NovelToon NovelToon
Alastar

Alastar

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Bita_Azzhr17

Alastar adalah sosok yang terperangkap dalam kisah kelam keluarga yang retak, di mana setiap harinya ia berjuang dengan perasaan hampa dan kecemasan yang datang tanpa bisa dihindari. Kehidupan rumah tangga yang penuh gejolak membuatnya merindukan kedamaian yang jarang datang. Namun, pertemuannya dengan Kayana, seorang gadis yang juga terjerat dalam kebisuan keluarganya yang penuh konflik, mengubah segalanya. Bersama-sama, mereka saling menguatkan, belajar untuk mengatasi luka batin dan trauma yang mengikat mereka, serta mencari cara untuk merangkai kembali harapan dalam hidup yang penuh ketidakpastian. Mereka menyadari bahwa meski keluarga mereka runtuh, mereka berdua masih bisa menciptakan kebahagiaan meski dalam sepi yang menyakitkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bita_Azzhr17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15. Ketegangan yang Semakin Membeku

Pagi itu, sekolah SMAGA terasa lebih hampa dari biasanya. Suasana dingin menyelimuti setiap sudutnya, dan semua orang tampak seperti terbiasa dengan keheningan yang mengalir begitu dalam. Frasha berjalan melewati gerbang sekolah dengan langkah cepat, wajahnya yang tegas dan dingin seperti biasa. Semua yang melihatnya tahu bahwa hari-hari yang dilalui oleh ketua OSIS itu tidak lagi sama seperti dulu.

Pada pagi itu, dua siswa telat datang ke sekolah. Alastar dan Kayana, yang biasanya tidak begitu terpengaruh dengan aturan, kali ini terlambat sekitar dua menit. Mereka tampak berdiri di depan gerbang, memandang satu sama lain dengan ekspresi cemas. Mereka menyadari bahwa mereka sudah tidak punya banyak waktu untuk mengejar pelajaran fisika yang akan segera dimulai.

Saat mereka berdua berhenti di depan gerbang, Frasha yang kebetulan berada di sana menatap mereka dengan tatapan datar. Tanpa berbicara, matanya langsung tertuju pada Alastar yang memakai headband di kepalanya.

“Lepasin Headband Lo," kata Frasha, suaranya tegas namun datar, seperti sebuah perintah yang tak bisa dibantah.

Alastar yang mendengar perintah itu langsung melepaskan headband-nya. Namun, matanya tetap menatap Frasha tanpa ekspresi, seolah menahan segala perasaan yang mulai berkecamuk di dalam dirinya. Meskipun ia tak menunjukkan rasa kesalnya, ada ketegangan yang terasa di antara mereka.

Kayana, yang berdiri di samping Alastar, tersentak ketika melihat Alastar menurunkan headband-nya. Ia menoleh cepat ke arah Alastar, matanya penuh kebingungan. Namun, ia tak berkata apa-apa. Di dalam hatinya, ia merasakan ketegangan yang sama. Ia tahu bahwa Frasha sedang dalam kondisi yang sangat sulit, tetapi apakah ini cara Frasha menangani semuanya?

Alastar tetap diam, menurunkan headband-nya dan menggenggam tangan Kayana dengan lembut, seolah memberinya kekuatan untuk menghadapi situasi ini. Kayana merasakan jemari Alastar yang menggenggam tangannya, dan ia pun membalas dengan menggenggamnya erat. Itu adalah cara mereka berdua menghadapi hari yang penuh ketegangan ini.

“Dua menit,” ujar Alastar dengan suara datar namun cukup terdengar jelas. “Kita cuma terlambat dua menit. Jadi, kita masih punya waktu untuk masuk, bukan?”

Frasha menatapnya tanpa menunjukkan perubahan ekspresi di wajahnya. Lalu, dengan suara datar yang penuh ketegasan, ia menjawab, “Nggak bisa. Gue akan memberikan hukuman untuk kalian berdua.”

Kayana terkejut mendengar jawaban Frasha. Ia menatap Frasha dengan tatapan yang penuh tanya, tetapi Frasha tidak mengubah sikapnya. Alastar, yang tampaknya sudah cukup sabar, hanya menghela napas pendek, merasa tidak perlu berdebat lebih jauh.

“Frasha, lo tahu itu bukan masalah besar,” kata Alastar dengan suara yang masih tenang, meskipun ada sedikit penekanan dalam kata-katanya. “Gue sama Kayana hanya terlambat dua menit. Nggak perlu dihukum.”

Namun, Frasha sudah tidak mau mendengarkan. Ia merasa ada hal lain yang lebih penting yang harus dituntaskan. Ia ingin membuat semua orang paham bahwa meskipun ia sedang mengalami masalah pribadi, ia tetap harus menjalankan tugasnya dengan tegas dan tanpa kompromi. Frasha merasa perlu menjaga jarak dengan semua orang, termasuk teman-temannya.

“Nggak ada kompromi untuk pelanggaran aturan,” kata Frasha dengan tegas. “Kalian berdua harus tetap dihukum.”

Alastar hanya bisa tersenyum pahit mendengar keputusan Frasha. Kayana menatap Frasha dengan tatapan penuh rasa kasihan, tetapi ia tahu tidak ada yang bisa ia lakukan. Mereka hanya bisa menerima keadaan ini, meskipun semuanya terasa semakin berat.

****

Hari istirahat baru saja dimulai, namun bagi Alastar, dunia seakan bergerak lambat. Dia baru saja meninggalkan atap sekolah, tempat di mana dia biasa mencari kedamaian sejenak dari hiruk-pikuk yang tak pernah henti. Namun, langkahnya berhenti ketika telinganya menangkap sebuah isakan lembut, yang datang dari sebuah ruang kosong di dekat tangga rooftop.

Langkahnya tanpa ragu menghantarkan tubuhnya ke sana. Setibanya di depan pintu ruang kosong itu, dia melihat Frasha, duduk di sudut ruangan dengan tubuh terkulai, air mata yang mengalir tanpa suara. Dalam hening itu, Frasha tidak mengira siapapun akan datang.

"Gue minta maaf," suara Alastar terdengar pelan, seperti angin yang datang menyentuh tanpa terduga. "Karena gue, Alarick terpaksa putusin Lo."

Frasha mengangkat wajahnya, terkejut, namun tatapannya tetap kosong. Dalam tatapan itu, ada kepedihan yang tersembunyi di dalamnya, lebih dalam daripada yang bisa diungkapkan kata-kata. Dengan cepat, Frasha mengusap air matanya, mencoba menghalau perasaan itu pergi, namun yang tampak justru semakin dalam, semakin rapuh.

"Lo emang salah," ujarnya, suaranya kering dan dingin, seperti hujan yang jatuh di tanah yang sudah terlalu lama kering. Namun, mata Frasha tidak mengarah pada Alastar. Matanya tetap menunduk, seakan takut jika mereka bertemu, ia akan kehilangan semua kendali.

Alastar menarik napas, berusaha mencari kata-kata yang tepat, namun hatinya terasa begitu penuh dan sesak. Dengan hati-hati, dia berjongkok di depan Frasha, menawarkan sapu tangannya. "Ambil," kata Alastar, suara lembutnya seakan mengalir dalam keheningan yang mendalam, seolah berharap Frasha mendengarnya lebih dari sekadar kata-kata.

Frasha menatap sapu tangan itu, namun dengan tegas ia menggelengkan kepala. "Nggak perlu," jawabnya dengan suara yang begitu datar, seakan tidak ada lagi ruang untuk kelembutan.

"Ambil, Sha," Alastar berkata lagi, kali ini dengan nada yang lebih lemah, mengulurkan sapu tangan itu lebih dekat. Namun Frasha tetap menolak, dan tanpa diminta, Alastar mengusap air mata Frasha dengan sapu tangan itu. Tangan Alastar menyentuh wajah Frasha dengan lembut, dan dalam diam, Frasha merasa seolah dunia berputar lebih lambat.

Kalau orang lain yang lihat Lo cengeng kayak gini, mereka pasti ngecap Lo sebagai ketua OSIS yang lemah," ujar Alastar, dengan senyum yang hampir tidak tampak, namun tidak ada tawa yang terdengar dari bibirnya. "Tapi untungnya gue yang lihat," lanjutnya, nada suaranya berusaha mengangkat sedikit beban yang ada di antara mereka.

Frasha menepis tangan Alastar yang masih terulur, berdiri dengan cepat dan menghapus sisa-sisa air mata di wajahnya. "Gue mau sendiri," ujarnya, suaranya kering, penuh ketegasan yang tidak sejalan dengan perasaan yang tersembunyi.

Alastar berdiri, matanya menatap Frasha dengan penuh keseriusan. "Orang yang pengen sendiri, juga perlu ditemani, Sha," jawabnya, dengan suara yang tegas namun penuh kelembutan, seakan memberi pengertian bahwa meskipun Frasha ingin menjauh, dia tidak akan meninggalkan gadis itu sendirian.

"Lo mau nya apa sih, Star?!" Suara Frasha tiba-tiba pecah, seperti gemericik air yang menghantam batu besar. "Lo belum cukup puas bikin hubungan gue sama Alarick berakhir? Sekarang Lo mau menertawakan gue juga?" Emosi itu keluar begitu saja, tanpa bisa dibendung lagi. Rasa sakit yang selama ini ia tahan, kini meledak dalam kata-kata yang mengalir begitu deras.

Alastar terdiam, senyum tipis muncul di wajahnya, namun kali ini tidak ada tawa yang terdengar. "Gue cinta sama Lo, Sha," suara Alastar terdengar seperti bisikan yang penuh makna. "Dan orang yang cinta sama Lo, nggak akan tega membiarkan Lo menangis sendirian, apalagi menertawakan Lo."

Frasha menatapnya, mencoba menahan tangis yang sudah hampir pecah. "Tapi gue nggak cinta sama Lo," jawabnya, suaranya terputus-putus, seperti angin yang membawa serbuk salju yang hancur di tengah musim dingin.

Alastar mengangguk pelan, hatinya terasa sesak. "Gue tahu, Sha," katanya, suaranya begitu lirih. "Gue tahu… Gue nggak cukup tepat buat Lo, nggak seperti Alarick."

Frasha menunduk, matanya terpejam sejenak, mencoba menelan kata-kata itu. "Dan Lo juga nggak tahu kan, seberapa berharganya Alarick bagi gue?" tanyanya, matanya terbuka perlahan, seakan ingin mengungkapkan segala sesuatu yang terpendam. Suaranya menggema dalam hening yang tiba-tiba menyelimutinya, berat dengan kenangan yang tak terucapkan.

Alastar terdiam, kata-kata itu menggantung di udara, seperti hujan yang tertahan di awan yang kelabu. "Gue… gue nggak bisa ngelakuin apa-apa untuk Lo, Sha," katanya akhirnya, suaranya hampir berbisik. "Tapi gue hanya ingin Lo tahu, gue punya hati yang tulus. Mungkin gue bukan siapa-siapa, tapi gue nggak akan ninggalin Lo."

Frasha menatapnya, namun tak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya. Perasaan itu terlalu rumit, terlalu banyak lapisan yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Frasha merasa hatinya semakin berat, namun dia tahu, tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mengubah apa yang sudah terjadi.

"Lo cuma ngerasa kasihan sama gue, Star," kata Frasha dengan suara pelan, namun begitu jelas mengungkapkan kerapuhan yang tersembunyi di dalam dirinya. "Lo gak ngerti perasaan gue yang sebenarnya."

Alastar tersenyum pahit, sebuah senyum yang tak penuh. "Mungkin Lo benar, Sha," jawabnya, suaranya terdengar lebih dalam dari sebelumnya. "Gue nggak akan pernah bisa ngerti sepenuhnya, tapi gue janji, gue akan melakukan apapun, agar Lo bisa memaafkan gue."

"Kalau gitu, buat Alarick kembali lagi ke gue. Gue cuma mau Alarick, gue nggak butuh orang lain."

Sekejap, Alastar terdiam, ia meremas kuat sapu tangan. Menatap Frasha dengan perasaan yang sulit di jelaskan.

Alastar menunduk, tubuhnya terasa kaku. Perlahan, ia mulai berjalan meninggalkan Frasha. Tidak ada kata-kata yang bisa menahan langkahnya, hanya keheningan yang menelusuri setiap celah hatinya. Namun, Frasha tetap berdiri di sana, menatapnya pergi, mengetahui bahwa perasaannya telah menjadi sesuatu yang tak bisa ia ubah.

1
lgtfav
👍
lgtfav
Up terus thor
lgtfav
Thor semangat👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!