Arumi Khoerunisa, seorang wanita yatim piatu yang peristri oleh seorang pria yang selalu saja menghina dirinya saat dia melakukan kesalahan sedikit saja.
Tapi kehidupan seketika berubah setelah kehadiran tetangga baru yang rumahnya tepat disampingnya.
Seperti apakah perubahan kehidupan baru Arumi setelah bertemu tetangga baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
"Sayang...." Lagi Ibrahim mencoba membujuk Arumi.
"Udah, Mas! Tolong kasih aku waktu! Jujur, aku masih jijik sama tubuh kamu, Mas. Aku masih belum bisa melupakan bayang-bayang pengkhianatan kamu. Jadi please, jangan paksa aku buat melakukannya sekarang!" Ucap Arumi panjang lebar.
Ibrahim hanya bisa menghela nafas panjang. Akhirnya Ibrahim terpaksa menerima keputusan Arumi.
"Oke, aku gak bakal maksa kamu, Arumi. Aku akan nunggu kamu sampai kamu siap kembali." Jawab Ibrahim sambil mengenakan kembali celana yang sempat ia lepas karena pertempuran mereka yang tak jadi.
Ibrahim kini merebahkan tubuhnya di atas ranjang untuk meredam hasratnya yang masih menggebu dengan cara tidur miring membelakangi Arumi.
Sebuah tindakan yang menandakan kalau Ibrahim sedang sangat kecewa pada Arumi.
***
Arumi merasa kesulitan untuk bisa terlelap. Sementara Ibrahim sudah terlihat tidur nyenyak.
Rasa bersalah Arumi pada Ibrahim yang membuatnya terus tak tenang sepanjang malam.
Di satu sisi Arumi tak tega pada Ibrahim, tapi di sisi lain Arumi tak bisa memaksa dirinya untuk memperlakukan Ibrahim seperti dulu dengan bersikap seolah tak terjadi apa-apa di antara mereka.
Arumi akhirnya memilih untuk bangkit dan beranjak dari tempat tidur.
Arumi melangkah keluar kamar untuk sedikit menenangkan perasaannya.
Entah kenapa saat berada di samping Ibrahim perasaannya selalu merasa sesak. Karena selalu kembali teringat dengan pengkhianatan Ibrahim.
Arumi kini berniat untuk menenangkan perasaannya di teras depan. Udara sejuk yang menyambut membuat Arumi merasa sedikit lega.
Arumi menatap lurus kearah depan dengan pikiran yang menerawang jauh.
Sebuah hal yang sering Arumi lakukan saat pikirannya sedang tak tenang seperti saat ini.
Sebenarnya Arumi membutuhkan seseorang untuk mencurahkan isi hatinya.
Tapi kebiasaan itu sudah lama ia tinggalkan setelah ia menikah dengan Ibrahim. Arumi sudah tak punya teman dekat setelah itu.
Lebih tepatnya, Arumi yang memilih untuk meninggalkan mereka demi Ibrahim.
Dan di saat seperti ini, Arumi baru merasa kalau sebenarnya ia butuh seorang teman untuk berbagai cerita untuk meringankan beban pikirannya itu.
Tapi sekarang siapa? Mereka sudah terlanjur sangat jauh dari Arumi.
Erlan!!
Tiba-tiba nama itu melintas di pikiran Arumi.
"Apa gak papa kalau aku curhat sama dia? Apa gak papa kalau aku cerita soal masalah aku sama dia?" Arumi membatin.
Arumi meraih ponselnya yang kebetulan tadi sempat ia bawa saat ia hendak ke luar dari kamar.
Arumi kini mencari kontak Erlan yang beberapa waktu yang lalu sudah sempat ia simpan.
Hampir saja Arumi dengan gegabahnya menghubungi Erlan, tapi niatnya dengan cepat ia urungkan.
"Ah... Aku gak boleh kaya gini. Aku tak boleh terlalu dekat sama dia. Dia itu suami orang Arumi. Gak seharusnya kamu mengganggu kehidupannya. Jangan cuma karena dia baik banget sama kamu, kamu malah jadi memanfaatkannya. Aku harus sadar, dia melakukan hal itu cuma karena kita tetanggaan. Gak lebih." Gumam Arumi sambil meletakkan kembali ponselnya.
"Hahhh ...." Arumi menghela napas panjang sambil meregangkan otot-ototnya.
Tapi na'asnya hal itu membuat ponsel Arumi terjatuh karena tersenggol tangan Arumi.
Arumi dengan cepat mengambilnya. Tapi ia seketika terkejut, akibat ponselnya yang terjatuh jadi membuat ponselnya tanpa sengaja menghubungi Erlan.
Arumi memang tadi langsung meletakkan ponselnya tanpa mengembalikan layarnya ke menu utama.
Arumi dengan cepat memutus panggilan itu. Tapi tiba-tiba ponselnya berdering dan kini giliran Erlan yang menghubungi Arumi.
"Ya, ampun, gimana ini?" Arumi yang kebingungan berjalan mondar-mandir.
Hingga akhirnya Arumi terpaksa menerima panggilan itu.
"Halo, Arumi!" Terdengar suara berat Erlan dari seberang sana.
"Iya halo." jawab Arumi kikuk.
"Ada apa, Arumi? Barusan kamu menghubungi aku, kan?"
"Emmhhh, tadi sebenarnya cuma kepencet aja. Jadi aku gak sengaja menghubungi kamu. Maaf, ya. Kamu jadi keganggu malam-malam. Ya udah, kalau gitu aku ...."
"Kamu belum tidur?" Erlan memotong ucapan Arumi yang hendak mengakhiri panggilan.
"Belum."
"Kenapa?"
"Gak papa. Aku lagi gak bisa tidur aja."
"Kamu lagi ada masalah?" tanya Erlan.
Arumi kini hanya bisa terdiam, ia tak menyangka kalau Erlan akan mengetahui apa yang tengah ia rasakan.
"Enggak kok!" Elak Arumi.
"Kenapa kamu harus bohong? Gak papa cerita aja sama aku!"
"Rika udah tidur?" Arumi kini berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Sudah kayanya."
"Kok kayanya?"
"Aku lagi di ruangan foto. Lagi kerja. Dan Rika, dia ada di kamar."
"Oh." Jawab Arumi singkat.
"Gimana?" tanya Erlan.
"Gimana apanya?"
"Kamu tetap gak mau cerita sama aku?"
Arumi seketika terdiam. Ia masih bimbang untuk menerima maksud baik Erlan atau tidak. Tapi, akhirnya Arumi menceritakan masalahnya.
"Iya, sebenarnya aku lagi ada masalah, Lan."
Jawab Arumi setelah cukup lama berpikir.
"Masalah Mas Ibrahim?"
"Iya."
"Kenapa?"
"Aku masih belum bisa lupa sama perselingkuhannya."
Erlan terdengar menghela nafas panjang setelah mendengar jawaban Arumi.
"Aku ngerti banget apa yang kamu rasakan, Arumi."
"Tapi aku jadi sedikit merasa bersalah sama Mas Ibrahim, Erlan."
"Kenapa merasa bersalah?"
"Karena aku masih terbayang-bayang sama kesalahannya saat kami lagi ...." Arumi menjeda ucapannya.
"Lagi apa?" tanya Erlan penasaran.
"Saat kami lagi berhubungan suami istri, Erlan," jawab Arumi.
"Aku suka ngerasa jijik kalau ingat sama kesalahannya. Aku belum bisa lupa gitu aja, sama apa yang udah Mas Ibrahim lakukan sama wanita lain."
"Wajar kalau kamu bersikap kaya gitu, Arumi. Dan seharusnya, Mas Ibrahim bisa ngerti sama sikap kamu yang jadi kaya gini. Harusnya dia rela nunggu kamu sampai kamu benar-benar siap nerima dia lagi. Jadi, kamu gak usah merasa bersalah sama dia. Justru, dia yang seharusnya ngertiin kamu." Jawab Erlan dengan kalimat yang sangat menyejukkan hati Arumi.
Apa yang di ucapkan Erlan membuat perasaan Arumi sedikit merasa lega.
"Makasih, ya, Erlan!"
"Makasih buat apa?"
"Kamu udah mau dengerin masalah aku." Jawab Arumi menjelaskan.
"Enggak! Justru aku yang harusnya berterimakasih sama kamu, Arumi."
"Kenapa jadi kaya gitu?"
"Karena kamu udah percaya sama aku buat jadi tempat keluh-kesah kamu."
Arumi seketika tersenyum menanggapi ucapan Erlan. Arumi kini benar-benar merasa bahagia dengan apa yang di ucapkan Erlan.
"Kamu lagi telepon sama siapa, Sayang?" Tiba-tiba terdengar sayup-sayup suara Rika dari ujung telepon Erlan.
Suara yang membuat jantung Arumi seketika berdebar hebat.
"Bukan siapa-siapa." jawab Erlan yang kini suaranya juga terdengar pelan tak seperti sebelumnya.
Karena sekarang Erlan tengah menjauhkan ponselnya dari dari telinganya.
"Kamu, kok, belum tidur?" ucap Rika lagi.
"Iya, belum. Kerjaan aku belum beres."
"Kalau gitu kita senang-senang dulu, yuk, Sayang!"
Setelah Rika mengucapkan itu suara panggilan di telinga Arumi terdengar aneh.
"Hei, kenapa kamu lempar hp aku?" Suara Erlan kini terdengar sedikit marah.
"Kamu lihat aku aja, Sayang! Jangan lihat hp kamu lagi." jawab Rika.
"Tapi, Rik. Aku ...."
Suara di seberang sana kini berubah menjadi suara lumatan bibir.
Rika kini sudah membungkam bibir Erlan dengan ciuman yang menggelora.
Bahkan ciuman itu masih terdengar oleh Arumi meski ponsel milik Erlan berada cukup jauh.
Erlan yang sudah terlanjur basah kini membaringkan tubuh Rika di atas lantai lalu dengan cepat mengungkungnya.
"Sayang! Kamu nakal deh!" pekik Rika diiringi suara desahan.
"Ahhh..." desah Rika lagi.
"Ini, kan, yang kamu mau?" ucap Erlan.
"Iya, Sayang. Aku banget sama permainan kamu. Aahhh...!"
"Emmmhh... Uhhh ....!"
"Erlan... Ohhhh...."
"Terus sayang!"
Suara-suara itu terus terdengar di telinga Arumi yang sejak tadi ponselnya tak ia jauhkan dari telinganya. Entah kenapa Arumi justru malah betah mendengar suara-suara itu.
"Aahhh ... Erlan, enak banget, Sayang!"
"Ahhh... Ahhhh... Emmmmhhh....! Bentar lagi sampai sayang... Ahhh Erlan."
Arumi kini bahkan sampai meremas ujung bajunya akibat suara desahan Rika yang ia dengar.
Suara-suara yang membuat Arumi kini berfantasi andai dirinya yang ada di posisi Rika sekarang.
Entah seperti apa kenikmatan yang di berikan Erlan padanya.
"Astaga!! Apa yang kamu pikirkan Arumi!!" Arumi memukul-mukul kepalanya untuk mengusir pikiran kotor itu.
*************
*************
dan jika saling sadar jika pernikahan termasuk dalam hal ibadah kpd Tuhannya, maka seharusnya Memiliki rasa Takut ketika melakukan hal diluar yg dilarang dalam suatu pernikahan itu sendiri....
walau bagaimanapun alasannya, alangkah baiknya jika diselesaikan dulu yg sekiranya sdh rusak...
Jika masih dalam suatu hubungan pernikahan itu sendiri, Jangan coba-coba melakukan hal yg berganjar: Dosa besar !!!!
bodohmu itu lho ,,