Letnan satu Bisma Dwipangga patah hati setelah diputuskan oleh tunangannya. Hubungannya yang sudah terjalin cukup lama itu, kandas karena sebuah alasan. Demi sebuah jenjang karier yang masih ingin digapai, dr. Jelita Permata terpaksa mengambil keputusan yang cukup berat baginya.
"Aku ingin melanjutkan studiku untuk mengejar dokter spesialis. Kalau kamu tidak sabar menunggu, lebih baik kita sudahi hubungan ini. Aku kembalikan cincin tunangan ini." Dr. Lita.
"Kita masih bisa menikah walaupun kamu melanjutkan studi menjadi Dokter spesialis, aku tidak akan mengganggu studi kamu, Lita." Lettu Bisma.
Di tengah hati yang terluka dan patah hati, Bu Sindi sang mama justru datang dan memperkenalkan seorang gadis muda yang tidak asing bagi Letnan Bisma.
"Menikahlah dengan Haura, dia gadis baik dan penurut. Tidak seperti mantan tunanganmu yang lebih mementingkan egonya sendiri." Bu Sindi.
"Apa? Haura anak angkat mama dan papa yang ayahnya dirawat karena ODGJ?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Penantian Bisma
"Haura, kenapa kamu belum pulang, ini sudah jam 12.00 siang, lho? Tadi kata mama mu sebelum keluar, aku disuruh ingatin kamu supaya pulang jam 12 saja," peringat Yesy seorang karyawan butik sekaligus QC di butik Sindi ini.
"Nanti sebentar lagi, Mbak. Saya mau selesaikan dulu satu rancangan ini. Mumpung masih di sini, saya ada kesempatan banyak untuk mendesain," alasan Haura sembari melanjutkan pekerjaannya.
"Ya, sudah kalau begitu. Tapi, nanti jangan salahkan saya jika mamamu menegur," ujar Yesy lagi.
"Tidak, Mbak. Tenang saja." Haura segera menyelesaikan desainnya sebelum jam satu siang.
Akhirnya desain yang dikerjakan Haura selesai. Haura segera merapikan semua peralatan desainnya. Dan membawa hasil rancangannya ke rumah, untuk di serahkan ke Dosen Pembimbingnya di kampus, besok.
"Mbak Yesy, saya pulang, ya," pamit Haura pada Yesy.
"Ok, hati-hati Haura. Desainnya jangan sampai ketinggalan." Yesy mengingatkan.
"Sudah, ini saya ambil," ujar Haura sembari menuju motornya yang diparkir.
Haura melajukan motornya menuju rumah, ia lupa kalau hari ini Bisma memintanya untuk menemuinya di Senvira Cafe. Sepertinya Haura memang tidak ingat akan permintaan Bisma kemarin di secarik kertas yang dia temukan di atas kasurnya.
Dua puluh menit kemudian, Haura tiba di depan rumah. Ia merapikan motornya di bawah canopy. Lalu masuk lewat pintu samping yang tembus ke dapur. Di dapur, Haura disambut Bi Mimin.
"Non Haura, tumben jalannya lewat samping, bibi sampai terkejut," ujar Bi Mimin.
"Maaf, Bi. Saya haus, makanya lewat ke sini," sahut Haura.
"Waduh, Non Haura haus. Kebetulan di dalam kulkas ada sirup jeruk, Non," tawar Bi Mimin.
"Tidak, Bi. Saya kurang suka sirop, saya minum air bening saja." Haura segera meraih gelas lalu menuangkan air bening dari dispenser.
Setelah hausnya hilang, Haura melanjutkan langkahnya menuju kamar. Rasa lelah begitu menggelayuti tubuhnya, sehingga saat melihat ranjang di depan mata, Haura sudah tidak sabar untuk melabuhkan tubuhnya di sana.
"Enak banget sepertinya tidur siang dulu sebentar," gumamnya seraya membanting tubuhnya di kasurnya. Hanya beberapa saat, Haura sudah terlelap seakan habis minum obat tidur.
"Ya ampun Non Haura, sepertinya dia sangat ngantuk sampai tasnya berceceran seperti ini. Ini juga, gambar desain gaun berceceran di lantai," ujar Bi Mimin sembari merapikan tas dan kertas setengah karton ke atas meja.
Saat Bi Mimin akan meninggalkan kamar Haura, Bi Mimin melihat secarik kertas di kolong ranjang, dengan penasaran Bi Mimin meraih kertas itu.
Bi Mimin mengamati sejenak kertas bertulisan itu. Bi Mimin akhirnya membaca isi surat itu yang ternyata dari Bisma yang ditujukan untuk Haura.
"Jadi, Den Bisma semalam tidur di kamar Non Haura? Dan Non Haura tadi subuh tidur juga di kamarnya? Apa mereka tidur berdua dan janjian? Waduh, kalau begitu bahaya dong. Aku harus laporkan sama Bu Sindi, takutnya mereka terlanjur sudah melakukan hal tidak-tidak tadi subuh." Bi Mimin menduga-duga tentang apa yang terjadi tadi subuh antara Bisma dan Haura.
"Kalau aku tidak bilang sama Bu Sindi, aku takut kebawa dosa. Aku tidak mau hal yang tidak-tidak terjadi di rumah ini. Maafin Den Bisma, Non Haura. Bukan mulut bibi comel atau celupar, tapi kelakuan kalian tidak boleh berkelanjutan," gumam Bi Mimin sepanjang melangkah ke dapur.
Selama ini Bi Mimin memang mendapat mandat dari Bu Sindi dan Pak Saka, untuk mengawasi kedua anaknya jika mereka kebetulan tidak sedang berada di rumah.
"Berarti tadi subuh itu, Den Bisma sepertinya baru keluar kamar Non Haura. Ya ampun, aku tidak bisa bayangkan jika sampai terjadi hal yang tidak senonoh di kamar ini antara Den Bisma dan Non Haura. Jangan sampai, deh," gumam Bi Mimin masih belum berhenti khawatir.
"Tapi, kenapa Non Haura tidak pergi menemui Den Bisma seperti permintaannya di surat ini? Apakah Non Haura lupa atau tidak membaca kertas ini?" Bi Mimin masih belum berhenti berpikir tentang isi surat dari Bisma untuk Haura itu.
Sementara Bi Mimin sedang gelisah menantikan kepulangan Bu Sindi dan Pak Saka ke rumah. Setali tiga uang dengan yang dirasakan Bisma saat ini. Dia sudah tiba di Senvira Cafe lima belas menit yang lalu. Pulang dari kantor, ia langsung menuju kafe, karena setahunya Haura pulang dari butik biasanya jam 12 siang.
"Haura, sudah lebih dari 15 menit aku menunggu, tapi dia belum datang-datang. Apakah Haura tidak membaca surat dariku? Ah, tidak mungkin. Surat itu jelas ada di atas kasurnya. Jadi mana mungkin dia tidak melihat?" pikir Bisma dengan gelisah sembari sesekali melihat jam tangan.
"Ya ampun, sudah setengah jam, anak ingusan itu tidak datang juga. Masa iya jam 12 pulang dari butik, kalaupun mau ganti baju di rumah, paling menghabiskan waktu 30 menit. Sedangkan jam di tanganku sudah setengah dua lewat lima belas menit. Ke mana dia? Kenapa belum datang? Dan lagi, kenapa juga Haura tidak berinisiatif menghubungiku? Aku yakin Haura sudah menyimpan nomer aku di Hp nya." Bisma masih menggerutu sembari menunggu kedatangan Haura seperti permintaannya di dalam secarik kertas.
Hp di genggamannya sudah berulang kali ia lihat. Namun panggilan yang dicurigai dari Haura, tidak ada sekalipun menghubungi. Bisma mendengus kesal. Dia tidak percaya kalau Haura sampai tidak menyimpan nomer Hp nya.
Bisma yang sudah tahu nomer Hp Haura dari Hp sang mama, tidak juga berinisiatif untuk menghubungi Haura dan memintanya datang atau sekedar basa-basi kenapa belum datang juga. Bisma tidak mau dibilang nyosor duluan dengan menghubungi Haura lebih dulu.
"Sialan," umpatnya setelah melihat jam tangannya yang hampir menuju ke angka setengah tiga. Telpon yang ditunggu-tunggu dari Haura tidak muncul juga, sampai Bisma kesal.
Rasa kesal dan marah, menyeruak di dalam dada. Tidak bisa menunggu lagi, akhirnya Bisma berdiri dan bangkit dari duduknya. Ia menyudahi penantiannya di kafe itu. Bisma memutuskan untuk pulang ke rumah.
Bisma merasa dipermainkan oleh Haura yang tidak datang ke kafe yang dijanjikannya. "Haura benar-benar mempermainkan aku." Bisma merutuk sepanjang jalan kepada Haura, ia tidak suka diperlakukan seperti ini.
Tiba di rumah, kedatangan Bisma disambut tegang oleh Bu Sindi dan Pak Saka, di ruang keluarga. Tidak ketinggalan ada Haura juga di sana, wajahnya menunduk sedih, entah apa yang saat ini dirasakan Haura, menjadi pertanyaan dalam benak Bisma.
Wajah Bisma seketika mengerucut, ia merasa heran dan aneh dengan reaksi wajah kedua orang tuanya yang tegang saat menyambutnya.
"Mama dan Papa, kenapa wajahnya tegang seperti ini? Apa ada yang salah dengan Bisma?" heran Bisma benar-benar tidak mengerti.
"Diam dan dengarkan perkataan kami tanpa menerima menyanggah atau memberi penolakan," tegas Pak Saka.
Bisma hanya terlongo dan tidak paham dengan apa yang dikatakan papanya, sementara Haura, masih menunduk sejak tadi di samping sang mama.
selamat berkarya yg lain sehat selalu 💪🙏
berharap kk 😆🙏🏻