Hidup Nicho Javariel benar-benar berubah dalam sekejap. Ketenaran dan kekayaan yang dia dapatkan selama berkarir lenyap seketika akibat kecanduan obat-obatan terlarang. Satu per satu orang terdekatnya langsung berpaling darinya. Bukannya bertobat selepas dari rehabilitas, dia malah kecanduan berjudi hingga uangnya habis tak tersisa. Dia yang dulunya tinggal Apartemen mewah, kini terpaksa pindah ke rumah susun lengkap dengan segala problematika bertetangga. Di rumah susun itu juga, ia mencoba menarik perhatian dari seorang perempuan tanpa garis senyum yang pernah menjadi pelayan pribadinya. Dapatkah ia menemukan tempat pulang yang tepat?
"Naklukin kamu itu bangganya kek abis jinakin bom."
Novel dengan alur santai, minim konflik penuh komedi sehari-hari yang bakal bikin ketawa-ketawa gak jelas tapi tetap ada butterfly effect.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yu aotian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Selama beberapa detik, pandangan Nicho malah tertancap pada rangkaian bunga tersebut. Pasalnya, buket yang berisi kumpulan bunga mawar merah itu adalah hadiah pemberiannya saat mereka masih berstatus sebagai tamu hotel dan pelayan pribadi.
"Bukan di situ tempatnya!" Suara Sera tiba-tiba mengejutkan Nicho yang tengah menatap buket bunga mawar di atas bufet.
Nicho yang tersadar dari lamunannya, lantas segera berjinjit untuk mengambil sebuah kotak dari bahan kaleng yang terletak di atas lemari. Ia lalu kembali duduk bersimpuh di hadapan Sera dengan satu kaki yang ditekuk ke atas.
"Biar aku aja!" Sera menahan tangan Nicho yang hendak membuka kotak box berisi obat-obatan miliknya.
Nicho malah menyingkirkan tangan Sera, lalu membuka kotak box tersebut.
"Gak perlu sungkan sama pacar sendiri!" goda Nicho dengan sudut bibir yang terangkat sebelah.
"Pacar?"
"Ingat, orang-orang tadi sudah tahu kalau kita berpacaran. Jadi gak ada alasan bagi kamu buat jutekin aku di luar," ucapnya lagi.
"Kamu dah bohongi orang-orang."
"Gak papa, bagi aku bohong itu salah satu cabang olahraga beladiri dan bela kamu."
Ya, bukan Nicho jika tak pandai mengeluarkan jurus rayuannya pada wanita. Sayangnya, target kali ini sama sekali tak termakan gombalannya.
Nicho mulai mengoleskan cream luka ke pipi Sera dengan lembut. Sera tampak meringis menahan perih saat jari telunjuk Nicho menyentuh lukanya. Jarak pandang mereka yang begitu dekat, membuat bola mata perempuan itu berkeliaran tak tentu arah, enggan bertemu pandang dengan Nicho yang juga tengah menatapnya. Tiba-tiba, Nicho memiringkan kepalanya dengan dagu yang sedikit dimajukan.
"Mau ngapain kamu?" Sera menahan dada Nicho seiring wajah mereka nyaris bertemu.
"Niup lukamu. Soalnya kamu kelihatan nahan perih," ucapnya yang juga ikut tersentak karena Sera menepuk dadanya cukup kuat.
Sempat meremas baju pria itu, Sera lantas melonggarkan cengkraman tangannya seiring Nicho mulai meniup luka tersebut, sehingga mendatangkan sensasi sejuk di permukaan kulitnya. Terakhir, menempelkan plester pada luka cakaran yang memanjang di sekitar pipi Sera.
"Selesai!" Nicho menutup kotak box P3K lalu bersiap untuk mengembalikan ke tempat semula.
"Makasih." Senyum tulus Sera terurai lembut.
Nicho yang baru saja hendak berdiri untuk mengembalikan kotak tersebut, lantas langsung berjongkok di hadapan Sera dengan kedua tangan yang melipat di atas lutut.
"Lihat kamu senyum, dah kek nungguin gerhana matahari. Langka!"
Ekspresi datar kembali memenuhi wajah Sera. Bukannya segera pergi, Nicho malah kembali teringat rencana untuk mengajak Sera makan di luar.
"Oh, iya, utangku yang semalam ...."
"Kamu tidak berutang apa pun!" tandas Sera cepat.
"Oke, kalo gitu, aku pengen gantian traktir kamu malam ini."
Nicho langsung menempelkan jari telunjuk secara vertikal di bibir Sera seolah tahu perempuan itu akan menolaknya.
"Ingat, kita perlu lebih membuktikan ke orang-orang kalau kita memang berpacaran."
Sera menepis jari telunjuk Nicho yang mendekap bibirnya. "Gak ada yang perlu dibuktikan untuk hal yang memang gak terjadi!"
"Kalo gitu, gimana kalo aku jadi pacar sungguhan kamu aja?"
"Gak!"
Ditolak mentah-mentah untuk pertama kalinya, sifat narsistik Nicho mendadak kumat. "Jangan buru-buru nolak gitu. Kamu belum tahu aja pesonaku bisa ngalahin terjangan badai."
"Wow, pasti sudah banyak menelan korban!" cetus Sera penuh sarkastik.
"Pokoknya, aku tunggu malam ini," ucap pria itu sambil mengedipkan sebelah mata sebelum akhirnya benar-benar keluar dari kediaman Sera.
***
Setelah kembali ke rumah, Ucup langsung mengapresiasikan tindakan Nicho saat membela Sera dari amukan emak-emak rusun.
"Selamat, Bang! Akhirnya Abang berhasil memerankan tokoh hero bagi neng Sera."
Dipuji Ucup, membuat Nicho tersenyum bangga. Dengan meluap-luap, ia menceritakan pada Ucup tentang buket bunga pemberiannya yang ternyata masih disimpan Sera di dalam rumahnya.
"Tadinya, gua cuma iseng aja ngasih tuh bunga. Eh, mana tahu gua kalo tuh buket dibawa pulang ke rumah dan masih disimpan sampai sekarang," jelas Nicho penuh antusias.
Mendengar hal itu, Ucup langsung memetik jari dan menyimpulkan, "Gak salah lagi, Bang! Neng Sera sebenarnya kesemsem sama Abang."
"Yang bener, Cup?" Hidung Nicho tampak mekar seiring hatinya mendadak berbunga-bunga.
"Iya, Bang. Udah jelas banget. Ngapain masih simpan bunga dari pemberian tamunya?"
Analisis Ucup memang tidak salah jika dilihat dari keterangan yang diberikan Nicho. Namun, ada satu hal yang lupa Nicho jelaskan, bahwa sebenarnya dia sendiri lah yang meminta Sera untuk tetap menjaga dan merawat bunga itu. Apalagi Nicho beralasan bunga tersebut merupakan pemberian fansnya. Bukankah seharusnya Sera hanya memenuhi amanatnya?
"Tapi, Bang! Menurut gua ... yang disukai neng Sera itu sebenarnya bang Nicho yang asli, bukan Abang versi Jaka seperti sekarang," ucap Ucup tiba-tiba.
Senyum Nicho langsung memudar secara bertahap.
"Ya, gak salah, sih. Waktu itu kan dia tahunya Abang sebagai aktor. Keren, ganteng, terkenal dan kaya bukan seperti sekarang. Pengangguran!" celetuk Ucup kembali.
"Bisa gak, gak usah ditekanin tuh kata pengangguran!" Suasana hati Nicho mendadak berubah.
"Ya, kita lihat realita jaman sekarang, Bang. Bagi cewek, cinta itu dilihat dari mata, Bang. Maksudnya ... mata pencarian!" imbuh Ucup dengan nada menohok.
"Kalo gitu infoin lowongan pekerjaan yang berangkat sesuka hati pulang kaya raya."
"Ngepet, Bang!" jawab Ucup cepat.
Nicho mengeronyotkan bibirnya. Ya, tak bisa dipungkiri dirinya saat ini memang hanyalah seorang pengangguran.
"Jaman sekarang nyari kerja udah kek cari keadilan, Bang. Susah!"
"Gua baru ingat!" cetus Nicho mendadak, "kemarin, dia bilang ... dia dah berhenti kerja."
"Kenapa, Bang?"
"Itu yang belum gua cari tahu!"
.
.
.
Like dan komeng