Jihan yang polos dan baik hati perlu mengumpulkan uang dalam jumlah yang besar untuk membayar tagihan medis ibunya yang sakit parah. Terpaksa oleh situasi, dia menandatangani kontrak pernikahan dengan CEO perusahaan, Shaka. Mereka menjadi suami istri kontrak.
Menghadapi ibu mertua yang tulus dan ramah, Jihan merasa bersalah, sedangkan hubungannya dengan Shaka juga semakin asmara.
Disaat dia bingung harus bagaimana mempertahankan pernikahan palsu ini, mantan pacar yang membuat Shaka terluka tiba-tiba muncul...
Bagaimana kisah perjalanan Jihan selama menjalani pernikahan kontrak tersebut.?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Keluar dari ruangan Shaka, Jihan malah kedapatan mengusap-usap lembut bibirnya. Bibir yang baru saja di kecup singkat, bahkan sedikit di *****. Baru pertama kali merasakan ciuman sepanjang 25 tahun usianya, Jihan mendadak linglung. Pikirannya sibuk berkelana. Antara ingin membuat perhitungan, atau pasrah begitu saja setelah di cium mendadak oleh Shaka. Terlebih sudah merasakan bagaimana rasanya berpagutan bibir dengan Shaka, seperti ada manis-manisnya.
Jihan terlihat menggelengkan kepala, mungkin berusaha menyingkirkan pikiran mesum yang tidak sejalan dengan isi hati. Hatinya menolak, tapi terbayang-bayang ciuman singkatnya bersama Shaka. Mungkin karna fist kiss, pengalaman pertama adu bibir.
"Awas saja, pokoknya aku nggak mau rugi.!" Gerutu Jihan tak henti-henti. Bibirnya komat kamit sejak keluar dari ruangan Shaka menuju lift.
"Jihan.!! Ya ampun. Dari tadi di panggil malah ngoceh sendiri.!" Dari arah belakang, Diana setengah berlari mengejar Jihan. Wanita itu baru menoleh setelah Diana meninggikan suaranya.
"Maaf Mba, aku nggak denger." Jihan menyengir kuda.
Bagaimana mau dengar saat pikirannya sedang berpusat pada satu orang sembari merutuk. Gara-gara Shaka, fokus Jihan sampai terbagi-bagi. Alhasil pendengarannya berkurang karna sibuk menggerutu dan memikirkan ciuman pertamanya yang dicuri Shaka, suaminya sendiri.
"Katanya ada model luar negeri yang nyamperin Pak Shaka. Memangnya siapa.?" Diana setengah berbisik pada Jihan, mungkin takut di dengar orang lain, apalagi di dengar Shaka.
"Mantan pacarannya Pak Shaka." Jawab Jihan cuek.
Diana jadi menepuk bahu sahabatnya itu lantaran gemas karna reaksi Jihan terlihat biasa aja. Apalagi masih memanggil Shaka dengan sebutan Pak, padahal sudah jadi suaminya.
"Aww,, kenapa di pukul Mba," Protes Jihan cemberut. Satu tangannya mengusap bekas tepukan dari Diana di pundaknya.
"Habisnya suami di datangi mantan, kok kamu masih bisa santai begitu.!" Omel Diana tampak tidak terima.
"Terus maksdunya apa panggil suami sendiri pakai sebutan Pak segala.? Kamu nggak pengen cari panggilan yang romantis biar gak kaku-kaku banget. Pengantin baru tapi nggak ada romantisnya sama sekali."
Jihan hampir menutup telinga mendengar ocehan Diana. Terlalu berisik dan tidak ada manfaatnya bagi Jihan. Sebab pernikahannya dengan Shaka tak seperti bayangan Diana. Makanya Jihan bisa santai dan tidak peduli ketika mantan kekasih Shaka datang.
"Ya biarkan saja, lagian nggak ada urusannya sama aku."
"Terus ini kan kantor, apa salahnya aku panggil Pak Shaka. Di tempat kerja itu harus profesional mba." Jawab Jihan tanpa memikirkan dulu jawab yang keluar dari mulutnya. Dia tidak sadar kalau jawabannya memancing kecurigaan Diana. Karna terlihat jelas bahwa Jihan tidak peduli tentang Shaka dan masa lalunya. Padahal wanita dan cemburu adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Tapi Diana sama sekali tidak melihat kecemburuan di mata Jihan.
"Mba heran deh sama kamu. Ini kamu lagi pura-pura kuat, apa memang gak cemburu sama sekali.?" Diana menatap penuh selidik. Jihan baru sadar kalau dia sudah salah bicara, sampai Diana kelihatan sangat curiga.
"Bukan begitu maksudnya. Setiap orang bukannya punya masa lalu.? kalau memang ada yang harus diselesaikan, kenapa aku harus cemburu atau marah-marah nggak jelas sama mantannya Pak Shaka." Jihan diam sejenak, wanita itu kesulitan merangkai kata-katanya lagi. Entah harus bagaimana agar Diana berhenti curiga.
"Udahlah, lagipula Pak Shaka jujur kok tentang masa lalunya. Jadi apa yang harus aku cemburui."
Jihan tersenyum lebar, sekedar menyakinkan Diana kalau dia tidak masalah dengan kedatangan mantan kekasih Shaka.
Diana menghela nafas berat. Jawaban Jihan tidak membuatnya puas, seperti ada yang masih mengganjal.
"Terserah kamu aja deh. Mba bingung kasih taunya. Semoga aja mantannya Pak Shaka nggak punya niatan buruk." Kata Diana sebelum berlalu ke meja kerjanya.
Jihan juga pergi begitu saja. Apa yang harus dia pusingkan dan khawatirkan.? Hubungannya dengan Shaka saja cuma sebatas nikah kontrak.
...******...
"Ya ampun Jihan, kamu keterlaluan banget ya.! kamu nggak anggap kita teman.?" Protes salah satu rekan kerja Jihan. Tidak hanya satu, tapi hampir semua orang di divisi umum mengajukan protes pada pengantin baru itu. Sebab mereka tidak di undang ke acara pernikahan Jihan dengan Shaka.
Jihan menggaruk tengkuknya sambil mengulas senyum kaku. Tidak tau mau menjawab apa, dia juga bingung. Susah cari alasan yang tepat.
"Maaf, aku nggak ada maksud begitu. Lusa aku traktir kalian makan siang saja ya. Bagaimana.?" Ajak Jihan antusias. Daripada pusing mencari jawaban yang tepat, akhirnya mengalihkan perhatian dengan tawaran makan gratis.
"Hanya makan siang.? Nggak ada party.?" Celetuk salah satu rekan kerja pria. Yang lain keliatan setuju dan ikut memprovokasi Jihan supaya mengadakan party.
"Oke,, Oke,, nanti aku bicarakan dulu dengan Pak Shaka." Jawab Jihan yang tidak mau pusing.
Ruangan itu seketika makin riuh. Banyak yang tidak sabar untuk party. Membayangkan siapa suami Jihan, tentu tidak akan mengadakan party yang sederhana. Sepertinya acara pernikahan mereka yang digelar sangat mewah dan hanya dihadiri oleh orang-orang penting saja.
"Sadar Bro, dia udah jadi istri orang." Bisik seseorang pada pria yang menempati meja di sebelahnya. Pria yang sejak tadi menatap Jihan dengan tatapan cinta bercampur kecewa. Hatinya sedang tidak baik-baik saja. Dia patas hati sebelum memulai. Wanita yang belakangan ini mengisi hati dan pikirannya, kini sudah menjadi milik orang lain.
"Aku pikir selama ini dia single." Lirihnya seraya tersenyum kecut.
"Kantor bisa heboh kalau sejak awal hubungan mereka di publish. Kamu aja yang nggak berfikir jauh. Mana ada cewek secantik dia nggak punya pacar." Ujarnya yang diangguki paham oleh Arda.
Janur kuning terlanjur melengkung. Jihan sudah terlanjur jadi istri orang lain, Arda bisa apa selain meratapi patah hatinya.
...******...
"Aku tunggu di mobil 10 menit lagi.!"
Bibir Jihan mengerucut membaca chat dari Shaka. Dia buru-buru membereskan meja kerjanya. Beberapa orang sudah meninggalkan ruangan.
"Jihan, selamat untuk pernikahan kamu dan Pak Shaka." Suara lirih Arda menghentikan aktivitas Jihan.
Wajahnya sedikit mendongak untuk menatap pria yang berdiri di depan meja kerjanya. Seulas senyum tulus terbit di bibir Jihan.
"Makasih Mas."
"Semoga Mas Arda cepat menyusul." Ujarnya mendoakan. Arda hanya tersenyum tipis. Di mata Jihan mungkin senyum itu tampak biasa dan wajar saja, tapi tidak untuk Arda yang terpaksa senyum untuk menutupi lukanya.
"Aku lagi nungguin janda." Jawab Arda kemudian.
Jihan berdecak heran sembari menggelengkan kepala.
"Jakarta nggak kekurangan stok gadis, Mas. Memangnya ada apa sama janda.?" Tanya Jihan tanpa curiga sedikitpun kalau janda yang dimaksud Arda adalah dia sendiri.
Lagi-lagi Arda hanya tersenyum tipis, kali ini tidak melanjutkan obrolan dan memilih pamit pulang lebih dulu.
"Banyak pria lajang yang mau sama janda. Setidaknya aku masih laku kalau masa kontraknya habis." Gumam Jihan lirih. Tapi kemudian tersenyum geli. Takdir hidupnya tak pernah di sangka-sangka. Terlalu rahasia dan terkadang tak masuk akal.