Joko, seorang mahasiswa Filsafat, Vina adalah Mahasiswa Fisika yang lincah dan juga cerdas, tak sengaja menabrak Joko. Insiden kecil itu malah membuka jalan bagi mereka untuk terlibat dalam perdebatan sengit—Filsafat vs Sains—yang tak pernah berhenti. Vina menganggap pemikiran Joko terlalu abstrak, sementara Joko merasa fisika terlalu sederhana untuk dipahami. Meski selalu bertikai, kedekatan mereka perlahan tumbuh, dan konflik intelektual itu pun berujung pada pertanyaan yang lebih pribadi: Bisakah mereka jatuh cinta, meski dunia mereka sangat berbeda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arifu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memulai hal baru
Hari-hari setelah pengakuan itu terasa berbeda. Joko dan Vina tidak lagi hanya berbicara tentang filsafat dan fisika, tetapi mulai berbagi banyak hal lain. Mereka lebih sering menghabiskan waktu bersama, baik di ruang kelas, di kantin, ataupun di taman kampus yang sering mereka kunjungi. Meskipun hubungan mereka baru saja dimulai, ada sesuatu yang terasa alami dan nyaman di antara mereka.
Pada suatu pagi yang cerah, saat Joko sedang duduk di ruang baca, dia menerima pesan singkat dari Vina.
Vina Fisika: Jok, lo lagi di mana? Ada yang perlu gue tanyain.
Joko menoleh ke sekelilingnya, memastikan tidak ada teman yang mengganggu. Dia mengetik balasan.
Joko Filsafat: Di ruang baca, ada tugas sedikit. Ada apa?
Tak lama kemudian, pesan masuk kembali.
Vina Fisika: Lo harus bantu gue, serius deh. Ada eksperimen fisika yang gue nggak ngerti sama sekali. Bisa nggak lo datang ke lab gue sekarang?
Joko tersenyum membaca pesan itu. Tanpa berpikir panjang, dia segera mengumpulkan barang-barangnya dan pergi menuju lab fisika.
Sesampainya di sana, dia melihat Vina sedang duduk dengan raut wajah bingung di depan meja yang penuh dengan alat-alat percobaan.
"Lo nggak perlu bikin muka sesedih itu, Vin. Gue di sini kok," kata Joko sambil duduk di sampingnya.
Vina memutar bola matanya, tapi tidak bisa menahan senyum. "Gue nggak ngerti deh, Jok. Ini fisika banget, tapi tetep aja susah. Kalau gue nggak paham gini, gimana gue bisa lulus ujian?"
Joko mengangguk dengan serius. "Tenang aja. Kita hadapin bareng-bareng. Gue juga nggak tahu banyak tentang fisika, tapi kalau lo mau, gue bantu dengan cara gue sendiri."
Vina menatap Joko dengan ragu. "Lo serius? Maksudnya, lo yang bakal ngajarin gue fisika?"
Joko tertawa kecil. "Ya, ngapain enggak? Fisika sama filsafat, walaupun beda bidang, kadang punya prinsip yang sama. Pokoknya, lo harus mulai ngelihat sesuatu dari perspektif yang beda."
Vina tersenyum lebar. "Duh, lo tuh, Jok. Selalu aja ada cara buat bikin gue ngerasa lebih tenang."
Joko mengangkat bahu. "Ya kan, itu tugas gue sekarang, kan?"
Mereka mulai menyusun eksperimen, dengan Joko memberikan penjelasan berdasarkan prinsip-prinsip filsafat yang ia pelajari, dan Vina mencoba menerapkan logika fisika untuk eksperimen tersebut. Meskipun awalnya agak canggung, mereka berdua mulai bekerja lebih cepat dan efektif. Setiap kali Vina terjebak dalam kebingungannya, Joko dengan sabar memberinya sudut pandang baru, dan Vina mulai paham sedikit demi sedikit.
Setelah beberapa jam, akhirnya mereka menyelesaikan eksperimen dan berhasil mencapai hasil yang diinginkan. Vina memandang Joko dengan rasa kagum.
"Jujur aja, Jok, gue nggak nyangka lo bakal bisa bantu gue sebaik ini. Lo emang anak filsafat yang aneh banget, tapi kadang, aneh itu juga perlu."
Joko tersenyum dan menggaruk tengkuknya, merasa sedikit malu. "Ya, siapa tahu filsafat bisa dipakai buat fisika, kan?"
Vina tertawa. "Lo emang nggak ada matinya, Jok. Tapi gue seneng banget akhirnya bisa ngerti sedikit tentang eksperimen ini. Makasih, ya."
Joko mengangguk, merasa puas. "Sama-sama. Gue juga seneng bisa bantu lo. Kalau lo butuh bantuan lagi, tinggal bilang aja."
Setelah selesai, mereka berdua duduk sebentar di lab, menikmati keheningan yang nyaman. Joko mulai menyadari, bahwa meskipun dunia mereka berbeda, ada banyak hal yang bisa mereka nikmati bersama. Ini bukan hanya soal fisika atau filsafat, tapi tentang saling mengerti, dan mungkin juga... tentang saling peduli.
Vina menatap Joko dengan senyum yang berbeda. "Jok, kadang gue mikir... lo tuh orang yang paling nggak peka, tapi ternyata, di balik itu semua, lo punya cara sendiri buat ngejaga orang lain. Gue... suka itu."
Joko terdiam mendengar kalimat itu. Hatinya terasa hangat, dan dia mulai menyadari betapa berartinya Vina dalam hidupnya. Mungkin dia bukan tipe orang yang bisa mengungkapkan perasaan dengan kata-kata manis, tapi Vina sudah mengerti cara dia. Dan itu sudah cukup membuatnya merasa istimewa.
"Gue juga... mulai ngerti apa yang lo maksud, Vin," kata Joko pelan, suaranya hampir tenggelam dalam suasana yang semakin intim.
Vina menatapnya, dan kali ini, mereka berdua tidak lagi merasa canggung. Mereka tahu, bahwa hubungan ini, meskipun dimulai dari kebingungannya masing-masing, telah berkembang menjadi sesuatu yang lebih berarti. Sebuah hubungan yang tidak dibangun hanya dengan kata-kata, tetapi dengan kepercayaan dan pemahaman yang lebih dalam.
Di tengah percakapan mereka, bel pintu lab berbunyi, menandakan waktunya untuk pulang. Tetapi kali ini, Joko merasa ada sesuatu yang berbeda. Dia tidak hanya merasa lega karena eksperimen berhasil, tetapi juga karena dia mulai merasa bahwa, bersama Vina, dia bisa menjelajahi lebih banyak hal dalam hidup ini—bahkan hal-hal yang paling sulit sekalipun.
Mereka berdua keluar dari lab, berjalan berdampingan. Dan meskipun mereka belum tahu apa yang akan datang di masa depan, mereka yakin bahwa perjalanan ini baru saja dimulai.