Cinta memang tidak pandang usia. Seperti itulah yang dialami oleh seorang gadis bernama Viola. Sudah sejak lama Viola mengangumi sosok adik kelasnya sendiri yang bernama Raka. Perbedaan usia dan takut akan ejekan teman-temannya membuat Viola memilih untuk memendam perasaannya.
Hingga suatu kejadian membuat keduanya mulai dekat. Viola yang memang sudah memiliki perasaan sejak awal pada Raka, membuat perasaannya semakin menggebu setiap kali berada di dekat pemuda itu.
Akankah Viola mampu mengungkapkan perasaannya pada Raka disaat dia sendiri sudah memiliki kekasih bernama Bian. Mungkinkah perasaannya pada Raka selamanya hanya akan menjadi cinta terpendam.
Simak dan kepoin ceritanya disini yuk 👇👇👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 : Cemburunya ngangenin.
"Kak, tolong ambilin itu kak!" Seorang anak laki-laki berusia 7 tahunan menarik-narik baju Viola sambil satu tangannya menunjuk pada jejeran snack yang berada di rak paling atas.
"Heh_ apa bocah?" Jawabnya sedikit sewot, mungkin karena pikirannya sedang teralihkan pada Raka dan Abel. Padahal biasanya dia adalah gadis yang baik dan sangat penyayang, apalagi pada seorang anak kecil.
"Itu kak, itu_" tunjuk anak itu masih ke atas rak. Viola mengambil salah satu snack dan memberikannya. "Nih bawel."
Tamara yang sedang mendorong troli yang sudah berisi barang-barang belanjaan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat sikap Viola yang tidak seperti biasanya.
"Vio, gak boleh gitu." Tamara datang menghampiri anak itu dan membungkukkan sedikit badannya. "Adik kecil nama kamu siapa? Kamu sama siapa disini?"
Anak itu melihat ke sekelilingnya dan tidak mendapatkan mamanya ada disekitarnya, "Namaku Dafa, Tante. Tadi aku sama mama aku, tapi sekarang mama aku gak ada. Kayaknya mama aku hilang deh."
Viola melipatkan kedua tangannya di dada dan tersenyum getir, "Bukan mama kamu yang hilang, tapi kamunya yang ngeluyur kayak tuyul."
"Husss__ Vio, kamu ini sama anak kecil kok bicaranya gitu." Tamara kembali menoleh ke Dafa. "Dafa, Tante bantu cari mama kamu yuk?"
Dafa mengangguk. Baru saja mereka hendak melangkah pergi, seorang wanita berlari kecil ke arah mereka sambil memanggil-manggil Dafa.
"Dafa__! Dafaaa__!" Panggilnya, nafasnya tersengal-sengal. "Mama muter-muter nyariin kamu lho."
"Ini anak ibu?" Tanya Tamara, Lisa mengangguk.
"Dafa mau ambil ini Ma," ucapnya sambil menunjukkan snack dengan kemasan berwarna coklat ditangannya.
Lisa kembali menatap Tamara, "Terimakasih sudah nolongin anak saya. Dia ini emang suka kabur-kaburan, sama kayak kakaknya."
Tamara tersenyum mengangguk, "Iya sama-sama Jeng."
Lisa menoleh ke arah Viola. Viola menurunkan tangannya dari dadanya karena merasa tidak sopan jika bicara dengan orang yang lebih tua sambil melipatkan tangan di dada.
"Ini anak gadis saya, namanya Viola."
"Oh Viola, cantik," puji Lisa. "Saya juga punya anak seumuran kamu. Tapi anak saya cowok."
"Wah bisa kebetulan ya. Oya perkenalkan nama saya Tamara." ucap Tamara memperkenalkan diri.
"Saya Lisa."
Kedua wanita itu saling berjabat tangan, lalu bergantian Viola yang menyalami Lisa dengan takzim.
"Saya dan anak saya duluan ya Jeng. Takutnya suami dan anak saya yang besar sudah pulang dan nungguin di rumah," pamit Tamara.
"Oh ya silahkan silahkan." Lisa mempersilahkan.
Tamara dan Viola berjalan menuju kasir untuk membayar barang belanjaan yang mereka beli. Setelah selesai membayar, mereka kembali ke parkiran. Pak Wawan sudah standby dan mengambil alih kantong kresek ditangan Viola, lalu memasukkannya ke dalam bagasi mobil.
_
_
_
Seorang pengendara motor sport lengkap dengan helm full face memasuki halaman sebuah rumah yang tidak terlalu luas. Tiga orang pemuda yang sedang asyik nongkrong sambil berbincang menatap ke arahnya. Pengendara motor itu membuka helmnya dan turun dari atas motor. Dia berjalan masuk ke arah teman-temannya.
"Datang juga Lo. Ezar mana? Kalian tukeran motor?" Tanya Roy beruntun pada pemuda yang baru datang, pemuda itu adalah Raka.
Raka mengangguk lalu duduk di bangku panjang disamping Beni. "Gue suruh buat anterin temen gue pulang dulu."
"Temen Lo? Temen cewek apa cowok?" Tanya Roy penasaran.
"Cewek," jawabnya singkat.
"Eitdah__ bukan Vio kan?" Roy menggerakkan alisnya naik turun menggoda Raka.
"Bukanlah, Vio cewek gue. Tugas gue kalau nganterin dia," jawab Raka seolah ingin mempertegas hubungannya dengan Viola yang sudah naik level menjadi berpacaran.
Roy menepuk pundak Zaki yang duduk di sebelahnya, "Njiirrrr__ Pacaran bro__"
"Wah wah, udah gak ada tempat buat Hilda lagi kayaknya nih!" sambung Zaki ikut menggoda.
Mereka saling tertawa menggoda, kecuali Beni yang terus terdiam. Dia masih memikirkan ancaman Hilda beberapa waktu lalu. Awalnya dia tidak ingin ambil pusing, tapi saat di sekolah Hilda kembali menemuinya dengan ancaman yang sama.
Raka menoleh ke arah Beni. "Ezar bilang ada yang mau Lo omongin. Ada apa?"
"Ini Soal Hilda. Ka, Lo mau gak tanding balap sekali lagi aja sama Erik?" bujuk Beni. Meskipun dia sudah tau apa jawabannya, tapi tidak ada salahnya mencoba. Kali aja Raka mau.
Raka menatap serius wajah sahabatnya. Meskipun ada alasan kuat Beni meminta hal ini darinya, tapi dia tidak bisa mengiyakan begitu saja.
"Sorry, gue gak bisa." Raka menepuk pundak Beni. "Gue harap Lo ngerti. Gue pengen berubah."
"Karena Viola?" Tebak Beni.
"Salah satunya iya," jawab Raka. Roy dan Zaki tidak bisa membantu banyak jika Raka sudah menolak. Keputusan Raka adalah mutlak dan tidak bisa diganggu gugat. Kecuali Raka yang merubah keputusannya sendiri. Dan itu jarang terjadi.
Raka masuk ke dalam rumah dan meninggalkan teman-temannya di luar. Dia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas ranselnya. Viola❤️ adalah kontak yang pertama kali dia cari. Itu adalah nama kontak yang ditulis oleh Viola tadi siang di ponselnya.
Raka mencoba menghubungi Viola, namun tidak ada jawaban. Ini baru jam setengah tujuh, mungkinkan Viola sedang belajar?
Raka tidak ingin mengganggu konsentrasi belajar Viola. Baru saja dia ingin memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas, Viola menghubunginya.
"Lagi belajar?" tanya Raka saat telefonnya sudah tersambung.
"Nggak!" jawabnya ketus.
"Gitu banget jawabnya. Gak suka aku telefon ya?" meskipun usianya lebih muda beberapa bulan dari Viola. Nyatanya Raka yang harus lebih banyak bersabar menghadapi sikap Viola yang masih labil.
"Kamu dimana? Udah pulang apa masih belajar kelompok?" bukannya menjawab, Viola malah mengalihkan topik pembicaraan. Dia masih dihantui rasa penasaran dengan apa yang tadi dia lihat dijalan. Apakah itu Raka dan Abel atau bukan.
"Belum pulang, lagi nongkrong sama Beni, Roy dan Zaki." jawab Raka jujur.
"Kok tumben nongkrong? Kamu gak ada niatan mau ikut balapan lagi kan?" cecarnya sudah seperti seorang istri yang sedang mengintograsi suaminya.
"Kenapa? Takut?" tanyanya lembut.
Tidak ada jawaban dari seberang sana. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh Viola saat ini. Yang pasti Viola tidak suka Raka ikut-ikutan balapan lagi apapun itu alasannya.
"Kamu nangis?" tanya Raka sedikit khawatir saat mendengar suara isak Viola dari balik telefon. "Aku gak balapan lagi kok, jangan nangis ya? Kalau boleh jujur, aku lebih suka lihat kamu cemburu ketimbang nangis."
"Kenapa?" tanya Viola, suaranya terdengar sedikit serak.
"Karena cemburunya kamu tuh ngangenin."
Jika Raka sudah menggombal begini, Viola tidak bisa untuk tidak tersenyum. Nyatanya, bocil satu ini memang paling bisa membuat hati Viola berbunga-bunga.
Aduduh, Kakak meleleh Dek 😍
...❤️❤️❤️...
Demi masa depan kalian Vio...
emank gak mau punya suami yang sukses nantinya...
Vio gak rela di madu 3