Ayu menggugat cerai suaminya karena tak ingin dimadu. Memiliki tiga orang anak membuat hidupnya kacau, apalagi mereka masih sangat kecil dan butuh kasih sayang yang lengkap, namun keadaan membuatnya harus tetap kuat.
Sampai pada suatu hari ia membanting setir menjadi penulis novel online, berawal dari hobi dan akhirnya menjadi miliarder berkat keterampilan yang dimiliki. Sebab, hanya itu yang Ayu bisa, selain bisa mengawasi anak-anaknya secara langsung, ia juga mencari wawasan.
Meskipun penuh rintangan tak membuat Ayu patah semangat. Demi anak-anaknya ia rela menghadapi kejam ya dunia sebagai single Mom
Bergulirnya waktu, nama Ayu dikenal di berbagai kalangan, disaat itu pula Ikram menyadari bahwa istrinya adalah wanita yang tangguh. Berbagai konflik pun kembali terjadi di antara mereka hingga masa lalu yang kelam kembali mencuat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salah paham
Demi memenuhi janjinya pada Hanan, Ayu mengesampingkan rasa lelah yang mulai menampar. Menerima setiap pesanan meskipun lebih dari target. Ia tak mau mengecewakan pelanggan. Apalagi mereka sudah lama berlangganan.
Menyusun kotak yang siap diantar. Kemudian mendahulukan pesanan yang lebih awal. Mencatat jadwal kirim sesuai tanggal dan hari, berharap bisa tepat waktu seperti yang dijanjikan.
"Kayaknya nanti malam aku gak bisa ikut makan malam." Menghitung pesanan yang harus diantar hari ini.
"Kenapa, Bu?" Indah menghentikan aktivitasnya.
Ayu menyungutkan kepalanya ke arah kotak yang tersusun di depannya dan segera meluncur.
"Gak papa deh. Nanti aku bungkusin untuk anak-anak," timpal yang lainnya.
Ayu berterima kasih pada mereka yang sangat baik padanya. Ia mengangkat barang-barangnya ke motor.
Baru saja memakai helm, Irma datang menghampirinya. Alhasil Ayu melepaskan helm nya lagi demi menyapa sang sahabat sekaligus bosnya.
"Kayaknya ada yang super sibuk nih," sindir Irma memeluk Ayu.
Mereka tertawa tanpa melepas pelukannya. "Kebetulan saja banyak orderan, tapi aku juga berharap setiap hari akan seperti ini terus."
Kembali tertawa terbahak-bahak hingga beberapa orang yang ada di sekelilingnya menoleh ke arah mereka.
"Aku berangkat dulu, takut kemalaman," pamit Ayu mengambil helm nya. Waktu baginya sangat berharga hingga melupakan kata santai. Terlebih, perjuangannya untuk membesarkan anak-anak masih sangat panjang.
"Hati hati!" teriak Irma menatap punggung Ayu yang sudah keluar dari gerbang.
Tempat pertama yang Ayu tuju adalah sebuah gedung pencakar langit. Dari alamat yang tercatat itu adalah salah satu perusahaan terbesar yang ada di pusat kota.
"Kira-kira siapa angga?" Menerka-nerka sosok pemilik nama. Sekretaris, karyawan ataukah jabatannya lebih tinggi dari itu.
Ayu memarkirkan motornya lalu menghubungi nomor telepon yang tertera di atas bungkusnya.
Tersambung
Tak berselang lama suara berat menyapa.
"Saya kurir dari irama shop mau mengantar kan pesanan, Bapak," ucap Ayu ramah yang membuat pria di balik telepon itu mengerutkan alis.
Kurir, tapi kok perempuan, begitulah hatinya bertanya-tanya.
"Bapak dengar suara saya, kan?" tanya Ayu memastikan.
Lamunan pria yang bernama Angga terbuyar saat mendengar suara Ayu.
"Iya dengar, silahkan kamu antar ke lantai sepuluh."
Tut Tut Tut
Sambungan terputus.
Ayu memasukkan ponselnya ke dalam tas lalu masuk ke dalam. Seperti ucapan Angga, ia langsung menuju lantai sepuluh.
Setelah keluar dari lift, Ayu menghentikan langkahnya. Matanya menelusuri beberapa ruangan yang berjejer rapi.
"Kira-kira di mana ruangan pak Angga?" Ayu menghampiri salah satu pegawai yang baru saja keluar dari ruangannya.
"Maaf, Mbak. Saya cuma nanya ruangan pak Angga di mana ya?" tanya Ayu serius.
Wanita cantik yang memakai kemeja putih serta rok hitam se paha itu tersenyum. Menunjuk ruangan yang ada di bagian pinggir.
"Makasih, Mbak," ucap Ayu. Ia segera pergi, tak ingin membuang waktu yang sangat berharga.
Ayu mengetuk pintu. Matanya mengelilingi lorong yang nampak menjulur panjang. Sudah dipastikan bahwa itu bukan perusahaan kecil atau sembarangan.
Pintu terbuka. Nampak pria tampan nan muda berdiri tegak. Jika dilihat dari wajahnya, usianya masih jauh dibawah Ayu.
"Saya mencari pak Angga, Dik," ucap Ayu seraya membaca tulisannya lagi.
Pria itu mengerutkan alisnya mendengar panggilan yang disematkan Ayu.
"Apa benar ini ruangan beliau?" imbuhnya.
Pria itu merogoh saku celananya lalu menunjukkan sebuah kartu di depan Ayu.
Angga Syahputra CEO Wijaya grup
Ayu hanya membaca dalam hati. Menelan ludahnya dengan susah payah. Wajahnya mendadak pucat mengingat tingkah nya yang kurang sopan.
"Maafkan saya, Pak. Saya benar-benar tidak tahu kalau Anda pak Angga.'' Menangkupkan kedua tangannya di dada. Mengimpit barang milik Angga yang belum diserahkan.
Angga berdehem membuat Ayu kembali fokus pada tujuannya.
"Saya mengantarkan pesanan, Bapak." Menyodorkan kotak di depan Angga. Bukan menerimanya, pria itu justru menyuruh Ayu masuk.
"Aku tidak biasa menerima barang yang masih terbungkus, sekarang buka!" titahnya dengan nada datar.
Ini kali pertama Ayu mendapat pelanggan yang rewel, namun ia paham dengan maksud pria itu. Terlebih harga barang yang dibeli lumayan fantastis untuk ukuran online.
Ayu membuka kotak kardus dengan perlahan dan hati-hati. Ia pun tak mau rugi jika barang yang diinginkan itu rusak atau tidak sesuai.
"Silahkan dilihat, Pak!" Ayu meletakkan satu kotak ****** ***** di atas meja. Lalu, mundur satu langkah sedikit menjauh membuka ponselnya.
"Bapak memesan ini, kan?" Menunjuk pesan dari Angga yang dikirim dua hari lalu. Mengucapkan ukuran dan merek benda itu secara gamblang.
Kelihatan banget kalau dia belum punya istri.
Ingin tertawa tapi takut Angga lebih murka lagi.
Ayu geleng-geleng kepala. Ia yakin bahwa pria yang saat ini ada di depannya itu belum memiliki istri.
Angga membuka laci lalu mengambil beberapa uang dan memberikannya pada Ayu.
"Dihitung!" perintah nya.
Seperti biasa, Ayu menghitung jumlah uang dari pelanggan sebelum ia pergi. Memastikan tidak ada salah paham dalam proses jual beli nya.
"Lebih dua ratus ribu, Pak."
Ayu memberikan dua lembar uang ratusan ribu pada Angga, namun pria itu hanya menanggapinya dengan tatapan sinis tanpa menerimanya.
"Ini lebih dua ratus ribu, Pak," ulang Ayu semakin kesal. Baru kali ini ada seorang pria yang terlalu banyak basa-basi padanya.
"Untuk kamu saja," ucap Angga setelah beberapa detik kemudian.
"Baik, terima kasih." Ayu membungkuk ramah. Mengucapkan salam lalu keluar.
Sementara Angga bergegas duduk dan menghubungi seseorang.
"Kamu cari tahu kurir perempuan dari toko online Irama Shop. Pokoknya dia terlihat sudah dewasa, pakai hijab dan yang paling penting cantik."
"Baik, Pak," jawab seseorang di balik telepon.
Angga menyandarkan punggungnya. Senyum-senyum sendiri mengingat kekesalan Ayu.
''Kira-kira umurnya berapa ya? Baru kali ini aku melihat perempuan hebat dan tidak malu bekerja sebagai kurir,'' gumamnya sambil menggigit jari.
Ia menepuk jidatnya. Matanya terbelalak melihat barang yang masih ada di depannya. Seketika pipinya merah merona karena malu.
Jangan-jangan dia sudah memeriksa nya lebih dulu. Itu artinya dia sudah tahu apa isi kotak ini?
Angga menepuk jidatnya. Tak bisa membayangkan jika bertemu dengan Ayu lagi. Pasti wanita itu akan mengejeknya, begitulah pikirnya.
Ayu yang hampir membuka pintu utama terpaksa mengurungkan niatnya saat melihat Ikram dari arah luar. Ia menggeser tubuhnya memberikan ruang pada pria itu untuk masuk.
Kalau Mas Ikram di sini, itu artinya dia bekerja sama dengan pak Angga.
Ikram berdiri di depan pintu lift. Menoleh ke arah Ayu yang sudah berada di samping motornya.
Kenapa Ayu seperti kurir? Apa itu pekerjaan dia sekarang?
kueh buat orang susah ga harus yg 500rb
servis sepedah 500rb
di luar nalar terlalu di buat2