"Tak harus ada alasan untuk berselingkuh!"
Rumah tangga yang tenang tanpa badai, ternyata menyembunyikan satu pengkhianatan. Suami yang sempurna belum tentu setia dan tidak ada perempuan yang rela di duakan, apalagi itu di lakukan oleh lelaki yang di cintainya.
Anin membalas perselingkuhan suami dan sahabatnya dengan manis sampai keduanya bertekuk lutut dalam derita dan penyesalan. Istri sah, tak harus merendahkan dirinya dengan mengamuk dan menangis untuk sebuah ketidak setiaan.
Anin hanya membuktikan siapa yang memanggil Topan dialah yang harus menuai badai.
Seperti apa kisahnya, ikuti cerita ini ya☺️🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Suesant SW, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24. Mengungkap Kebenaran
"Sayang, harganya cuma 200 juta, kok. Tidak begitu mahal. Untuk ibu yang telah begitu baik padamu, harga ini sungguh tak sebanding dengan menyewa sebuah apartemen setahun, ya kan?"
Selorohan Anin membuat Galih nyaris terjengkang, tentu saja jumlah uang itu nyaris lebih seperempat dari isi rekeningnya. Dia tak menyangka dalam sekejap Anin mengurasnya meski dengan alasan membelikan ibunya hadiah.
Dan kata-kata soal sewa apartemen itu tentu saja seakan menampar wajah Ratna yang sedari tadi merasa di suguhkan drama keluarga ini.
"Mas Galih tidak keberatan kan, membelinya untuk ibu?" Anin menaikkan alisnya tinggi-tinggi.
"Agh, ya....tentu saja tidak." Senyum hambar Galih mengambang sambil menyeringai menatap wajah ibunya yang sekarang berbinar bahagia, memikirkan betapa dashyat barang di genggamannya ini untuk jadi bahannya pamer kepada semua tetangganya nanti. Bu Sumi, mpok Atun, mbak Lastri sama bu Dawiyah, konco gibahnya tentu akan melotot sampai mata mereka melompat jika mendengar harga kalungnya ini 200 juta, kalau perlu sertifikatnya akan di laminatingnya dan di bawanya keliling komplek.
"Waduh, anakku Galih makasih banyak, lho. Ibu sueneeeeeeng sekali dapat hadiah ini." Dengan manja ibunya yang bermulut silet ini mengerling pada sang suami dan meminta laki-laki yang telah setia dengan sabar mendampingi kecerewetannya itu memasangkan kalung itu di lehernya.
Suasana meja makan itu sejenak berubah aura, apalagi ketika makanan main course atau makanan utama di sajikan oleh tiga orang pelayan.
Menu itu benar-benar kelas bintang lima, di sajikan dengan konsep hidangan yang berkelas hingga pemilihan komponen hidangan dengan warna yang kontras dan menarik itu di rencanakan Anin dengan baik, chicken cordon bleu with mushroom sauce, potato wedges, buttered carrot adalah kombinasi yang menarik di lengkapi dengan garlic butter salmon baked.
"Mari makan dulu..." Tawar Anin sambil tersenyum.
"Tunggu dulu! jangan di sentuh!!!" Bu Wati berdiri dengan suara tegas. Semua menatap padanya.
"Kenapa?" ayah Galih mendonggak, heran. Lelaki setengah baya ini sudah lapar bukan main.
"Aku foto dulu!" Bu Wati mengeluarkan ponselnya dari tas tangan yang di bawanya, lalu, cekrek! cekrek!
"Mbak Lastri pasti pingsan melihat apa yang ku makan." Ibu mertua Anin itu mengoceh riang panjang pendek.
Anin tersenyum kecil, dia membiarkan ibu mertuanya itu larut dalam euforianya sebelum hadiah utamanya diberikan malam ini.
Suara denting sendok dan piring beradu, mereka menikmati makan malam yang penuh kejutan itu, Ratna sedikit tegang bahkan lupa apa yang hendak di katakannya malam ini kepada Anin.
"Aku bersyukur dipertemukan dengan teman sepertimu..." Suara Anin terdengar datar memecah sunyi, mata perempuan itu berkilau tajam pada Ratna yang sedang menyendok sepotong salmon ke mulutnya. Fikiran Ratna sendiri sedang melayang dalam iri tak menyangka rekan selingkuhnya ini begitu kaya dari yang di kiranya.
Seharusnya dia lebih royal pada dirinya, jika membeli kalung 200 juta saja untuk sang ibu si Galih ini terlihat tak terbebani, apalagi jika untuknya yang telah memuaskan Galih selama ini?
"Dengan begitu aku tahu, tak boleh terlalu percaya pada siapapun di dunia ini." Lanjut Anin nyaris tanpa ekspresi.
"A...apa maksudmu?" Ratna mengangkat wajahnya dengan mimik terkejut pada Anin yang pandangannya setajam elang, mata itu seakan ingin menelanjangi Ratna.
"Selama ini, aku mengira orang yang mungkin bisa mencuri suamiku adalah maling asing yang tak ku kenal. Tapi akhirnya, aku tak begitu penasaran lagi dengan perempuan yang sangat di gilai oleh suamiku itu, seistimewa apa dia? dan seperti apa? sehingga dengan suka rela suamiku mengabaikan anak dan istrinya, keluarga besarnya bahkan mempertaruh segala sesuatu dalam hidupnya..." Suara itu terdengar tanpa gelombang, mengalir begitu saja dari bibir Anin.
"Sayang, kamu sedang bicara apa?" Galih menoleh pada perempuan yang selama ini begitu tenang, penurut dan sangat tergantung padanya itu.
"Boleh aku minta satu hal padamu?" Pertanyaan itu di tujukan pada Galih, suaranya tegas dan tajam.
"Jangan panggil aku sayang lagi! Aku hampir muntah mendengarnya dalam beberapa minggu ini, panggilan kamuflase yang kamu tujukan tidak lagi hanya padaku." Tatapan Anin begitu sinis membalas Galih.
"Hey, ada apa ini?!" Ibu Wati menyela setengah berteriak, antara bingung dan marah pada sikap Anin.
"Tanyakan pada anak kebanggaan ibu ini, ada apa sebenarnya? Apakah pantas seorang suami berselingkuh dengan perempuan lain saat dia terikat pernikahan?" Anin menjawab dengan sebuah pertanyaan.
"Apakah...apakah kamu sedang menuduhku dan Galih berseling..."
"Aku tidak menuduh kalian berdua. Aku hanya sedang mengatakan kebenaran." Sahut Anin, memotong ucapan Ratna.
"Hentikan omong kosong ini, Anin!! Kamu sadar tidak dengan apa yang kamu katakan, hah?!" Teriak bu Wati dengan wajah merah padam, dia terlihat tak terima dengan sikap Anin yang menurutnya mengada-ada.
"Ibu saja yang diam!" Anin meletakkan garpu dan pisau kecil di tangan kanannya sedikit menghentak ke atas meja.
"Selama ini aku cukup kenyang dengan semua penghinaan ibu, bertahun-tahun menelannya hingga tak kutahu rasanya sakit lagi. Dan hari ini aku tak akan diam lagi, apalagi padamu Ratna, yang telah tega mengambil suamiku dengan cara jal@ng! Sahabat mesum yang memalukan..." Anin duduk dengan tegap, menekan amarah dalam dadanya yang menggelegak, nafasnya menjadi sedikit tat teratur tetapi dia tetap berusaha elegan menguasai emosinya.
"Anin?!" Ayah mertua Anin mengepalkan tangannya, suaranya menggeram, jarang dia berbicara dan ikut campur tapi ini benar-benar keterlaluan di telinganya.
"Maafkan aku ayah, aku tak menyalahkan ayah untuk apa yang terjadi, tetapi seharusnya ayah lebih keras mengajarkan Mas Galih supaya bisa seperti ayah, seharusnya dia tahu, meniduri istri orang lain sementara istrinya sendiri menangis di atas ranjangnya itu adalah kejahatan. Bukankah itu hanya di lakukan oleh lelaki biad@p dan tak berperasaan?" Anin mengalihkan tatapannya pada ayah mertuanya itu dengan iba.
"Tanpa angin tanpa badai kamu mengoceh tak karuan begini hanya karena kecemburuan membabi buta tak beralasan, seharusnya kamu bisa menahan diri dan menjaga sikapmu, Anin? Selama ini aku tak kurang sabar dan baik sebagai suami..."
"Aku cemburu?" Anin tertawa kecil, suaranya seperti ringkikan tetapi sesungguhnya pilu.
"Aku cemburu?! Astaga, suamiku yang baik dan penyabar, bahkan aku tak tahu lagi rasanya cemburu saat menonton betapa bern@fsunya kamu menggauli sahabat baikku ini." Ani tergelak, serak.
"Apa maksudmu, Anin?!" Ratna berdiri dengan muka merah padam, dia membentak kasar, begitu tersinggung dengan apa yang di ucapkan oleh Anin
"Kamu tahu benar apa maksudku. Aku sedang membicarakan perselingkuhanmu dengan suamiku." Jawab Anin mengangkat dagunya sehingga mata mereka bersirobok sesaat, seolah saling ingin membunuh.
"Berbicaralah dengan waras Anin, jika tak ada bukti, aku bisa menuntutmu!" Hardik Ratna dengan marah.
"Bukti? Kalian sungguh ingin bukti? Tentu saja! Ayah dan ibu juga perlu tahu, supaya aku tidak di kira gila. Dan...dan yang terpenting..." Anin mengalihkan pandangannya pada pintu yang terbuka perlahan, dia tahu tak perlu lagi mengulur waktu.
"Dia juga perlu melihatnya, supaya dia tahu, seperti apa istrinya selama ini..."
Ratna terhenyak menatap seorang lelaki tinggi tegap masih dalam balutan pakaian seragam dinas. Wajahnya yang tampan terlihat dingin dan lelah.
"Mas Bowo?" Ratna mendadak gemetar, sementara Galih mendelik macam ikan siap di potong.
(hari ini, kalau khilaf kita double UP ya🤭🤭🤭 yang mau nextnya klik update😂 terimakasih ya, buat vote, bunga, kopi dan komen2nya yang bikin othor semangat menulis lanjutannya. Yuk, stay on di sini, kita nantikan bukti Anin sebadas apa😄 love U all pembaca kesayanganku🥰)
andai d alam nyata, tak bejek2 tu suami .bikin dendam aja
sukses dalam berkarya.
ku suport dngan kirim setangkai mawar.