Aldo, seorang mahasiswa pendiam yang sedang berjuang menyelesaikan skripsinya, tiba-tiba terjebak dalam taruhan gila bersama teman-temannya: dalam waktu sebulan, ia harus berhasil mendekati Alia, gadis paling populer di kampus.
Namun, segalanya berubah ketika Alia tanpa sengaja mendengar tentang taruhan itu. Merasa tertantang, Alia mendekati Aldo dan menawarkan kesempatan untuk membuktikan keseriusannya. Melalui proyek sosial kampus yang mereka kerjakan bersama, hubungan mereka perlahan tumbuh, meski ada tekanan dari skripsi yang semakin mendekati tenggat waktu.
Ketika hubungan mereka mulai mendalam, rahasia tentang taruhan terbongkar, membuat Alia merasa dikhianati. Hati Aldo hancur, dan di tengah kesibukan skripsi, ia harus berjuang keras untuk mendapatkan kembali kepercayaan Alia. Dengan perjuangan, permintaan maaf, dan tindakan besar di hari presentasi skripsi Alia, Aldo berusaha membuktikan bahwa perasaannya jauh lebih besar daripada sekadar taruhan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orionesia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia yang Tak Terduga
Malam mulai menyelimuti kota dengan keheningan yang sunyi, hanya diselingi oleh deru kendaraan yang lewat di jalan-jalan sepi. Aldo mempercepat langkahnya, meski hatinya terasa berat. Pikirannya terus berputar, mencerna pesan dari Nisa yang tiba-tiba datang seperti angin puyuh. Apa yang sebenarnya Nisa tahu tentang Rio? Dan kenapa dia begitu yakin bahwa ini penting untuk Alia?
Ponselnya bergetar sekali lagi. Kali ini pesan dari Nisa lebih singkat, mengirimkan lokasi sebuah kafe yang berada di pinggir kota, jauh dari kampus atau tempat-tempat biasa mereka kunjungi.
Aldo menghela napas panjang, sebelum melanjutkan perjalanan. Malam ini terasa lebih gelap daripada biasanya, dan perasaan tak nyaman menyelimuti dirinya sejak pertemuannya dengan Alia dan Rio di kafe sebelumnya. Ia sadar, sesuatu yang besar akan segera terungkap, sesuatu yang mungkin akan mengubah segalanya.
Setibanya di kafe, Aldo melihat Nisa duduk sendirian di pojokan, wajahnya terlihat tegang. Dia segera menghampirinya dan duduk tanpa banyak basa-basi. Nisa menatapnya sejenak, lalu langsung membuka pembicaraan tanpa membuang waktu.
"Aldo, gue nggak tau gimana harus mulainya, tapi lo harus percaya sama gue kali ini. Apa yang bakal gue omongin ini penting banget, nggak cuma buat lo, tapi juga buat Alia." Suara Nisa bergetar, memperlihatkan keseriusannya.
Aldo menyandarkan tubuhnya, mencoba mengendalikan napasnya yang mulai terasa sesak. "Oke, Nis. Gue di sini buat dengerin. Ada apa sebenernya?"
Nisa meraih tasnya, mengeluarkan sebuah amplop berisi beberapa foto dan meletakkannya di atas meja. "Ini... ini bukti pertama yang gue temuin. Rio nggak sesederhana yang dia kelihatan selama ini. Gue rasa dia punya maksud lain sejak awal, Do."
Aldo menatap amplop itu dengan alis terangkat. Ia ragu sejenak sebelum akhirnya membuka amplop tersebut dan melihat isinya. Matanya langsung membelalak ketika melihat foto-foto yang ada di dalamnya. Foto-foto itu menunjukkan Rio bersama beberapa orang yang tidak dikenalnya, di tempat-tempat yang mencurigakan. Salah satunya bahkan menunjukkan Rio sedang bertemu dengan seorang pria yang tampak seperti orang berpengaruh, dan wajah Rio dalam foto-foto itu terlihat jauh berbeda dari citra "anak kampus" yang selalu dia tampilkan di depan Alia dan teman-teman lainnya.
"Gue ngeliat Rio beberapa kali ketemu sama orang-orang ini, Do. Gue nggak tau siapa mereka, tapi yang jelas, mereka bukan orang biasa. Gue coba cari tahu, dan ternyata beberapa dari mereka punya catatan kriminal," jelas Nisa dengan nada serius.
Aldo menatap Nisa dengan kaget, lalu kembali menatap foto-foto di tangannya. "Lo yakin tentang ini? Maksud gue, lo yakin ini Rio?"
Nisa mengangguk. "Gue nggak cuma dapet foto ini. Gue juga denger percakapan mereka. Awalnya gue nggak sengaja denger pas gue lagi di tempat parkir belakang kafe, tempat gue sering nongkrong sama temen-temen. Gue liat Rio ngobrol sama salah satu orang itu, dan gue langsung sembunyi buat nguping. Lo tau apa yang mereka omongin? Mereka ngomongin Alia."
Aldo tersentak mendengar nama Alia disebut. Dia memajukan tubuhnya, mendengarkan lebih seksama. "Apa maksud lo, mereka ngomongin Alia? Apa yang Rio mau dari Alia?"
Nisa menatap Aldo dengan tatapan prihatin. "Gue nggak dapet semuanya, tapi dari yang gue tangkep, Rio kayak punya rencana buat ngejatuhin Alia, atau lebih tepatnya, buat ngambil sesuatu dari dia. Gue nggak tau detailnya, tapi dari cara mereka ngomong, jelas banget kalau Alia cuma alat buat mereka."
Aldo merasa darahnya mendidih mendengar itu. "Jadi selama ini Rio cuma deketin Alia karena ada niat lain? Niat buat nyakitin dia?"
Nisa mengangguk lagi, kali ini dengan ekspresi yang lebih khawatir. "Gue rasa itu lebih dari sekadar nyakitin, Do. Gue rasa ada urusan bisnis atau hal lain yang lebih gelap di balik ini semua."
Aldo mencengkeram kursi di depannya dengan kuat, merasa amarahnya kembali membara. "Kenapa lo baru bilang sekarang, Nis? Lo tau kalau hubungan gue sama Alia udah di ujung tanduk, kan?"
Nisa menunduk, merasa bersalah. "Gue tau, Do. Dan gue minta maaf. Gue baru nemuin semuanya beberapa minggu terakhir, dan gue pengen pastiin dulu sebelum gue kasih tau lo. Tapi gue nggak bisa diem lagi sekarang, terutama setelah gue liat lo dan Alia makin renggang."
Aldo terdiam. Pikirannya dipenuhi oleh banyak pertanyaan, tapi satu hal yang jelas—dia tidak bisa membiarkan Rio terus memainkan perannya di balik layar. Dia harus melakukan sesuatu, dan dia harus melakukannya sekarang sebelum semuanya terlambat.
"Gue harus ketemu Alia," kata Aldo, suaranya tegas. "Gue harus kasih tau dia sebelum semuanya jadi makin buruk."
Namun, sebelum Aldo bisa bangkit dari kursinya, Nisa menahan lengannya. "Aldo, tunggu. Lo nggak bisa gegabah. Kalau Rio tau lo udah ngerti rencananya, dia mungkin bakal ngelakuin sesuatu yang lebih buruk. Lo harus hati-hati."
Aldo menatap Nisa, ragu sejenak, tapi kemudian dia mengangguk. Dia tahu bahwa Nisa benar. Meski ingin segera memperingatkan Alia, dia tidak bisa bertindak tanpa rencana matang. Rio bukan orang yang bisa diremehkan.
"Terus, menurut lo, gue harus gimana?" tanya Aldo akhirnya, suaranya lebih tenang.
Nisa menarik napas panjang, mencoba menyusun rencana di kepalanya. "Kita harus dapet bukti lebih banyak. Gue udah punya kontak yang bisa bantu kita, orang ini pernah kerja buat salah satu orang yang ada di foto-foto itu. Kalau kita bisa dapet lebih banyak info, lo bisa kasih tau Alia dengan bukti yang jelas. Dia nggak bakal bisa nolak kenyataan kalau lo punya semuanya."
Aldo terdiam sejenak, mempertimbangkan usulan Nisa. Meski dia ingin langsung bertindak, dia sadar bahwa rencana ini masuk akal. Jika dia menyerang Rio sekarang tanpa bukti kuat, ada kemungkinan besar Alia tidak akan percaya padanya—terutama setelah pertengkaran mereka sebelumnya.
"Oke," kata Aldo akhirnya. "Kita kumpulin bukti dulu. Tapi kita harus bergerak cepat. Gue nggak mau Rio semakin deket sama Alia."
Nisa tersenyum tipis. "Gue ngerti, Do. Gue juga nggak mau liat Alia jadi korban rencana kotor Rio."
Di tempat lain, Alia duduk di kamarnya, matanya terpaku pada layar ponselnya. Pesan dari Aldo masih ada di sana, tetapi dia belum membukanya. Setelah kejadian di kafe, perasaannya bercampur aduk. Di satu sisi, dia masih mencintai Aldo. Tapi di sisi lain, hubungan mereka sudah terlalu rumit, terlalu banyak keraguan dan luka yang harus dihadapi.
Dan Rio… Alia merasa bingung dengan perasaannya terhadap Rio. Dia tahu Rio selalu ada untuknya, menjadi teman yang mendengarkan tanpa menghakimi. Tapi setelah melihat Aldo dan Rio hampir bertengkar tadi, ada sesuatu yang membuat Alia merasakan firasat buruk. Ada sesuatu yang tidak dia mengerti tentang Rio, dan dia mulai meragukan apakah Rio benar-benar tulus dalam mendekatinya.
Tiba-tiba, ponselnya berdering. Nama Rio muncul di layar, dan Alia merasakan hatinya berdebar. Dengan ragu, dia menjawab panggilan itu.
"Alia, gue cuma mau ngecek lo baik-baik aja setelah tadi," suara Rio terdengar di seberang, lembut namun terasa agak dingin.
"Gue baik-baik aja, Rio. Cuma… tadi terlalu banyak yang terjadi, gue butuh waktu buat mikir," jawab Alia dengan nada pelan.
Rio terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Gue ngerti. Tapi gue cuma mau lo tau satu hal, Al. Gue ada di sini buat lo, kapan pun lo butuh. Gue nggak akan ninggalin lo, apalagi sekarang, pas lo lagi butuh orang yang bisa lo percaya."
Alia menggigit bibirnya, bingung harus bagaimana merespons. "Makasih, Rio. Gue hargain itu."
Setelah beberapa menit, mereka mengakhiri percakapan, namun pikiran Alia tetap kacau. Dia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa ada sesuatu yang aneh tentang Rio, sesuatu yang mungkin dia abaikan selama ini. Tapi apa?
Saat Alia mulai menelusuri kembali percakapan-percakapan mereka, tiba-tiba dia teringat sesuatu. Sebuah percakapan singkat yang dulu tampak tidak penting, namun kini terasa mencurigakan. Rio pernah mengatakan sesuatu yang aneh tentang teman-temannya, orang-orang yang dia sebut sebagai "partner bisnis." Saat itu, Alia tidak terlalu memikirkannya—Rio selalu berbicara tentang proyek-proyek kecil yang dia kerjakan di luar kampus, dan Alia menganggap itu hanya bagian dari kesibukannya. Tapi sekarang, dengan semua yang terjadi, kata-kata itu terasa berbeda.
Alia bangkit dari tempat tidurnya, merasakan kegelisahan mulai merambat. Dia berjalan mondar-mandir di kamarnya, mencoba menghubungkan potongan-potongan ingatannya tentang Rio. Siapa sebenarnya orang-orang yang bekerja sama dengan Rio? Dan apa yang sebenarnya mereka lakukan?
Alia memutuskan untuk mencari tahu lebih lanjut. Dia membuka laptopnya dan mulai mencari informasi tentang proyek-proyek yang pernah disebutkan Rio. Semakin dia menggali, semakin sedikit informasi yang bisa dia temukan. Seolah-olah proyek-proyek itu tidak pernah ada, atau setidaknya, mereka bukan proyek resmi yang pernah didokumentasikan.
Jantung Alia mulai berdegup lebih cepat. Kecurigaan yang selama ini dia abaikan kini semakin kuat. Dia tahu dia harus hati-hati, tapi perasaannya tidak bisa tenang sampai dia mengetahui kebenaran di balik semua ini.
"Apakah Aldo benar?" Alia bertanya pada dirinya sendiri. "Apakah Rio memang menyembunyikan sesuatu yang besar?"
Di tengah kebimbangannya, Alia menyadari bahwa satu-satunya cara untuk menemukan jawaban adalah dengan menghadapi Rio secara langsung—tapi dia harus melakukannya dengan hati-hati. Jika Aldo tahu lebih banyak, dia harus menemui Aldo dulu.