Kazuya tak pernah merasa lebih bersemangat selain saat diterima magang di perusahaan ternama tempat kekasihnya bekerja. Tanpa memberi tahu sang kekasih, ia ingin menjadikan ini kejutan sekaligus pembuktian bahwa ia bisa masuk dengan usahanya sendiri, tanpa campur tangan "orang dalam." Namun, bukan sang kekasih yang mendapatkan kejutan, malah ia yang dikejutkan dengan banyak fakta tentang kekasihnya.
Apakah cinta sejati berarti menerima seseorang beserta seluruh rahasianya?
Haruskah mempertahankan cinta yang ia yakini selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riiiiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Hah Magang?
"Rencana ikut magang juga seperti Eyrine?" Ucapan selanjutnya dari Abrian membuat Zuya menghentikan cengiran. Wajahnya berubah di tekuk.
"Belum tahu, pak." Jawabnya berubah malas. Berbeda sekali dengan diawal tadi yang membara ingin menggoda hubungan sahabatnya dengan pak dosen tersebut.
"Saran saya ikut saja. Ini kesempatan emas yang bakal jadi bekal kamu setelah lulus," ujar Abrian dengan nada tenang, khas mode dosen yang sedang memberi arahan. Tatapan matanya serius, namun ada sedikit senyum yang membuat suasana tetap santai.
"Menambah pengalaman, memperkaya CV kamu ke depannya, dan yang nggak kalah penting, bisa memperluas relasi," lanjutnya sambil menyandarkan tubuh ke kursi, memberi ruang bagi kata-katanya untuk meresap.
"Banyak sekali perusahaan besar menerima mahasiswa magang, terutama yang sedang menempuh kuliah di semester akhir seperti kalian ini. Gunakan kesempatan."
Zuya terdiam mencerna ucapan sang dosen. Benar ini kesempatan emas, tapi rencananya yang ingin lulus cepat bagaimana ya. Dirinya bimbang ingin menyelesaikan kuliah segera, atau menambah banyak pengalaman terlebih dahulu.
"Menurut Bapak, lebih baik ikut magang dulu, ya, Pak? Menambah pengalaman banyak-banyak daripada buru-buru lulus," tanya Zuya dengan nada serius, meski ada sedikit keraguan. Ia menarik napas sejenak sebelum melanjutkan, "Maksud saya, 'kan, sekarang saya sudah semester 7. Kalau normalnya lulus itu empat tahun, tapi saya sempat punya rencana ingin lulus lebih cepat, mungkin dalam 3,5 tahun. Jadi, niat saya dari awal memang ingin segera menyelesaikan semuanya biar bisa lulus cepat." Zuya mengeluarkan uneg-unegnya yang menjadi dilemanya sedari diterangkan tentang magang tadi.
Biasanya pertanyaan itu akan ia luarkan kepada Eyrine untuk mendapatkan solusi. Tapi mumpung ini kesempatan ada dosen yang sedang buka konsultasi gratis, mari Zuya manfaatkan.
"Wahh, pertanyaan kamu benar-benar sama seperti Eyrine," kata Abrian sambil tertawa kecil, matanya melirik Eyrine yang duduk di sebelahnya. "Tidak diragukan lagi kedekatan pertemanan kalian."
"Semua keputusan itu benar nggak ada yang salah. Tergantung tujuan dan prioritas kamu kedepannya mau seperti apa. Yang pasti kamu juga harus tau bahwa keduanya ada konsekuensi dan timbal baliknya, baik itu kelebihan dan kekurangannya ya. Sebelumnya pun saya sudah menjelaskan ini kepada Eyrine ketika menanyakan hal yang sama kamu tanyakan tadi. Jawaban saya pun akan sama. Nggak masalah kalau kamu ingin cepat lulus, tapi pastikan kamu tetap siap secara mental dan profesional untuk masuk ke dunia kerja. Jangan sampai kamu selesai kuliah, tapi masih merasa kosong karena melewatkan peluang yang sebenarnya bisa membantumu berkembang selama kuliah ini. Jadi untuk keputusan akhir tentu ada di diri kamu mau mengambil langkah yang mana."
"Yang pastinya juga saya tekankan sekarang, bahwasannya apapun keputusan yang kamu ambil nanti, jangan pernah menyesali apalagi menyalahkan diri karena merasa menurutmu kurang cocok ketika menjalaninya nanti. Keputusan yang kamu ambil berarti itu sudah terbaik bagimu. Apapun hasilnya itu tergantung kamu menyikapi. Tidak ada keputusan salah atau menyalahkan diri salah mengambil keputusan. Karena sejatinya kamu hanya bisa memilih untuk menjalani satu keputusan, jadi tidak tau bagaimana rasanya di keputusan lain itu."
Nasehat panjang lebar itu membuat Zuya bahkan Eyrine yang katanya telah mendengarkan jawaban itu terlihat fokus mendengarkan. Seperti sedang perkuliahan 2 sks mereka dapatkan. Bahkan sisa makanan meraka bertiga kompak mereka abaikan.
Hebatt!!!
Zuya mengakui sebagai mahasiswa, Abrian memang seorang dosen yang luar biasa. Cara dia menyampaikan setiap nasihat dengan penuh ketenangan, menjelaskan setiap konsep dengan sederhana namun mendalam dan tidak menghakimi setiap keputusan, benar-benar menunjukkan kualitas yang tak dimiliki banyak orang. Padahal, melihat usianya yang masih muda, dia bisa dikatakan baru seumur jagung menjadi dosen, namun kesan profesionalitasnya sudah sangat terasa. Pantas saja Eyrine nya sampai terpikat begitu
•••
"Gue bukannya nggak mau ngajak lo, Uyekk." Sebelum dirinya dicecar oleh Kazuya, dengan cepat Eyrine mengambil alih pembicaraan.
Kini, Zuya dan Eyrine tidak lagi berada di lingkungan kampus. Mereka telah berpindah ke sebuah tempat nongkrong yang cukup terkenal di kota mereka—tempat yang selalu penuh oleh anak muda yang mencari suasana santai. Interior kafe itu terasa hangat dengan lampu-lampu gantung kekuningan yang memberikan efek cozy. Tak hanya atmosfernya, menu yang ditawarkan pun sudah terbukti enak dan sering menjadi perbincangan di media sosial.
Kazuya melongos mendengar ucapan Eyrine. Sebenarnya dirinya tidak marah-marah amat si kepada sahabatnya itu. Hanya ingin memberi pelajaran saja sedikit karena dirinya kesal baru diberi tahu hubungan sahabatnya itu dengan pak dosen.
Nampaknya mereka berdua hanya pindah lokasi dari kantin fakultas ke kafe ini, tapi topiknya tetap saja sama—belum ada tanda-tanda pembahasan akan selesai. Seolah ruang dan waktu tidak cukup untuk membahas satu topik saja.
•••