Ashana Keyra Zerrin dan Kafka Acacio Narendra adalah teman masa kecil, namun Ashana tiba-tiba tidak menepati janjinya untuk datang ke ulang tahun Kafka. Sejak saat itu Kafka memutuskan untuk melupakan Asha.
Kemana sebenarnya Asha? Bagaimana jika mereka bertemu kembali?
Asha, bukankah sudah kukatakan jangan kesini lagi. Kamu selalu bertindak sesuka hati tanpa memikirkan orang lain. Aku butuh privasi, tidak selamanya apa yang kamu mau harus dituruti.” Ucapakan Kafka membuat Asha bingung, pasalnya tujuannya kali ini ke Stanford benar-benar bukan sengaja menemui Kafka.
“Tapi kak, Asha ke sini bukan sengaja mau menemui kak Kafka. Asha ada urusan penting mau ke …” belum selesai Asha bicara namun Kafka sudah lebih dulu memotong.
“Asha, aku butuh waktu untuk menerima semua ini. Walaupun untuk saat ini sebenarnya tidak ada kamu dalam rencanaku, semua terjadi begitu cepat tanpa aku bisa berkata tidak.” Asha semakin tidak mengerti dengan yang diucapkan Kafka.
“Maksud kak Kafka apa? Sha tidak
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21. Tidak antusias lagi
Sementara itu Kafka juga sedang makan malam dengan santai dan penuh hangat, kali ini dia pulang untuk sejenak melepas penat dan rindunya pada keluarganya. Saat ini dia baru saja memulai residen sebagai dokter bedah di rumah sakit yang menjadi rujukan kerja sama dengan universitasnya. Dia punya sedikit waktu untuk istirahat sebelum melalui hari-hari panjang sebagai mahasiswa dan juga residen bedah umum sebelum nanti dia melanjutkan fellowship untuk spesialis bedah jantung.
"Kak, Asha juga sedang di Indonesia. Gak pengen ketemu?" Tiara menunggu respon putranya.
"Hmm ... bukankah harusnya dia sudah lulus ma?" Kafka pikir harusnya dia sudah lulus lebih dulu karena sekolah bisnis tidak mungkin lama seperti sekolah kedokteran.
"Mama kurang tahu, mungkin lanjut S2 atau kerja di sana. Mama cuma tahu dia beberapa hari saja di sini," Kafka tampak ingin menjawab namun dia urungkan niatnya, dari semenjak terakhir kali mereka bertemu dan berakhir Kafka membuatnya kecewa. Asha sudah tidak pernah lagi mengirim pesan chat maupun DM lagi pada Kafka.
"Kakfa harus mengurus beberapa hal ma, nanti kalau Kafka ada waktu saja ketemunya" ucapan Kafka membuat Tiara sedikit kecewa, Tiara memang suka sekali dengan Asha dan Cia. Mengingat dia tidak punya anak perempuan, bahkan dia sudah membayangkan kalau ke dua putri sahabatnya itu suatu saat akan menjadi menantunya.
Malvin meluangkan waktunya selama dua hari penuh untuk keluarganya, semua urusan kantor dia serahkan pada Tama dan asistennya yang lain. Maira juga menyerahkan semua urusan butik pada Nadia asisten pribadinya. Mereka hanya pergi ke puncak Bogor, memilih tempat yang dekat agar tak perlu menghabiskan waktu lama di perjalanan. Bagi mereka saat ini kebersamaan dengan penuh hangat lebih dari cukup, bukan seberapa jauh dan mewah tempat mereka liburan.
"Sayang, lusa kamu sudah balik. Beneran gak mau ketemu kak Kafka dulu?" Maira mencoba untuk bertanya lagi pada putrinya, sebenarnya karena Tiara ingin sekali bertemu dengan Asha.
"Enggak bun. Asha mau tidur seharian di kasur, masih kangen sama kasur tapi lusa sudah harus di tinggal" mereka sedang dalam perjalanan pulang menuju Jakarta setelah dua hari berada di Bogor. Asha menyandarkan kepala pada lengan bundanya, Cia yang sudah terlelap tidur di paha bundanya sedangkan Rion yang masih bernyanyi dengan suaranya yang indah menemani ayahnya duduk di depan.
Asha maupun Kafka sudah berkemas dan siap untuk kembali ke negara masing-masing mereka menempuh pendidikan. Keduanya tak tahu kalau jam keberangkatan mereka berdekatan dan berada di terminal keberangkatan yang sama kecuali orang tua mereka. Asha dan keluarganya sudah berada di bandara, Asha transit dulu di Singapur sebelum melanjutkan penerbangan ke Boston. Asha masuk setelah sebelumnya berpelukan dengan semua keluarganya.
Naren yang melihat Cia dari kejauhan langsung berlari menghampiri. Kafka datang setelah Asha sudah masuk, jadi dia belum sempat bertemu dengan Asha.
"Cia," Panggil Naren sambil berlari mendekat.
"Naren kok ada di sini?" Cia tersenyum lebar melihat Naren yang datang menghampirinya.
"Tuh, nganter kakak." Naren menunjuk Kafka dan keluarganya yang berjalan kearah mereka.
"Nganter Asha Vin?" Keenan dan Tiara mendekat dan mereka saling menyapa dan berpelukan, Malvin berpelukan dengan Keenan dan Tiara berpelukan dengan Maira. Sementara Kafka terlihat sedikit resah karena tidak melihat Asha.
"Iya dia sudah masuk, penerbangan 20 menit lagi dengan Singapore Airlines" Malvin menjelaskan karena melihat raut keresahan Kafka yang seolah mencari keberadaan Asha. Sampai tiba-tiba terlihat Asha yang berjalan keluar lagi sambil berteriak.
"Rioooonnn ... ade Rioon, ih jahil banget sih. Ayah macbook aku," Rion puas bisa mendengar kakaknya mengeluarkan tone suara tinggi meneriakinya. Dia tekekeh berhasil membuat kakaknya keluar lagi, sengaja Rion ambil macbook kakaknya tanpa Asha sadari karena dia tahu dari bundanya kalau Kafka ada penerbangan yang berdekatan dengan kakaknya. Di sini Rion belum benci Kafka karena dia belum tahu sudah ada benih-benih sakit hati yang di ciptakan Kafka untuk kakaknya.
"Ade, nanti kakak telat masuk pesawat" Maira menegur dengan lembut putra bungsunya itu, dan semua yang ada di sana terlihat menatap pada Kafka.
"Titipin Kafka saja Ra! Dia kan juga mau masuk," Maira dan Malvin paham maksud Tiara yang diikuti anggukan dari Keenan.
"Kakak sana masuk, kasih ke Asha. Takutnya dia telat masuk pesawat," Tiara mengkode putranya tersebut dan Kafka sudah tidak bisa berkutik kalau mamanya yang memerintah.
"Tante minta tolong ya nak, macbooknya kasih ke Asha." Maira mengambil macbook dari tangan Rion untuk di berikan pada Kafka.
"Baik tante, Kafka pamit masuk," Kafka masuk setelah berpamitan pada semuanya, sementara dari tempatnya berdiri Asha menyilangkan ke dua tangannya di depan dada sambil mencebik marah pada Rion. Dia tidak ingin berinteraksi dengan Kafka karena itu dia malas bertemu, gara-gara adiknya dia harus bertemu Kafka.
"Mana macbooknya kak?" tanpa basa basi Asha langsung meminta macbooknya begitu Kafka sudah ada di depannya.
"Bisa minta yang baik gak sih? Gak usah nyolot," Kafka tahu sepertinya Asha masih marah atas kejadian beberapa bulan lalu.
"Tolong kak, macbooknya. Terimakasih," Asha menjawab dengan nada malas, bukannya memberikan macbook pada Asha. Kafka justru mendekatkan badannya pada Asha, membuat Asha melangkah mundur sampai menyentuh kursi dan hampir saja dia terjatuh kebelakang.
Dengan cepat Kafka menarik tangan Asha agar tidak jatuh terjungkal ke belakang, perbuatan Kafka membuat tubuh mereka berjarak sangat dekat. Bahkan wajah mereka saling berdekatan dengan mata yang saling bertatapan. Jantung Asha rasanya sudah akan melompat keluar saat tiba-tiba Kafka memperpendek jarak wajah mereka, dengan senyum smirk Kafka semakin mendekatkan wajahnya pada Asha. Beruntung saat itu petugas bandara dari pengeras suara mengatakan bahwa penumpang Singapore Airlines sudah harus masuk ke pesawat.
Asha langsung mengambil macbooknya dari tangan Kafka dan sedikit mendorong tubuh Kafka mundur, lalu dia berlajan dengan cepat meninggalkan Kafka yang masih berdiri di sana. Wajah Asha saat ini sudah bersemu merah, jantungnya berdetak lebih cepat. Namun ketika dia ingat kejadian beberapa bulan lalu, rasa sakit hatinya tiba-tiba muncul kembali. Sementara tak berbeda dengan Asha, wajah Kafka juga bersemu merah atas tindakannya sendiri. Seketika limbung dan berpegangan pada kursi yang ada di dekat Asha tadi hampir jatuh, dia bingung dengan dirinya sendiri. di saat Asha menjauh ada rasa rindu, tapi ketika Asha selalu mendekat dia merasa terganggu