesal membuka pintu kamarnya.
Betapa terkejutnya Aira, sosok lelaki yang sebentar lagi akan menjadi suaminya duduk di kursi roda. Dengan menampilkan wajah cerianya, "Aira. Ayo kita makan siang. "
Wajah polos tanpa make-up itu, hanya menuruti apa yang dikatakan Edric.
Mereka mulai turun, melihat hidangan sudah tersusun rapi. Dengan menu sepesial yang begitu banyak.
Edric tak mempedulikan kedua orang tuanya makan, ia lebih sering terbiasa sendiri.
Setelah duduk di atas kursi, para pelayan mulai menuangkan nasi berserta lauk pauknya. Aira terlihat kegirangan dengan menu makanan dirumah Edric, belum pernah Aira merasakan makanan yang begitu lezat. Membuat dirinya bersemangat untuk makan.
Melihat Edric yang memakai sendok dan garpu. Membuat Aira tak peduli, ia mulai memakan hidangan yang berada di depannya. Hanya mengunakan tangan, membuat Edric melihatnya heran.
"Apa kamu bisa memakai sendok untuk makan. "
Aira menggelengkan kepala, dengan mulutnya yang penuh makanan. Membuat Aira tentu saja puas. Semua mata pelayan saling melihat kearah Aira.
Betapa rakusnya Aira, seperti orang kelaparan. Dan saat itu juga, Ellad berjalan menuju meja makan. Menyapa Edric dan juga Aira.
Ellad membulatkan kedua mata, melihat Aira makan dengan lahap dan berbeda. Karena menggunakan tangan.
Ellad mulai membuka suara," Aira. Bukanya ada sendok dan garpu. Kenapa kamu malah memakai tangan. "
Edric hanya tertawa, ia senang dengan kelakuan wanita di sampingnya, terlihat imut dan polos.
crrita carlos ma welly terus