Season 2 dari novel yang berjudul Dia Suamiku
Setelah 7 tahun berpisah, Mila kembali bertemu dengan mantan suaminya. Perpisahan mereka yang terpaksa oleh keadaan, membuat cinta dihati mereka tak pernah padam meski Elgar telah berstatus sebagai suami orang.
Akankan mereka kembali memperjuangkan cinta mereka demi sang buah hati?
Cerita itu adalah S2 dari novel yang berjudul DIA SUAMIKU.
Untuk lebih jelasnya, silakan baca S1 nya dulu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DMS 23
Pak Satpam memperhatikan sosok yang sekarang ada dihadapannya. Meski hanya memakai celana bahan dan kaos oblong, terlihat tampan dan gagah. Jika dilihat dari mobilnya, sudah bisa dipastikan pria itu kaya raya.
Sedangkan Billi, tubuhnya mendadak lemas. Nyalinya untuk menjadi ayah sambung Saga mendadak menciut. Jika mantan suaminya sekelas Elgar, dia ragu Mila mau menerima dirinya.
"Maaf, anda siapanya mbak Mila? Kenapa bertamu tengah malam seperti ini?" tanya Pak satpam.
"Sa_"
"Dia mantan suami saya." Sahut Mila cepat. Membuat Elgar tak jadi melanjutkan ucapannya.
"Pantesan Saga cakep." gumam Pak satpam.
"Apa pak?" Mila tak begitu mendengar dengan jelas.
"Ti, tidak. Bukan apa apa." Pak satpam tersenyum lalu menoleh kearah lain.
Untung gak kedengeran.
"Mendingan kamu pulang El. Ini tengah malam, Saga juga sudah tidur."
"Jangan mempersulit aku Mil." Tekan Elgar sambil menatap tajam Mila. "Aku ingin bertemu Saga sekarang." Dia kekeh dengan niat awalnya datang.
Pak satpam dan Billi saling menatap melihat sepasang mantan suami istri yang sedang berdebat.
"Maaf Pak, tapi ini tengah malam. Lagian penghuni rumah ini keduanya janda. Saya rasa kurang etis jika menerima tamu pria tangah malam seperti ini. Apalagi tamunya itu mantan. Takutnya jadi bahan gunjingan. Lebih parahnya lagi bisa menimbulkan fitnah." Pak satpam ikut bicara.
"Ta_"
"Besok pagi El. Besok pagi kamu bisa ketemu Saga," potong Mila.
"Benar yang dikatakan mbak Mila. Besok pagi saja anda kembali kesini untuk ketemu Saga."
Mila menoleh kearah lain saat Elgar menatapnya. Dia yakin jika pria itu hendak protes. Tapi apapun protesnya, dia tak akan peduli. Dia warga baru disini, dengan status janda pula. Lebih baik cari aman daripada mengundang fitnah.
"Baiklah." Dengan sangat terpaksa Elgar menyetujui nya. Dia berjalan lunglai menuju mobil, tapi sebelum masuk, dia kembali menatap Mila. Sayangnya Mila buru buru membuang pandangan begitu mata mereka saling beradu.
Satpam yang membawa motor untuk berkeliling itu, mengawal Elgar sampai gate depan. Memastikan jika pria itu benar benar pergi dari rumah Mila.
Billi masih bergeming. Kenyataan ini sungguh membuatnya syok. Kejutan tengah malam yang membuat kantuknya hilang dan dipastikan dia tak akan bisa tidur setelah ini.
"Bil." Panggil Mila sambil menepuk bahu Billi.
Billi terjingkat kaget karena dia sedang melamun.
"Maaf ya, udah bikin tidur kamu terganggu."
Billi menggeleng kemudian mengangguk. Dia yang otaknya masih nge lag bingung mau menanngapi apa.
"Tolong jangan cerita tentang ini di kantor ya? Aku gak mau ada yang tahu jika aku mantan istri Pak Elgar."
Billi mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.
"Makasih." Mila kembali menutup pagar lalu masuk kedalam rumah. Meninggalkan Billi yang masih seperti orang linglung.
Mila menuju kamar Saga. Tampak Saga yang sudah kembali tidur dalam dekapan neneknya. Tapi tidak dengan Bu Rahmi, wanita itu masih terjaga karena cemas memikirkan Mila yang ada diluar. Melihat Mila masuk, dia segera bangun.
Mila duduk ditepi ranjang sambil menatap Saga. Mengusap rambutnya pelan lalu mencium keningnya.
"Apa Elgar yang datang tadi?" Bu Rahmi bisa mendengar sedikit obrolan mereka. Selain itu, dia juga masih lumayan ingat dengan suara Elgar.
"Iya Bu."
"Jadi dia sudah tahu kalau Saga anaknya?"
Mila mengangguk.
"Kamu yang memberitahunya?"
"Bukan."
"Lalu?"
"Tadi Elgar sempat menelepon Mila, tapi Saga yang angkat. Entah gimana ceritanya, tiba tiba saja Elgar sudah tahu tentang Saga." Mila tersenyum kecut sambil geleng geleng. Tak menyangka jika Elgar bisa secepat ini tahu. Dia pikir, besok Elgar pasti akan bertanya soal anak yang menjawab teleponnya. Diluar dugaan, tengah malam Elgar sudah datang dan sudah tahu semuanya.
"Mungkin karena ada ikatan batin antara mereka Mil."
"Mungkin Bu."
Bu Rahmi kembali kekamarnya, meninggalkan Mila berdua bersama Saga.
Mila merebahkan tubuhnya disebelah Saga. Menatap wajah yang sangat mirip dengan Elgar itu lamat lamat. Pikirannya berkecamuk, membayangkan apa yang akan terjadi besok saat anak dan ayah itu bertemu. Akankah Saga kecewa padanya karena telah berbohong selama ini?
Apakah kamu akan marah sama mama sayang? Maaf, sudah membohongimu selama ini.
...----------------...
Elgar menghentikan mobilnya didekat pos satpam. Dia meminta ijin menunggu disana karena tak mau pulang. Pulang juga buang buang waktu saja, tak mungkin dia bisa tidur karena kepikiran Saga. Jadi dia putuskan menunggu didalam mobil yang terparkir didekat pos satpam.
Sampai adzan subuh, dia belum juga bisa memejamkan mata meski sesaat.
Elgar menitipkan mobil pada satpam lalu berjalan menuju masjid yang tak jauh dari rumah Mila. Selepas sholat berjamaah, dia yang melewati rumah Mila, sengaja berhenti. Ternyata pagarnya sudah terbuka. Pulang dari sholat subuh di masjid, Bu Rahmi memang tak pernah mengunci lagi pagar rumahnya.
Elgar masuk, berjalan pelan menuju pintu lalu mengetuknya.
Tok tok tok
Kali ini, sengaja dia tidak seheboh semalam agar tak kembali dikira membuat keributan.
Tok tok tok
Elgar terus mengetuk hingga akhirnya pintu itu terbuka. Muncul Mila dari balik pintu. Mila cukup syok, sepagi ini Elgar datang? dan pakaiannya, Mila memperhatikan baju yang masih sama persis seperti semalam. Yang berubah hanya wajahnya, terlihat lebih segar karena habis sholat.
"Aku belum pulang, semalam menunggu di pos satpam." Elgar seakan paham arti tatapan Mila.
Mila menghela nafas, semangat mantan suaminya untuk bertemu Saga patut diapresiasi.
"Ayo masuk." Mila membuka pintu lebar dan membiarkan Elgar masuk. "Duduklah dulu, Saga masih tidur."
Elgar memperhatikan ruang tamu Mila. Terasa sangat sempit karena dia sudah terbiasa diruang tamu rumahnya yang sangat luas. Tapi dia merasa rumah ini nyaman. Mungkin karena yang menghuni adalah Mila dan Saga, pemilik hatinya.
"Aku baru membeli rumah ini. Uang dari hasil penjualan apartemen yang kamu beri dulu."
Elgar mengangguk lalu duduk. Bu Rahmi keluar saat mendengar percakapan diruang tamu. Agak kaget juga dia melihat mantan menantunya sudah bertamu sepagi ini.
"Bu." Elgar menghampiri Bu Rahmi lalu mencium tangannya. "Apa kabar?"
"Baik." Jawab Bu Rahmi singkat. Sejak dulu, diantara semua keluarga Mila, Bu Rahmi yang paling tidak menyukai Elgar.
Mila hendak kedapur untuk membuatkan Elgar teh, tapi Bu Rahmi menahannya.
"Biar ibu saja yang bikin, kamu bangunin Saga."
Mila mengangguk. Dia lalu masuk kedalam untuk membangunkan Saga, sementara Elgar menunggu dengan cemas diruang tamu.
Melihat Saga yang masih terlelap, Mila mengusap lembut pipinya lalu menggoyang pelan bahunya.
"Saga, bangun sayang."
Setelah beberapa kali digoyangkan bahunya, akhirnya Saga membuka mata. Bocil itu menguap sambil mengucek matanya. Menggemaskan sekali, Mila mencium pipi Saga beberapa kali saking gemasnya. Putranya itu tetap terlihat tampan meski baru bangun tidur.
"Ada yang mau ketemu Saga."
"Hem, siapa Mah?" Saga yang masih mengantuk bertanya sambil menguap.
"Saga lihat saja sendiri."
Saga jadi penasaran. Sebenarnya siapa yang ingin bertemu dengannya sepagi ini?
Mila membantu Saga bangun, merapikan rambut dan piyamanya, lalu menuntunnya menuju ruang tamu.
Begitu melihat Saga, Elgar segera bangkit lalu menghampiri dan memeluknya.
"Saga." Gumam Elgar yang saat ini berlutut sambil memeluk Saga. Dia tak bisa mengungkapkan betapa bahagianya dia saat ini.
Saga menatap mamanya, dia masih tak paham kenapa Elgar datang sepagi ini dan langsung memeluknya.
"Om Elgar." Panggil Saga.
Elgar melepaskan pelukannya. Ditatapnya Saga dengan mata berkaca kaca.
Punggung tangan Elgar bergerak menyentuh wajah Saga. Dengan air mata berderai, dia ciumi setiap inci wajah putranya itu.
Mila memalingkan wajahnya lalu menyeka air mata. Dia tak kuasa menahan haru melihat pertemuan ayah dan anak itu.
Saga makin bingung dengan perlakuan Elgar.
"Ada apa Om, kok Om nangis?"
Tangan kecil Saga bergerak untuk menyeka air mata Elgar. Diperlakukan demikian, membuat air mata Elgar kian mengalir deras. Dia meraih tangan mungil Saga lalu menciumnya berkali kali.
Saga menoleh kearah mamanya untuk minta jawaban tentang apa yang sebenarnya terjadi.
"Mamah."
Mila tak bisa berkata kata. Dia kembali membuang pandangannya kearah lain sambil menyeka air mata.
Kebingungan Saga kian berlipat ganda. Tak hanya Elgar saja yang menangis, mamanya juga menangis.
"Ada apa ini Om? Kenapa mama sama Om menangis?"
Elgar melepas tangan Saga lalu menangkup kedua pipi cubbi bocah itu.
"Ini papa sayang. Ini papanya Saga. Om Elgar papanya Saga."
Saga mengernyitkan dahinya. Dia masih bingung kenapa pemilik yayasan bilang jika dia papanya? Padahal hari itu saat mereka bertemu disekolah, tidak bilang seperti ini.
Elgar menurunkan tangannya dari pipi Saga lalu kembali memeluknya.
"Ini papa sayang. Ini papanya Saga."
Saga mendorong Elgar untuk melepaskan diri dari pelukan pria itu. Dia berlari menghampiri mamanya, lalu memeluk pinggangnya.
"Om Elgar bohongkan Mah? Dia bukan papanya Sagakan?" Yang Saga yakini, papanya berada ditempat yang jauh, jadi tak mungkin pemilik yayasan adalah papanya.
Mila melepaskan belitan tangan Saga lalu berlutut didepan bocah itu. Meski Saga sangat ingin bertemu papanya, tapi hal ini jelas akan berpengaruh pada mental anak itu. Apalagi selama ini dia membohongi Saga jika papanya berada ditempat yang sangat jauh. Mungkinkah Saga akan kecewa jika tahu papanya ada tak jauh darinya?
"Mamah, kenapa diam?" Rengek Saga sambil menarik narik baju Mila.
Mila mengangguk. "Iya, Om Elgar papanya Saga."