Fatin Trias Salsabila seorang desainer muda yang memulai karirnya dengan kemampuan otodidatnya. Fatin yang mengenyam pendidikan di pesantren selama 6 tahun, namun tidak menghalangi bakatnya dalam menggambar desain baju muslimah. Dari kecil ia memang sangat suka menggambar.
Berangkat dari keluarga yang terpandang. Namun Fatin tidak ingin identitasnya diketahui banyak orang. Karena ia tidak mau dianggap sebagai aji mumpung.
Ia mulai sukses saat dia mulai mengirimkan beberapa gambarnya melalui email ke beberapa perusahaan besar di luar Negeri yang menggeluti fashion muslimah. Beberapa tahun kemudian ia pun resmi menjadi seorang desainer muda yang berbakat.
Zaki Ferdinan Abraham, seorang pengusaha muda yang bergerak di bidang fashion. Zaki dan Fatin bertemu di acara perhelatan desainer Muslimah se Asia. Dan dari situlah awal cerita mereka dimulai. Tidak hanya Zaki, ada sepupu Zaki yang juga akan menjadi saingannya nanti. Siapakah yang akan menjadi pendamping Fatin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nasehat Bunda
Dag dig dug
Ada hati yang berdebar begitu kencang. Ada nafas yang bersautan saling memburu.
"Mas... "
"Sstt..."
Zaki membungkam mulut Fatin dengan jari telunjuknya. Zaki menyingkirkan rambut Fatin yang menghalangi pipinya. Tubuh Fatin pun gemetar.
"Dengarkan baik-baik. Kita memang belum lama kenal. Tapi saat ini kita sudah sah menjadi suami istri. Jadi mau tidak mau kita harus belajar saling memahami satu sama lain. Kamu mengerti kan?"
"Hem... " Fatin tidak bisa berkata-kata. Saat inikeduanya sangat dekat bahkan hembusan nafas Zaki bisa Fatin rasakan.
"Manusia kutub ini ternyata tidak sedingin yang kukira. Oh lihatlah...jika diperhatikan dia memang tampan sekali." Batin Fatin.
Zaki menuntun kedua tangan Fatin untung melingkar di lehernya.
"Honey...."
"Ya, apa?"
Zaki menarik hidung Fatin. Dan Fatin merengut.
"Mulai saat ini aku akan memanggilmu honey."
Ada bunga-bunga bermekaran di hati Fatin. Ia yang sebelumnya tidak pernah merasakan jatuh cinta sama sekali, sepertinya saat ini tengah dilanda asmara.
"Honey, boleh aku minta sesuatu?"
"A-aku sedang datang bulan..." Fatin salah paham.
"Ppffff.... memangnya aku mau minta apa?"Zaki merasa istrinya ini polos dan lucu.
"Eh... tidak tahu." Fatin membuang muka.
"Bolehkah aku memelukmu?"
Deg
"Bukankah kamu sudah memelukku tadi malam?"Tanya Fatin dengan polosnya.
Fatin menunduk malu. Zaki pun tersenyum. Sontak ia memeluk tubuh istrinya dengan erat. Pagi ini penuh kehangatan meski bukan di atas ranjang.
Jam 8 Pagi Fatin dan Zaki keluar untuk sarapan di restoran. Keluarga mereka sudah menunggu.
"Pengantin baru, auranya MasyaAllah ya?" Ujar Bu Wardah."
Membuat yang lain ikut tersenyum memperhatikan Zaki dan Fatin yang masih terlihat kaki di hadapan mereka.
"Mami... semalam Fania nggak bisa tidur." Fania mengadu.
"Lho kenapa?"
"Fania pingin tidur sama Mami dan Papi, tapi nggak boleh sama Mama. Kata Mama kalau Fania tidur sama kalian nanti Fania nggak jadi punya adik."
Ucapan Fania disambut tawa oleh yang lainnya. Fatin hanya bisa tersenyum, ia tidak tahu harus menjawab apa.
Setelah selesai sarapan mereka bersiap untuk cek out. Keluarga Zaki akan langsung kembali ke Jakarta naik jet pribadi.
Namun sebelum meninggalkan hotel, Fania sempat berbisik di telinga Arya. Arya mengangguk dan menyatukan ibu jari dan jari telunjuknya kepada Fania, tanda oke.
"Fania ayo."
"Sebentar Ma, Fania masih pamit sama Om ganteng."
Fania pun mencium punggung tangan Arya. Lalu memberikan satu kecupan di pipi Arya.
"Ish kenapa anak itu jadi centil." Ucap Zaki.
"Bukan centil Mas, mungkin dia sudah sayang sama Bang Arya. Dan itu caranya menunjukkan. Maksudku sayang seperti seorang anak kepada orang tua begitu."
"Hem... sepertinya."
Akhirnya keluarga Fatin pun meninggalkan hotel dan kembali ke rumahnya masing-masing. Saat ini Zaki dan Fatin sudah berada di kediaman Abi Tristan.
"Fatin, ajak suamimu beristirahat di kamar. Kalian pasti masih capek."
"Iya Bunda."
Fatin pun mengajak Zaki masuk ke kamarnya. Sampai di pintu kamar Zaki sudah mencium bau wangi ruangan dan ia disuguhi pemandangan tembok dan furnitur serba pink. Dan hanya beberapa koleksi boneka serta gambar dinding yang bercorak desain baju.
"Masuk Mas, maaf ya kamarku ya begini adanya. Ini kamar mandinya."
"Honey aku haus."
"Oh iya sebentar."
Fatin mengambil air putih dari dalam kulkas mini yang berada di dalam kamarnya.
"Ini Mas."
"Terima kasih."
"Iya sama-sama."
Waktu cepat berlalu tak terasa malam sudah cepat datang. Fatin belum bisa bersuci karena masih belum bersih. Jadi Zaki shalat di musholla bergabung dengan yang lain. Setelah shalat isyak mereka makan malam bersama. Seperri halnya sang Bunda, Fatin juga melayani suaminya di meja makan.
"Bunda, ini apa?"
"Itu jamur... oh iya Bunda lupa suamimu alergi ya? Jangan ambilkan yang itu."
"Untung Fatin tanya. Kalau tidak hem..." Fatin melirik suaminya.
"Awas saja nanti aku hukum kamu." Batin Zaki.
Selesai makan, Abi Tristan mengajak menantunya untuk ngobrol dan sharing di depan paviliun sambil menikmati secangkir teh hangat dan roti bersama Datang dan Fadil. Sementara Fatin sedang diberi wejangan oleh sang Bunda.
"Kamu belum suci?"
"Belum bersih Bun, mungkin besok."
"Ingat ya, kamu seorang istri. Suamimu berhak atasmu, Bunda yakin kamu sangat mengerti akan hal itu. Berbakti-lah kepadanya! Jangan pernah menolak hubungan suami-istri selagi kamu mampu. Dan siap tidak siap jangan menunda kehamilan. Anak adalah rejeki, banyak orang yang menginginkannya tapi sulit mendapatkan."
Mendapat wejangan dari Bundanya, Fatin justru mewek.
"Lha kok mewek?"
"Fatin ngerti Bunda. Bunda, setelah ini Fatin akan jarang ada di rumah ini. Fatin akan rindu suasana rumah dan kasih sayang kalian."
"Sayang, cepat atau lambat semua ini pasti akan terjadi. Bunda selalu berdo'a untuk kebahagiaan anak-anak Bunda. Di mana pun kamu, kamu tetap anak Bunda. Jangan sungkan untuk berbagi keluh kesah. Tapi ingat ya kalau soal suami, jaga aibnya. Hidup ini dijalani, hadapi, dan syukuri."
Fatin memeluk sang Bunda. Bunda Salwa menghapus air mata Fatin.
"Terima kasih sudah nasehatin Fatin ya Bun."
"Iya sayang."
"Ah.. kalian berdua pelukan kok nggak ngajak-ngajak sih?" Ujar Winda yang baru saja datang.
"Ikut... " Sahut Windi. Mereka berempat berpelukan.
Karena sudah malam, mereka pun kembali ke kamarnya masing-masin. Kecuali Zaki dan Abi Tristan mereka masih asik membicarakan soal bisnis dan perusahaan.
Di dalam kamar, Fatin sudah berganti baju tidur. Kali ini ia memakai baju model kimono bahan satin warna maroon. Rambutnya dikuncir kuda agar kelihatan ringkas. Ia pun memakai masker wajah seperti biasanya. Sambil menunggu maskernya kering, Fatin melihat sosial medianya. Banyak yang nge-tag akunnya memberi selamat dan bahkan mengunggah foto pengantin mereka.
"Ternyata suamiku ini kalau dilihat-lihat memang tampan." Monolognya.
Setelah 15 menit kemudian, ia membasuh mukanya. Kemudian siap-siap untuk naik ke atas tempat tidur. Dan saat ini Fatin sedang bersandar di kepala tempat tidur dengan posisi kaki berselonjor.
Ceklek
Bunyi pintu terbuka. Ternyata Zaki yang datang dan masuk ke kamar.
"Ngomongin apa sama Abi, Mas?"
"Banyak."
Zaki memperhatikan penampilan istrinya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Fatin yang merasa diperhatikan pun mendadak salah tingkah.
"Kenapa Mas?"
"Nggak pa-pa. Memang salah kalau seorang suami memperhatikan istrinya?"
"Ti-tidak apa-apa, sah- sah saja kok."
Dug
Kepala Fatin kepentok kepala tempat tidur karena ia terburu-buru untuk menurunkan kepalanya ke bantal. Sontak Zaki mendekat dan sigap untuk melihat kepala istrinya.
"Tetap saja ceroboh. Sini aku lihat!"
Zaki berdiri agak membungkuk. Ia memijat bagian kepala Fatin yang terbentur. Lagi-lagi posisi ini membuat jantung mereka tidak aman.
"Sudah cukup Mas, sudah nggak sakit."
"Oya?"
"He'em."
Zaki kehilangan keseimbangan dan jatuh menindih tubuh istrinya. Pandangan mereka bertemu. Sangat dekat hingga jaraknya hanya tiga centi saja.
Nafas keduanya naik turun. Zaki menelan salivanya sendiri.
Cup
Zaki mengecup bibir Fatin.
"Tidurlah, jangan lupa baca do'a!"
Fatin masih mematung, ia belum percaya dengan kejadian barusan. Zaki beranjak dan tidur di sebelah Fatin.
"Ah sial, hanya begitu saja sudah On! " Batin Zaki.
Bersambung...
...****************...