Nai, seorang wanita yang menjadi janda diusia yang masih muda dan memiliki dua orang anak yang berusia enam tahun dan tiga tahun.
Suami tercinta meninggalkannya demi wanita lain. Tudingan dan hinaan dari para tetangga acap kali ia dengar karena kemiskinan yang ia alami.
Akankah Naii dapat bangkit dari segala keterpurukannya?
Ikuti kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salah
"Hah, sialaan! Kenapa jadi begini?" wanita berkulit hitam itu menatap bingung pada layar ponselnya. Dimana dagangan yang sengaja mereka pesan dan sengaja pula dibatalkan justru habis ludes terjual dalam hitungan jam saja.
"Gimana, nih? Masa ia balas dendamnya cuma segitu doank. Aku belum puas sebelum lihat dia sengsara. Apalagi sudah mempermalukan kita saat diangkot kemarin," wanita satunya menimpali, yang tak lain adalah Rani.
Duo iblis wanita berwujud manusia itu tak henti-hentinya menyulutkan permasalahan yang ada, dan tak senang melihat kebangkitan Naii yang sudah mulai terlihat.
"Iya, nyebelin banget. Ternyata otaknya encer juga. Kirain dia bakal nangis karena dibatalin pesanannya," sahut Maya dengan wajah kesalnya.
Saat bersamaan, Sandra tiba-tiba datang dan berada tepat dihadapan keduanya.
Seketika Maya dan juga Rani tersentak kaget. "Ada apa!" tanya Maya mencoba bertanya dengan sisa keberaniannya.
"Apa, apa! Urusan kita belum selesai," jawab Sandra ketus, dan memasang wajah sangar.
Maya sedikit tremor dengan gertakan Sandra. Apalagi wanita itu disinyalir benar istri seorang polisi. Tetapi anehnya kenapa bisa sampai tertipu oleh Maya dan mau ikutan arisan bodong, apa gak terlalu naif sekali.
"Sabarlah, dulu, aku belum ada uangnya," jawab Maya melunak. Ia sedikit menciut nyalinya dan berusaha tersenyum menghiba kepada Sandra.
"Oh, tidak bisa. Saya kemari membawa pikc up untuk mengangkat barang-barang yang mungkin bisa saya jual untuk melunasi hutang-hutang kamu!" jawab Sandra, sembari menunjuk mobil yang ada dibelakangnya.
Seketika Maya tersentak kaget dan beranjak dari duduknya.
"Eh, Mbak, gak bisa gitu juga, donk. Kan saya lagi usaha untuk membayarnya," Maya tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh Sandra.
"Wow..., jika kamu biaa seenaknya memakan uang arisan saya, kenapa saya tidak bisa menyita barang-barang kamu?! Saya bukan seperti mereka yang ditipu cuma diam saja.!" sahut Sandra dengan nada tinggi.
Maya membolakan matanya. "Tidak, jika kamu menyita barang-barang saya, apa kata tetangga," ucap Maya dengan tak rela.
"Bukan urusan saya," sahut Sandra, "Ayo, ambil lemari es, TV, dan sofanya. Sekalian kompor dan tabung gasnya!" titahnya lagi dengan menegaskan.
Maya merentangkan kedua tangannya dan mencoba menghalangi dua pria bertubuh kekar memasuki rumahnya.
Namun tenaganya kalah kuat dengan ke dua pria suruhan Sandra.
Mereka mengangkut barang-barang yang dianggap layak untuk dijual. Hal yang paling mengesalkan ialah, sofa yang baru dibelinya dari hasil menipu juga ikut diangkut dengan mudahnya.
para tetangga memandangi aksi Sandra yang terbilang cukup berani untuk mengerjai Maya. Banyak bersorak gembira, karena akhirnya Maya terkena Karma dari apa yang telah diperbuatnya.
"Rasain tuh, si Maya. Baru tau rasa dia, dapat lawan tandingnya yang seimbang," ucap seorang wanita muda yang juga pernah me jadi korban tipu oleh wanita tersebut.
Maya pernah mengambil pakaian dari barang dagangannya. Janji akan ikut menjualkan barang tersebut, dan modalnya akan dibayar setelah barang laku terjual.
Ternyata ia di kibuli mentah-mentah, sebab barang habis terjual, uang modalnya juga tidak dikembalikan, dan saat ditagih, Maya justru menyerangnya dengan kalimat makian.
Melihat karma itu berbalik, membuat wanita muda itu merasa puas dan lega. Setidaknya ada yang membalaskan dendamnya.
Maya hanya bisa menatap bengong melihat barang-barangnya disita.
"Ingat, jika nantinya barang-barang ini tak cukup dengan jumlah yang seharusnya, maka aku akan datang kembali untuk mengambilnya," Sandra mengingatkan kepada Maya dengan nada ancaman.
Wanita itu melangkah pergi dengan diiringi tatapan nelangsa dari Maya.
Sementara itu, Naii bernafas lega dengan habisnya barang pesanan yang di PHP-in oleh seseorang tanpa nama tersebut.
"Rezeki itu gak akan kemana, sudah tertakar dan tidak akan tertukar," guman Naii dengan lirih. Mungkin benar, mengikhlaskan setiap kejadian yang sedang dialami, maka sang Rabb akan membalasnya dari jalan yang lain.
*******
Tanpa terasa, sudah sebulan lamanya Ahnaf berada dipesantren. Kemajuan menghafalnya berkembang pesat. Ia juga semakin bersikap mandiri. Perlahan ia dapat kembali berjalan, meskipun tidak senormal dulu, tetapi setidaknya ia dapat berjalan kembali.
Semua itu tak lepas dari andil Daffa yang memberikan perhatian yang berbeda kepada sang bocah.
Naii sedang membeli bahan untuk dagangannya. Esok adalah hari untuk jadwal menjenguk para santri. Naii berniat membuat banyak makanan untuk dibagikan kepada para santri yang satu kamar dengan puteranya. Ia ingin berbagi rezeki kepada sesamanya, sebab pahala sedekah itu sangat kontan, dan balasannya langsung terlihat dengan cepat.
Naii menyusuri pasar. Ia akan membeli daging ayam dan rencananya akan ia goreng dan sebagian lagi dibawa ke Pondok Pesantren.
Ia sudah membeli beberapa barang dan bahan lainnya. Hingga membuatnya sedikit kesulitan. Tanpa sadar Aliyah terlepas dari genggaman tangannya dan kondisi pasar yang ramai membuat Naii tak menyadarinya.
Bocah itu menggenggam tangan seseorang yang ia kira adalah ibunya, tetapi ia tersentak saat menyadari jika tangan yang digenggamnya terasa lebih besar dan tentu saja itu tangan seorang pria.
Seketika Aliyah melepaskannya dan pria tersebut juga baru menyadari jika ada bocah kecil yang sedari tadi menggenggam pergelangan tangannya tanpa ia sadari dan akhirnya mereka sama kagetnya.
Aliyah mulai ketakutan. Wajahnya mulai tampak mendung dan siap untuk menumpahkan bulir kristal yang sudah menggantung di manik matanya.
Pria berwajah teduh itu juga terlihat bingung. Hanya saja ia menggunakan masker yang menutupi sebagian wajahnya.
"Bu... Bu....," tangis Aliyah yang mulai pecah karena ketakutan saat melihat orang asing.
Naii tersentak kaget. Ia meletakkan barang-barang pada toko sembako dipasar yang merupakan langganannya juga. Ia hampir frustasi saat menyadari buah hatinya terlepas entah kemana.
"Aliyah, ya Rabb.. Tolong lindungi Ia," doa Naii dengan tulus dan penuh pengharapan.
Sementara itu, pemuda itu juga bingung bagaimana caranya menemukan Ibu dari anak tersebut. "Ayo, sama Om, kita cari ibu kamu, ya?" rayu pria tersebut dengan lembut.
Sesaat Aliyah menyudahi tangisannya, meskipun masih terisak. Entah apa yang menuntun hatinya, begitu menurut saja saat digendong oleh sang pemuda.
Pemuda itu menghampiri penjual ikan yang menggunakan mikrofon untuk mempromosikan dagangannya, suaranya sangat keras dan sang pemuda berharap, jika ibu tersebut mendengarnya saat Ia mengabarkan berita tersebut.
Pemuda yang tak lain adalah Daffa, meminjam mikrofon tersebut, lalu mengumumkan nika ada yang merasa kehilangan anak perempuan agar segera mendatanginya di tempat penjual ikan yang ada dilapak tengah.
Nai sedang kalang kabut untuk menemukan puterinya akhirnya bernafas lega setelah mendapatkan berita tersebut. Ia mempercepat langkahnya menuju ke lokasi yang dimaksudkan.
Tubuhnya yang kurus dengan lincah menyelinap dikeramaian. saat melihat puterinya yang hilang sudah ditemukan, membuat Naii merasa sangat gembira.
Daffa yang melihat Naii membelah kerumunan, ia tercengang. Ia tak menduga jika bocah yang baru diselamatkannya adalah anak dari seseorang yang mengikat bathinnya.
"Ibu, teriak Aliyah yang mekihat Naii ada didalam kerumunan, rasa bahagianya tak dapat ia lukiskan, ia menghambur ke dalam pelukan sang ibu, sedangkan Daffa memilih menyelinap dari kerumunan dan menghilang, sebab ia tak sanggup memandang wajah lelah Naii yang terlihat penuh perjuangan, pengorbanan demi memenuhi kebutuhannya.