SEKUEL TERPAKSA MENIKAHI PEMBANTU
Giana yang sejak kecil kehilangan figur seorang ayah merasa bahagia saat ada seorang laki-laki yang merupakan mahasiswa KKN memberikan perhatian padanya. Siapa sangka karena kesalahpahaman warga, mereka pun dinikahkan.
Giana pikir ia bisa mendapatkan kebahagiaan yang hilang setelah menikah, namun siapa sangka, yang ia dapatkan hanyalah kebencian dan caci maki. Giana yang tidak ingin ibunya hancur mengetahui penderitaannya pun merahasiakan segala pahit getir yang ia terima. Namun, sampai kapankah ia sanggup bertahan apalagi setelah mengetahui sang suami sudah MENDUA.
Bertahan atau menyerah, manakah yang harus Giana pilih?
Yuk ikuti ceritanya!
Please, yang gak benar-benar baca nggak usah kasi ulasan semaunya!
Dan tolong, jangan boom like atau lompat-lompat bacanya karena itu bisa merusak retensi. Terima kasih atas perhatiannya dan selamat membaca. ♥️♥️♥️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SSM 11
Setibanya di cafe yang Desti maksud, Giana langsung disambut dengan ramah tamah oleh semua pekerja di cafe. Nama cafe itu cukup unik. Sampai-sampai Giana seketika penasaran dengan alasan nama cafe dibuat seperti itu.
...Forgive Me...
Nama cafe itu adalah Forgive Me. Sehingga orang-orang pun lebih mengenalnya dengan nama Forgive Me Cafe.
"Jadi nama cafe ini Forgive Me?" tanya Giana memastikan.
"Iya. Kamu pasti terkejut 'kan? Sama. Kami yang pertama bekerja di sini pun sedikit heran. Sayangnya Bos nggak pernah mau menjelaskan filosofi nama tersebut," ujar Desti.
"Pertama? Jadi kamu sudah lama kerja di sini?"
"Iya. Cafe ini baru berumur lima tahun. Saat itu aku baru lulus SMA. Mau kuliah, uang nggak ada. Nyari kerja deh. Terus pas liat Bos nempel info lowongan pekerjaan di depan kaca pintu, aku langsung daftar deh dan Alhamdulillah keterima. Bos nggak butuh pendidikan tinggi atau apa pun. Yang penting punya niat dan giat bekerja, mau kamu lulusan apa pun, pasti diterima."
"Beneran?" beo Giana dengan mata berbinar.
"Ya, benerlah. Tuh, Bibi Tiur, dia itu udah kepala empat. Cuma lulusan SMP. Karena dia pintar bikin roti dan kue-kue jadi diterima deh."
"Wah, Bos kamu baik banget. Jadi nggak sabar ketemu Beliau."
"Tenang aja, sebentar lagi Pak Asrul datang kok. Kan Beliau mau briefing kita dulu sebelum kita mulai bekerja," ujar Desti seraya menepuk pundak Giana untuk memberikan semangat.
Giana rasanya sudah tak sabar lagi untuk bertemu dengan pemilik cafe yang sepertinya sangat baik itu. Dan seperti yang Desti katakan, tak lama kemudian pemilik cafe yang tak lain bernama Asrul itu pun datang. Semua karyawan pun segera berbaris rapi di dalam cafe seperti yang kerap mereka lakukan.
Mata Giana terpaku. Ia tidak menyangka kembali bertemu dengan laki-laki yang saat itu ia temui di kedai sate. Entah mengapa, ia merasakan sesuatu yang tak biasa dengan pemilik cafe itu.
"Ada apa denganku? Tidak mungkin 'kan aku tertarik dengan Bapak itu? Meskipun terlihat masih gagah, tapi dia itu lebih cocok jadi bapakku. Astaghfirullah, apa-apaan aku ini?"
"Assalamu'alaikum, semua. Sudah hadir semua?" ucap Asrul.
"Wa'alaikumussalam, Pak. Sudah, Pak," jawab mereka serentak.
"Oh, ya, Pak, ada temen yang mau melamar pekerjaan di sini. Ini orangnya," ujar Desti seraya mendorong tubuh Giana hingga maju ke depan membuat Asrul yang awalnya sedang berjalan seketika berhenti. Matanya terpaku pada sosok Giana yang begitu familiar di wajahnya.
"Dia ...."
Asrul berdeham untuk menetralisir perasaan asing yang mendadak menyusup di hatinya.
"Oh, iya. Namanya siapa?" tanya Asrul berusaha bersikap biasa saja.
"Perkenalkan, Pak. Nama saya Giana."
"Giana. Nama yang cantik seperti orangnya," ucap Asrul.
Giana tersenyum tipis. Para rekan kerja Giana pun ikut tertawa. Bukan tertawa mengejek. Hanya tawa keramahan. Besar harapan Giana bisa bekerja di sana karena selain ia bisa mendapatkan penghasilan, ia juga bisa mendapatkan teman yang baik dan menerima ia apa adanya.
"Kalau begitu, selamat bergabung di cafe ini. Maaf kalau cafe ini kecil dan gajinya mungkin tidak seberapa dibandingkan di tempat lain. Namun, besar harapan saya kalau kamu bisa betah bekerja di sini," ujar Asrul membuat mata Giana seketika terperangah.
"A-apa, Pak? Maksudnya bagaimana? Jadi---jadi aku diterima?" ucap Giana tergagap.
Asrul terkekeh pelan. "Iya. Kamu diterima. Kenapa? Tidak suka?"
"Bu---bukan begitu, Pak. Tapi saya 'kan baru di sini. Bahkan saya tidak kenal Bapak, bagaimana Bapak langsung menerima saya bekerja di sini. Bahkan Bapak juga tidak melihat CV saya terlebih dahulu," ujar Giana.
Bagaimana tidak ia kebingungan, bukannya seharusnya ia diinterview terlebih dahulu baru dipertimbangkan layak atau tidak diterima bekerja di sana, tapi Asrul justru langsung menerimanya begitu saja tanpa melakukan apa pun yang biasanya dilakukan atasan lain.
"Tapi kenyataannya saya tidak melakukannya sebab saya yakin Desti tidak mungkin membawa sembarangan orang untuk bekerja di sini. Saya yakin, sebelum mengajakmu ke mari, ia sudah mempertimbangkan sisi baik dan buruknya. Oh, ya, sekadar info, saya tidak memerlukan ijazah kalian. Asal kalian memang benar-benar ingin bekerja di sini, maka pintu cafe uni terbuka untuk kalian. Tapi tentunya saat ada lowongan pekerjaan saja, ya. Ini bukan cafe besar jadi cafe ini belum membutuhkan karyawan dalam jumlah yang banyak," ujar Asrul seraya terkekeh.
"Iya, Mbak Giana, bekerja di sini tuh enak. Aku aja ya diterima di sini sejak lulus SMP. Mending lulus bener-bener, lah ini sampai sekarang ijazahku aja masih nyangkut karena belum ditebus. Hahaha ...," sela Jarwo.
"Jadi belum kamu tebus juga ijazah kamu?" delik Asrul membuat Jarwo seketika terdiam.
"Eh, anu, Pak, em, aku ...."
"Belum sempat lagi?"
Jarwo menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
"Pokoknya nanti jam 10 kamu segera urus ijazahmu itu. Kalo kelamaan, ijazahmu bisa benar-benar hilang. Kau tau, tidak sedikit yang ingin sekali sekolah seperti kamu, tapi sayangnya tidak ada kesempatan. Oke, kamu belum bisa menyelesaikan SMA-mu karena terkendala biaya. Kamu nggak ingat apa yang Bapak katakan waktu itu? Setelah kamu mendapatkan ijazah kamu, Bapak akan urus kamu agar bisa mengejar paket C. Supaya kamu bisa lulus setara SMA. Siapa tau, kamu nanti mau lanjut kuliah dan bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik," ucap Asrul panjang lebar yang dapat Giana artikan sebagai bentuk perhatian Asrul pada karyawannya. Giana yang melihat itu merasa terharu.
"Seandainya Pak Asrul adalah ayahku pasti menyenangkan sekali, ya," batin Giana.
Setelah briefing selesai, mereka pun segera bekerja. Karena Giana masih baru di sana, jadi Desti membantu menjelaskan apa-apa yang harus dilakukannya. Di hari pertama bekerja, ia bisa melewati semuanya dengan baik. Semuanya berjalan lancar dan terasa menyenangkan.
Hari-hari yang Giana lewati terasa begitu menyenangkan. Meskipun terkadang ia merasa kelelahan yang luar biasa, tapi sebisa mungkin Giana menikmati pekerjaannya.
"Kamu sakit?" tanya Asrul saat melihat Giana sedikit meringis. Ia terlihat berjongkok di balik pintu dapur. Bahkan wajahnya terlihat lebih pucat dari biasanya.
"Eh, Pak Asrul. Eng-nggak akh ...." Giana merasakan keram di perutnya. Peluh sebesar biji jagung mulai membanjiri membuat Asrul mendadak khawatir.
"Kamu istirahat di ruangan Bapak saja. Kamu terlihat pucat sekali."
"Tapi ...."
"Tak ada bantahan, Giana. Ayo, Bapak bantu!" Asrul pun membantu Giana berdiri. Desti yang melihat Giana pun ikut khawatir. Ia lantas membantu Asrul memapah Giana menuju ruangan Asrul. Setelah Giana duduk di sofa ruangan itu, Asrul pun segera keluar. Tak lama kemudian, ia kembali dengan segelas air hangat yang kemudian diberikannya pada Giana. Giana menerimanya dengan mata berkaca.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...
enak aja Giana di minta balikan lagi pas tau dia hamil, dan karena si Angel istri pilihan si Herdan belum hamil juga 😡
biar karma untuk kalian adalah tdk dianugerahi keturunan dan biar si Angel yg akhirnya Mandul beneran 😜😡
untung saja giana hamil setelah berpisah denganmu, karena anak gia pun males tinggal bersama keluarga toxic 🤪
baik hanya karena ada mau nya saja..