Sebuah pengkhianatan seorang suami, dan balas dendam seorang istri tersakiti. Perselingkuhan sang suami serta cinta yang belum selesai di masa lalu datang bersamaan dalam hidup Gladis.
Balas dendam adalah jalan Gladis ambil di bandingkan perceraian. Lantas, balas dendam seperti apa yang akan di lakukan oleh Gladis? Yuk di baca langsung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gadisti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
melakukan hal yang sama
Kamu menelponku tadi pagi? Kamu berbicara apa saja? Apakah kamu bicara sesuatu kepada istriku?
10.05 √√
Pesan itu di kirim oleh Evan kepada Amelia.
(Jadi, yang menjawab panggilan ku tadi, itu istrimu, mas?)
Ya, kamu bicara apa saja sama Gladis?
10.06 √√
(Pantas saja. Aku tidak berbicara apa-apa, hanya sekedar menanyakan kamu saja.)
Yakin?
10.07 √√
(Kamu tidak percaya sama aku? Atau istrimu itu sudah berbicara yang tidak-tidak tentang aku?)
Istriku sama sekali tidak membicarakanmu. Dia hanya bilang, bahwa kamu menghubungiku saja. Lain kali jangan menelponku saat aku masih ada di rumah, mengerti.
10.08 √√
(Hmm, aku tidak tahu kalau tadi kamu masih ada di rumah. Ku kira kamu sudah berangkat kerja.)
Aku memang sudah berangkat kerja, tapi ponselku ketinggalan. Jadi, aku balik lagi.
10.09 √√
(Oh, Mas! Kenapa kamu tidak memakai sandi saja buat buka ponselmu, biar istrimu tidak bisa membuka ponselmu.)
Tidak, aku tidak ingin dia curiga sama aku. Lagian, aku selalu menghapus isi chat kita, sebelum pulang ke rumah.
10.10 √√
(Hmm terserah kamulah, sayang. Oh iya, sayang. Malam ini kamu datang ke tempatku lagi, ya. Nanti aku kasih service yang lebih memuaskan dari malam kemarin, bagaimana? Kamu mau'kan?)
Iya, sayang. Tapi aku tidak bisa lama-lama, karena aku tidak ingin membuat istriku curiga.
10.11 √√
(Hmm kita lihat saja nanti, kamu akan lama atau tidak itu tergantung kita bermain malam ini, hahaha)
Jangan nakal, nanti aku akan membuatmu lemas.
10.12 √√
(Oh benarkah? Aku sangat menantikannya.)
Lihat saja nanti. Yasudah, sekarang aku mau kerja dulu, siapkan tenaga untuk nanti malam, jangan sampai kamu pingsan di bawahku.
10.13 √√
(Hmm aku tunggu, sayang. Semangat kerjanya, ya. I love you)
Love you to.
10.14 √√
Isi percakapan yang berada di aplikasi penyadap whatsapp suaminya, membuat hati Gladis sakit. Dadanya sesak, perasaannya hancur. Kesetiaan yang selama ini ia jaga, di balas oleh sebuah pengkhianatan yang menyakitkan.
Air mata mengalir begitu saja. Tangannya menggenggam erat ponsel yang masih menampilkan percakapan pasangan tidak tahu malu itu. Tubuh Gladis terasa lemas, ia duduk dengan tatapan nanar.
Meremas ujung pakaian yang ia kenakan, meredam amarah yang kian membludak. Kecewa, wanita itu begitu kecewa dengan apa yang di lakukan oleh sang suami di belakangnya. Sakit, tentu saja wanita itu merasa sakit yang teramat dalam. Suami yang selama ini ia cintai, bermain api di belakangnya. Suami yang ia percaya bisa memberikan kebahagiaan sepanjang hidupnya, ternyata tidak lebih dari seorang suami badjingan, penghancur batinnya.
Di tatap nya putri kecil yang sedari tadi asik bermain dengan bonekanya, hati Gladis merasa teriris, kenangan indah bersama sang suami kembali merasuki benaknya.
"Kamu tega, mas. Apa salahku kepadamu selama ini? Kenapa kamu mengkhianati aku? Apakah kamu tidak memikirkan putri kecil kita?" Gladis menangis tanpa suara, ia tidak ingin putri kecilnya itu tahu bahwa dirinya saat ini sedang dalam keadaan yang hancur akibat ulah suaminya yang brengsek itu.
Tangan kirinya menyeka air matanya dengan kasar, sedangkan tangan kanannya, men'screenshoot percakapan suaminya dengan Amelia, wanita yang tidak memiliki perasaan.
"Setelah ini, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mungkin bercerai dengan mas Evan, bagaimana pun juga, Sera masih kecil, dia masih butuh sosok seorang ayah. Jika aku bercerai, Sera pasti akan menjadi korban keegoisanku. Aku tidak ingin melihat putriku seperti anak yang lain, yang tidak memiliki kasih sayang dari salah satu orang tuanya." Gladis membatin frustasi. Antara ia harus berpisah atau bertahan dengan rasa sakit yang ia rasakan saat ini.
"Tidak boleh! Aku tidak boleh lemah seperti ini. Mas Evan berani mengkhianati aku, bukankah lebih baik aku membalasnya dengan cara yang sama? Tapi, itu berarti aku sama saja seperti mas Evan? Ya, Tuhan... Aku harus bagaimana sekarang? Tolong bantu aku Tuhan?" Gladis kembali membatin dengan hati dan perasaan yang kacau. Ia tidak ingin menjadi wanita yang lemah, ia harus membalas rasa sakit yang ia rasakan saat ini.
Di saat ia sedang di ambang kebimbangannya, tiba-tiba saja ia mendapat pesan messenger dari seseorang yang ia sendiri tidak mengenalnya. Gladis kembali menghapus air matanya yang terus saja berjatuhan sekolah tidak mau berhenti keluar membanjiri wajahnya yang cantik nan sendu itu.
Segera ia membuka messenger, lalu menekan pesan dari seseorang.
Putra Dipta.
(Kamu memblokir aku? Gladis! Aku tidak akan tinggal diam. Aku akan terus menghubungimu, meskipun kamu memblokir aku. Lihat saja, sebentar lagi, akunmu akan aku dapatkan.)
Gladis membulatkan kedua netranya yang sembab. Menatap tidak percaya dengan pesan yang di kirimkan oleh seorang bernama Putra itu. Gladis sangat yakin, jika pemilik akun itu adalah mantan kekasihnya, Darren.
"Ada apa dengan manusia ini? Kenapa dia menghubungiku lagi? Apakah dia benar-benar akan mengambil akunku? Tidak bisa, aku tidak bisa membiarkan dia mengambil akunku. Bagaimana kalau nanti dia menggunakan akunku dengan hal tidak benar?" Gladis bermonolog sendiri. Ia cukup kesal karena Darren selalu saja mengganggunya. Padahal, Gladis sengaja memblokir Darren, agar pria itu berhenti mengganggu dirinya. Tapi, ternyata pria itu malah membuat akun baru lagi, dan membawa ancaman yang sama.
Gladis mengatur nafasnya, matanya yang sedari tadi mengeluarkan air mata, kini sudah berhenti tepat ketika ia membaca pesan yang di kirimkan oleh mantan kekasihnya itu.
Jari jemari Gladis mulai bermain di atas layar ponselnya, mengetik satu persatu hurup, untuk membalas pesan dari Darren.
(Berhenti menggangguku, Darren! Aku sudah menikah, aku tidak punya waktu untuk menemanimu bermain.)
Segera Gladis mengirimkan pesan itu kepada Darren. Ia menggenggam erat kembali ponselnya, ketika ia mengingat masa lalu bersama Darren.
"Sya. Tunggu saat usiaku 27 tahun, aku pasti akan menikahimu. Aku akan memberikan pesta paling mewah untukmu."
"Jangan tinggalkan aku, apapun yang terjadi, kamu harus tetap bersamaku, Sya. Aku sangat mencintai kamu Gladisya. Percayalah, cintaku tidak akan pernah mati untukmu."
"Wanita yang paling aku cintai hanyalah dirimu. Sampai mati akan tetap bersamamu. Berjanjilah, untuk tidak meninggalkan aku, berjanjilah untuk tetap bersamaku sampai tua nanti."
Ucapan manis Darren kala itu membuat jantung Gladis berdebar kencang. Rona merah jelas terpancar dari wajah Gladis kala itu. Namun, sekarang, mengingat masa manis itu membuat Gladis merasa lucu. Lucu karena dia terlalu mempercayai ucapan manis Darren yang ujung-ujungnya pergi meninggalkan dirinya tanpa mengatakan sepatah katapun.
Pria yang selalu meminta dirinya untuk tetap berada di sampingnya itu, malah menghilang bak di telan bumi. Sungguh luar biasa sekali bukan?
makasih Thor🙏💪