" Aku menyukaimu Ran. Aku sungguh-sungguh mencintaimu?"
" Pak, eling pak. Iih ngaco deh Pak Raga."
" Ran, aku serius."
Kieran Sahna Abinawa, ia tidak pernah menyangka akan mendapat ungkapan cinta dari seorang duda.
Duda itu adalah guru sejarah yang dulu mengajarnya di tingkat sekolah menengah atas. Araga Yusuf Satria, pria berusia 36 tahun itu belum lama menjadi duda. Dia diceraikan oleh istrinya karena katanya menderita IMPOTEN.
Jadi bagaiman Ran akan menanggapi perasaan pria yang merupakan mantan guru dan juga pernah menjadi kliennya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DDI 27: Aku Nggak Mau
Berbeda dengan Ran yang begitu memedulikan Raga dan berusaha untuk membantu agar Raga bisa keluar dari masalahnya, Rena malah sibuk dengan mencari cara agar ia bisa kembali lagi ke sisi sang mantan. Sungguh aneh, Rena sekarang lupa dengan semua yang pernah ia lakukan terhadap pria itu.
Rasa sesalnya saat ini benar-benar menyelimuti hati dan pikiran. Kehilangan, itulah kata yang tepat untuk mewakilinya. Bahkan dia mengacuhkan Jerez, yang saat ini sedang mencoba untuk mencumbunya. Ini sesuatu hal yang diluar dugaan. Tidak biasanya Rena seperti itu.
" Kamu mikirin apa sih Ren?" tanya Jerez. Dia tahu kalau wanita yang sedang ada di pelukannya itu, pikirannya sedang tidak ada bersamanya. Hanya tubuhnya saja yang ada di sana.
" Nggak, nggak mikirin apapun," sahut Rena cepat. Ia tidak ingin mengatakan apa yang ada di kepalanya kepada Jerez.
" Hoek!"
Jerez bangkit dari posisi tidurnya melihat Rena yang sepertinya akan mengeluarkan apa yang ada dalam perut. Selintas pria itu melihat bahwa wajah Rena saat ini begitu pucat. Ia tidak menyadarinya tadi, tapi sekarang ketika melihat dengan seksama, Jerez akhirnya menyadarinya.
" Ren, kamu sakit? Wajahmu pucat gitu," pekik Jerez. Ia bangun dan membantu Rena berjalan ke kamar mandi. " Apa kamu salah makan Ren," imbuh Jerez. Dia mencoba memijit tengkuk Rena yang saat ini sedang memuntahkan isi perutnya.
Rena menggelengkan kepala cepat, dia tidak salah makan apapun. Hanya saja beberapa hari ini dia tidak berselera makan.
Doeeeng
Rena langsung berdiri, ia menyeka mulutnya dan bejalan cepat mengambil ponsel. Matanya membulat sempurna saat menyadari sesuatu.
" Jer, kamu terkahir berhubungan pake pengaman nggak?" tanya Rena cepat. Matanya menatap tajam ke arah Jerez meminta jawaban cepat.
" Nggak, terakhir kita berhubungan di puncak kan. Kita nggak bawa karena lupa beli. Tapi sebelum itu memang dua kali kita berhubungan juga nggak pake. Katanya kamu nggak enak. Kenapa emangnya Ren?"
Rena menjatuhkan tubuhnya ke ranjang dan mengusap wajahnya kasar. Ia menunjukkan ponselnya kepada Jerez, disana terlihat sebuah aplikasi kalender berwarna merah muda. Di bulan sebelumnya masih ada tanda merah di beberapa tanggalan, namun di bulan kali ini tidak ada.
" Ini maksudnya," tanya Jerez tidak mengerti tentang apa yang ia lihat.
" Aku telat datang bulan. Seharusnya sudah Minggu kemarin aku haid, tapi sampai sekarang aku belum dapat itu."
Shaaaah
Drap drap drap
Jerez membalikkan badannya lalu berlari ke luar. Rena tahu apa yang akan dilakukan pria itu yakni mengambil alat tes kehamilan yang mana Jerez juga menjualnya di toko miliknya.
Dan benar saja, Jerez kembali ke kamar dengan membawa alat itu. " Coba sekarang, katanya ini bisa langsung dicoba. Nggak Usah nunggu pagi. Ayo Ren coba."
Rena mengerutkan kedua alisnya. Melihat ekspresi wajah Jerez, terlihat pria itu begitu antusias. Padahal ia sungguh sangat enggan. Bahkan ia tidak berkeinginan untuk hamil saat ini.
" Kok kayaknya kamu seneng gitu Jer?"
" Hahaha, ya aku seneng kalau kamu bener hamil Ren. Aku akan nikahin kamu, kita bakal punya anak. Kita bisa hidup berdua Ren dan tentunya bertiga sama anak kita nanti."
Degh!
Rena menatap wajah Jerez. Sorot mata pria itu berbinar ketika membicarakan hal yang baru saja. Sungguh tidak seperti apa yang ia rasakan saat ini. Sungguh dia tidak ingin mengandung.
" Tapi Jer, aku nggak mau."
Ucapan Rena yang baru saja membuat Jerez sangat terkejut. Ia bahkan memundurkan langkahnya saat melihat wajah Rena yang serius dengan ucapannya. Ya, tidak ada keraguan dalam diri Rena ketika mengatakan hal tersebut.
" Maksudmu kamu nggak mau yang mana? Nggak mau hamil, atau nggak mau hidup dengan ku?"
" Dua-duanya, aku nggak mau dua-duanya."
Tawa Jerez meledak seketika seperi orang kehilangan arah. Namun sesaat kemudian wajah pria itu mengeras. Ia lalu berjalan mendekat ke arah Rena dan mencengkeram erat kedua lengan wanita itu. Matanya menatap tajam ke arah Rena dengan rasa marah yang luar biasa. Rahang Jerez bahkan sampai mengeras karena menahan kemarahan yang meluap dalam dirinya.
" Lo brengsek Ren, Lo beneran brengsek jadi orang. Ternyata real, Lo cuma mainin gue. Padahal gue selama ini beneran tulus sama Lo. Hahaha, gue bego. Gue beneran bego ternyata udah ngabisin bertahun-tahun hidup gue cuma buat jalan sama Lo. Oke, kalau itu yang Lo mau silakan pergi. Gue nggak bakalan nahan Lo. Dan ketika Lo pergi dari rumah ini tanpa mikirin lagi apa yang gue mau, berarti hubungan kita selesai sampai di sini."
Rena terdiam, apa yang Jerez ucapkan seperti angin lalu saja untuk Rena. Entah bagaimana bisa wanita itu bersikap seperti itu terhadap pria yang selama ini sudah begitu setia di sampingnya. Padahal Jerez sungguh senang dengan kehamilan yang ia alami meskipun belum tentu karena hal tersebut belum dipastikan baik melalui tes singkat atau pemeriksaan dokter.
Rena bangkit dari duduknya, ia lalu meraih tas miliknya dan melenggang pergi dari kamar Jerez. Ia juga tidak mengambil testpack yang tadi diberikan oleh Jerez. Tidak ada satu kata pun yang terucap dari bibir Rena. Wanita itu sungguh pergi begitu saja.
" Hahaha, jadi kayak gini yang dia mau. Ya, terserahlah kalau memang begitu. Tapi Ren, Lo kebangetan. Lo beneran kebangetan Ren, gue sungguh-sungguh cinta dan sayang sama Lo tapi Lo selama ini hanya anggap ini semua main-main."
Jerez tergugu, sakit sekali hatinya. Rena sungguh tidak memandangnya. Ya dia akui dia bukanlah pria yang memiliki banyak harta, tapi dia benar-benar ingin hidup bersama Rena dan akan membuat wanita yang dicintainya itu bahagia. Namun ternyata Rena tidak pernah berpikir akan serius dalam membina hubungan ini. Semuanya hanya sekedar untuk meluapkan hasrat semata.
Jerez membuang nafasnya kasar. Dia harus melepaskan semuanya mulai sekarang. Ya, rasanya percuma untuk terus berhubungan jika satu pihak tidak menginginkan. Jerez bertekad untuk tidak lagi memikirkan hubungan mereka mulai dari sekarang.
TBC