Anin akhirnya menemukan alasan yang mungkin menjadi penyebab suaminya bersikap cuek terhadapnya. Tidak lain adalah adanya perempuan idaman lain yang dimiliki suaminya, Kenan.
Setelah berbicara dengan sang suami, akhirnya dengan berbagai pertimbangan, Anin meminta suaminya untuk menikahi wanita itu.
" Nikahilah ia, jika ia adalah wanita yang mas cintai," Anindita Pratiwi
" Tapi, aku tidak bisa menceraikanmu karena aku sudah berjanji pada ibuku," Kenan Sanjaya.
Pernikahan Anin dan Kenan terjadi karena amanah terakhir Ibu Yuni, ibunda Kenan sekaligus ibu panti tempat Anin tinggal. Bertahannya pernikahan selama satu tahun tanpa cinta pun atas dasar menjaga amanat terakhir Ibu Yuni.
Bagaimana kehidupan Anin setelah di madu? Akankah ia bisa menjaga amanah terakhir itu sampai akhir hayatnya? Atau menyerah pada akhirnya?
Happy reading 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sasa Al Khansa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MAT 25 Ziarah
Menjaga Amanah Terakhir (25)
Hari ini Kenan dan Anin akan pulang. Cukup dua malam mereka menginap di Villa. Dua malam itu cukup membuat hubungan keduanya semakin tak bersekat.
" Apa sudah semuanya?,"
" Hmm, insya sudah," jawab Anin.
Kenan pun menghampiri bi Nuri yang mengantarkan kepulangan mereka.
" Terimakasih ya, Bi. Maaf merepotkan," ucap Kenan karena ia tahu sekalipun semua rencana Tante dan sepupunya, yang merealisasikan adalah bi Nuri.
"Tidak merepotkan kok, Den. Ini memang sudah tugas saya," Bi Nuri tersenyum.
Keduanya segera berpamitan setelah memberikan sedikit uang pada bi Nuri walaupun harus memaksa untuk menerimanya.
Dari kejauhan ada seseorang yang mengepalkan tangannya. Ia tak suka akan keharmonisan yang ditujukan sepasang suami istri itu.
Ada perasaan kecewa karena tidak bisa menggapai wanita pujaan hatinya.
...******...
Diperjalanan, Kenan kembali memutar lagu nasyid dari ponsel istrinya. Ponsel Anin ia pinjam tanpa penolakan sang istri sama sekali.
Anin tak merasa harus punya privasi sekalipun itu ponsel. Lagipula ia tak memiliki rahasia yang harus di sembunyikan dari suaminya.
Kenan pun dengan leluasa memilih lagu yang ia mau. Ternyata sang istri sudah mengkategorikan setiap lagu sesuai temanya.
Lagi, lagi yang bertema romantis yang di putar. Kini, mereka sedang mendengarkan lagu berjudul rumahku syurgaku.
Saat sedang menikmati alunan musik, Anin mengerutkan keningnya melihat papan penunjuk jalan.
" mas, ini bukan jalan pulang kan?," tanya Anin melirik ke arah suaminya.
" Ya, kita mampir ke suatu tempat dulu. Bukannya kita sudah membahas sebelum pergi?," Kenan melirik sekilas sang istri sebelum fokus kembali pada jalan di depannya.
Anin tampak mengingat-ingat. Apa yang sudah mereka bicarakan sebelum pergi.
" Maksud mas kita akan ziarah? Mas tahu tempatnya?," tanya Anin tak percaya perkataan sang suami benar adanya.
Kenan hanya tersenyum. " Ada peta digital," jawabnya enteng
" Jangan percaya seratus persen, mas. Sudah banyak yang ternyata di sesatkan kan?," Anin pernah melihat video dimana orang yang terlalu percaya peta digital hingga ia malah tersesat.
Kenan hanya tersenyum. Ia tahu itu. " Selama masih tampak aman, kita ikuti saja. Kalau sudah merasa akan tersesat, ya tinggal tanya orang. Malu bertanya sesuatu di jalan," jawab Kenan tenang.
" Ya, sudah. " Anin tak lagi mempermasalahkan. Lagipula ia pergi dengan suaminya. Bukan orang lain bukan?
Mereka pun sampai di sebuah tempat pemakaman yang cukup jauh dari perkotaan.
Bersyukur tidak menjadi orang yang di sesatkan oleh teknologi.
" Assalamu'alaikum, pak," Salam Kenan pada dua orang laki-laki yang sedang duduk di bawah saung kayu.
Saung itu seperti gazebo, atau lebih tepatnya gubuk kecil.
" Wa'alaikumsalam," jawab keduanya serempak.
" Ada yang bisa dibantu, Den?" tanya salah seorang di antara mereka dengan nada logat daerahnya.
" Begini, pak. Saya mencari makam atas nama Intan Tiara," Kenan menunjukkan kertas berisi nama dan kapan waktu meninggalnya serta blok dimana perempuan tersebut dimakamkan.
" Jang, blok ini mah wilayah kamu," ucap Yusuf yang biasa di panggil Ucup pada teman nya.
Kedua laki-laki itu bekerja sebagai pembersih makam. Mereka di upah untuk menjaga kebersihan makam.
Setiap orang sudah punya wilayah masing-masing.
" Oh iya. Ini mah letaknya di ujung sana," Ujang menunjuk ke arah dimana makam itu berada dengan ibu jarinya.
"Alhamdulillah, ternyata kita sudah sampai, An," ucap Kenan yang merasa jalannya untuk berziarah seolah di permudah.
Padahal, ia sudah khawatir akan berkeliling dulu sebelum sampai di lokasi tujuan. Bersyukur ia tidak hanya terpaku pada peta tapi tidak lupa bertanya pada orang yang ia temui.
" Aden dan Si Eneng bukan dari kota ini ya?" tebak Ujang melihat ke arah Kenan dan Anin.
" Bukan, pak. Saya dari ibu kota," jawab Kenan.
" Panggil Mamang saja." sela Ujang yang lebih nyaman di panggil Mang Ujang daripada Pak Ujang
" Oh, iya."
" Mari saya antar kesana," ucap Ujang
" Maaf merepotkan, Mang,"
" Tidak merepotkan. Ini tugas mamang." Jawab Ujang.
" Cup, saya antar ke makam dulu ya. Kamu jaga disini takut ada yang butuh tenaga kita," Ujang berpesan sebelum meninggalkan saung.
Selain menjaga kebersihan makam, mereka juga adalah salah satu tukang gali kubur.
" Siap,"
" Mari ikuti saya," Ujang yang hanya memakai kaos dan celana pendek itu berjalan di depan Anin dan Kenan.
Anin dan Kenan pun berjalan mengikuti langkah Ujang.
Kenan bahkan membuka payung lipat yang ia bawa dan merangkul pinggang Anin agar tetap ada di bawah naungan payungnya agar tidak terkena sinar matahari yang kini sedang terik-teriknya.
Cuaca memang sedang tidak bisa di prediksi Kadang hujan. kadang panas. Tapi, payung ini bermanfaat di kedua cuaca tersebut.
" Ini makamnya,Den." Ucap Ujang pada pusara yang ada di sampingnya.
Tertera jelas namanya, Intan Tiara.
" Terimakasih, Mang."
" Sama-sama. Kalau begitu saya permisi dulu,"
" Iya, mang,"
Keduanya kemudian berjongkok di samping batu nisan.
Tidak ada yang berbicara. Hening. Keduanya larut dengan perasaan masing-masing.
" Mas, jadi ini?,"
" Iya. Ini makam ibu kandungmu, An," jawab Kenan seolah tahu pertanyaan apa yang akan di lontarkan sang istri.
Air mata Anin mengalir deras. Ia tak menyangka akhirnya bisa berziarah ke makam wanita hebat yang telah mengandungnya.
Tak peduli akan apapun, wanita itu tetap mempertahankan kandungannya sekalipun tidak ada sosok laki-laki yang seharusnya bertanggung jawab padanya
Kenan hanya mengusap pundak sang istri memberi kekuatan. Didepan pusara ibu mertuanya, dalam hati Kenan berjanji akan memberikan kebahagiaan yang selama ini tidak ia berikan pada Anin.
Tidak lama kemudian, tidak jauh dari mereka seorang laki-laki paruh baya turun dari mobilnya.
Sejenak melihat ke arah mobil yang terparkir di sampingnya. Plat mobil luar kota, sama seperti dirinya.
Ada desahan berat terdengar. Seolah menunjukkan sebesar apa beban berat yang masih ia tanggung.
" Aku datang lagi," gumamnya yang hanya di dengar olehnya sendiri.
" Assalamu'alaikum, Mang Ujang. Sehat?," tanya pria paruh baya itu.
Seringnya berziarah membuat ia akrab dengan laki-laki yang selalu membantu membersihkan makam orang yang sampai saat ini menorehkan penyesalan yang sangat dalam.
" Wa'alaikumsalam. Alhamdulillah, pak." jawab Ujang menyalami laki-laki tersebut. Yusuf yang baru datang karena menuntaskan hajatnya pun ikut menyalami orang yang baik menurut mereka. Bukan apa-apa, keduanya selalu mendapatkan uang tip dari beliau.
" Mau ziarah, pak?," tanya Ujang basa basi.
Padahal, tak perlu bertanya karena jawabannya pasti.
" Seperti biasa..."
" Oh iya, tapi ada ..'
" Aduh , mang. Izin menggunakan toiletnya dulu ya. Saya nahan dari tadi," ucap laki-laki itu menyela perkataan Ujang.
" Oh iya atuh, silahkan. Mangga... Mangga."
Ujang mempersilahkan tanpa mengantarkan.
" Mang, terimakasih. Kami pamit dulu." ucap Kenan pada Ujang dan Yusuf.
" Oh iya, sama-sama." jawab Ujang dan Yusuf tersenyum. " Kalau boleh tahu, Aden siapanya almarhumah?," Ujang tidak bisa menahan rasa penasarannya.
TBC