Alena adalah seorang gadis ceria yang selalu berbicara keras dan mencari cinta di setiap sudut kehidupan. Dia tidak memiliki teman di sekolah karena semua orang menganggapnya berisik. Alena bertekad untuk menemukan cinta sejati, meski sering kali menjadi sasaran cemoohan karena sering terlibat dalam hubungan singkat dengan pacar orang lain.
Kael adalah ketua geng yang dikenal badboy. Tapi siapa sangka pentolan sekolah ini termasuk dari jajaran orang terpintar disekolah. Kael adalah tipe orang yang jarang menunjukkan perasaan, bahkan kepada mereka yang dekat dengannya. Dia selalu berpura-pura tidak peduli dan terlihat tidak tertarik pada masalah orang lain. Namun, dalam hati, Kael sebenarnya sangat melindungi orang yang dia pedulikan, termasuk gadis itu.
Pertemuan tak terduga itu membuatnya penasaran dengan gadis berisik yang hampir dia tabrak itu.
"cewek imut kayak lo, ga cocok marah-marah."
"minggir lo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addinia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bersama bintang
Ini hari kedua Nadine sekolah disini. Alena dan Nadine bersiap-siap hendak pergi ke kantin. Nadine memeriksa isi tasnya, sementara Alena berdiri di dekat meja dengan tangan terlipat. Suasana kelas mulai sepi, beberapa siswa sudah keluar untuk istirahat.
Tiba-tiba, suara seorang teman sekelas memecah kesunyian.
"Alena! Lo dicariin!"
Semua mata di kelas, termasuk milik Kael dan Ghost Riders, langsung menoleh ke arah Alena. Alena mendesah, lalu berjalan keluar dengan ekspresi datar.
"Siapa yang nyari kamu, Al?" Ucap Nadine sambil mengejar langkah Alena.
"Mana gue tau. Lo tunggu di sini aja."
Di luar kelas, Bintang berdiri menyandar di dinding menunggu Alena keluar. Ketika melihat Alena keluar, ia tersenyum hangat.
"Alena, hai."
Alena berdiri di depan bintang. "Lo nyari gue? Kenapa?"
"Belajar bareng yok."
"What?!"
Bintang tertawa. "Gue mau ke perpus tapi nggak ada temen, makanya ngajak lo."
Alena hendak menjawab, tetapi Nadine tiba-tiba muncul dari belakangnya.
"Aku ikut kamu ya, Al."
Alena menatap Nadine dengan alis terangkat, tetapi akhirnya mengangguk kecil dan menghela napas.
"Oke."
Alena mengarahkan pandangannya kembali ke Bintang. Alena menunjuk Nadine.
"Ini Nadine, temen gue."
Bintang tersenyum, mengangguk ke arah Nadine. "Halo, Nadine. Gue Bintang."
"Hai, Bintang." Sapa Nadine dengan ceria.
Sementara itu, di dalam kelas, Kael duduk dengan ekspresi penasaran, memperhatikan Alena dan Bintang dari jendela. Matanya mempersempit ketika melihat interaksi mereka. Namun, pandangannya kemudian tertuju pada tas Alena yang tergeletak di bangku. Sebuah senyuman muncul di wajahnya ketika ia melihat keychain Shinchan itu tergantung di sana.
...----------------...
Alena, Nadine, dan Bintang duduk di meja panjang di pojok perpustakaan. Cahaya matahari masuk melalui jendela besar, menciptakan suasana tenang dan hangat. Buku-buku berserakan di meja, menunjukkan keseriusan mereka.
Bintang sedang menjelaskan soal matematika kepada Alena, sementara Nadine diam memperhatikan mereka dengan tenang. Setelah beberapa saat, Nadine mulai membuka bukunya sendiri, mencoba fokus membaca.
"Rumus ini dipake kalo variabelnya konstan, makanya lo tinggal substitusi aja angkanya ke sini."
Alena mengernyitkan dahi, menatap buku.
"Kok rumus ini keliatan beda dari yang gue pelajari?"
Bintang tersenyum sabar. "Kadang, cara penyampaian guru itu beda-beda. Gue bantu lo biar lebih gampang, ya."
Alena mengangguk pelan, lalu kembali membaca buku di depannya. Namun, ekspresi bingung tetap terpampang di wajahnya. Nadine, yang sesekali melirik, tersenyum kecil menyadari kebingungan Alena.
Di sisi lain perpustakaan, suara bisik-bisik terdengar. Sekelompok siswa tampak mencuri pandang ke arah meja mereka, lebih tepatnya ke arah Nadine. Mereka memandangi Nadine dengan antusias, berbisik satu sama lain sambil menunjuk ke arahnya.
"Lo terkenal." Celetuk Bintang.
Nadine tersentak mendengar ucapan Bintang. Ia melirik ke arah para siswa yang sedang berbisik-bisik, lalu menghela napas dengan senyum tipis.
"Maaf ya, jadi ganggu fokus kalian."
Alena, yang dari tadi fokus ke bukunya, menoleh sejenak ke arah Nadine dengan tatapan datar, lalu kembali membaca.
Bintang menggeleng pelan sambil tersenyum.
"Enggak kok. Lo nggak salah apa-apa. Mereka yang nggak ngerti etika di perpustakaan."
Nadine tersenyum kecil mendengar jawaban itu.
Alena menggerutu, tanpa menatap siapa pun.
"Kalo mereka ganggu banget, tinggal gue yang teriak di sini. Beres."
Nadine dan Bintang saling bertukar pandang, lalu tertawa kecil mendengar komentar Alena. Sementara itu, Alena kembali mencoba fokus pada buku di depannya, walaupun ekspresinya jelas menunjukkan bahwa ia masih kebingungan dengan apa yang dibacanya.
...----------------...
Suasana perpustakaan semakin hening, hanya suara pelan obrolan Nadine dan Bintang terdengar di meja pojok. Alena, yang sudah lelah berusaha memahami materi, kini tertidur dengan buku menutupi wajahnya, terlihat benar-benar nyaman di tengah suasana tenang.
Nadine tersenyum. "Kamu sering bantu temen-temen kamu belajar ya? Keliatannya kamu sabar banget ngajarin Alena tadi." Ucap Nadine dengan suara pelan.
Bintang tertawa kecil, mengangguk.
"Lumayan sering. Tapi untuk ngajarin Alena, ini pertama kalinya. Gue seneng ngajarin orang, apalagi kalau mereka semangat belajar. Tapi… kayaknya Alena lebih semangat buat nyerah daripada belajar."
Nadine melirik Alena yang tertidur pulas dengan buku di wajahnya. Lalu kembali menatap Bintang.
"Yang aku liat, Alena tipe orang yang gampang penasaran. Kalo dia udah mau, pasti dia bakal serius." Bisik Nadine.
Dia bisik-bisik karena takut Alena terbangun.
Bintang menyetujui ucapan Nadine.
Mereka melanjutkan obrolan ringan, mulai membahas pelajaran, pengalaman di sekolah, hingga hobi masing-masing. Karena sama-sama pintar dan suka membaca, obrolan mereka mengalir dengan santai.
"Jadi kamu suka baca buku non-fiksi? Aku lebih sering baca novel. Tapi kalau lagi mood, buku-buku sejarah jadi menarik dimata aku."
Bintang mengangguk, tersenyum kecil. "Iya, gue suka banget buku yang bahas sains apalagi teknologi. Tapi gue juga baca novel kok, buat refreshing kalo udah mulai muak sama pelajaran."
Nadine tersenyum mendengar jawaban Bintang. Ia merasa nyaman bisa ngobrol dengan seseorang yang punya minat serupa. Sementara itu, Alena tetap tertidur pulas di kursinya. Namun, perlahan, buku yang menutupi wajahnya mulai bergeser karena napasnya.
Buku itu akhirnya jatuh ke meja dengan suara pelan. Nadine dan Bintang langsung menoleh ke arah Alena. Mereka saling pandang, lalu tertawa kecil.
"Al tidurnya nyenyak banget. Kayaknya udah nggak peduli sama apa yang kita obrolin."
Bintang tertawa kecil. "Biarin aja."
Nadine mengangguk setuju. Mereka kembali berbincang dengan suara pelan, membiarkan Alena menikmati tidurnya tanpa gangguan.
...----------------...
Alena dan Nadine berdiri di depan gerbang sekolah, menunggu jemputan Nadine. Matahari sore yang hangat mulai tenggelam, menciptakan bayangan panjang di trotoar.
"Al?''
"Apa?"
"Kalo Bintang... Dia pacar kamu?"
Alena menoleh cepat. "Semua aja lo tanyain."
Nadine menyengir.
"Bukan, Bintang bukan pacar gue.''
"Ya soalnya kalian keliatan dekat banget tadi di perpustakaan. Jadi, aku kiranya gitu. Maaf, ya."
Alena mendengus, menyilangkan tangannya. "Enggak ada hubungan apa-apa, Bintang bisa di bilang..."
Alena ragu melanjutkannya.
"Bisa dibilang apa?"
"Temen?" Jawab Alena.
Nadine merasa bingung dengan jawaban Alena, dia memberitahu apa bertanya.
Nadine menatap Alena sambil tersenyum kecil. "Hmm, oke. Tapi, aku jadi penasaran, kok kamu nggak punya temen cewek yang lain? Maksudnya.., aku temen cewek pertama kamu di sini, kan?"
Alena terdiam sejenak, pandangannya mengarah ke langit senja. Ada sedikit perubahan di wajahnya, tapi ia segera menyembunyikannya dengan santai.
"Gue nggak terlalu cocok sama cewek-cewek biasanya. Kebanyakan ribet sama drama. Lo aja yang aneh masih bisa gue tolerir."
Nadine tertawa kecil, menepuk bahu Alena. "Aneh? Thanks for the compliment, Al. Tapi aku seneng banget bisa jadi temen kamu.”
Alena tersenyum tipis. "Ya, anggap aja lo spesial. Jangan ge-er."
Sebuah mobil berhenti di depan mereka. Nadine melambaikan tangan, tanda jemputannya sudah datang. Ia meraih tasnya dan bersiap pergi.
"Aku duluan ya, Al!"
Alena mengangguk, melambaikan tangan pelan. "Iya, hati-hati."
"Kamu beneran nggak mau ikut?''
Alena menggeleng, "enggak!"
"Yaudah, bye-bye temanku!"
"Alay lo!"
Nadine tertawa keras.
Mobil Nadine pergi menjauh. Kini Alena berdiri sendirian di depan gerbang. Setelah beberapa detik, ia menarik napas panjang dan mulai berjalan kaki menuju rumahnya, melewati trotoar yang mulai sepi. Dengan tangan di saku dan langkah santai, pikirannya melayang entah ke mana.
penisirin eh penasarannnnn