NovelToon NovelToon
Exchange The Dead Bahasa Indonesia

Exchange The Dead Bahasa Indonesia

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Sistem
Popularitas:419
Nilai: 5
Nama Author: Dewa Leluhur

Muak seluruh semesta saling membunuh dalam pertikaian yang baru, aku kehilangan adikku dan menjadi raja iblis pertama kematian adikku menciptakan luka dalam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewa Leluhur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Six candidates

Setelah kepergian Arata, Noah melangkah dengan tenang menuju singgasana silver agung Sea Abyss. Setiap langkahnya bergema di ruangan megah itu, sementara cahaya keperakan dari kristal-kristal es yang mulai mencair memantulkan bayangannya yang panjang di lantai marmer.

Dia duduk di singgasana dengan gerakan anggun namun penuh otoritas. Matanya memandang jauh ke arah pintu kastil yang kini tertutup, tempat di mana Arata menghilang beberapa saat lalu.

"Garnava," panggilnya tanpa mengalihkan pandangan.

Garnava, tangan kanan kepercayaan Noah, membungkuk hormat sebelum melangkah mendekat ke singgasana.

"Tuanku," sahutnya dengan suara merdu namun tegas.

"Menurutmu," Noah menyandarkan kepalanya di tangan — menyilangkan kaki, "pada siapa Arata akan mencari sekutu?"

Garnava terdiam sejenak, mempertimbangkan pertanyaan tuannya dengan seksama. "Mohon maaf, Tuanku," dia akhirnya berkata, "tapi saya tidak bisa memastikan. Kebanyakan Dewa memiliki dendam pribadi terhadap Arata setelah apa yang dia lakukan. Bahkan mereka yang dulu menjadi sekutunya kini membencinya."

Noah tersenyum tipis. "Justru itu yang membuatnya menarik, bukan?"

"Tuanku?"

"Desperate times call for desperate measures, Garnava," Noah bersandar di singgasananya. "Ketika seseorang terdesak ke pojok, mereka bisa melakukan hal-hal yang tidak terduga. Dan Arata..." dia terkekeh pelan, "dia selalu penuh kejutan."

Garnava mengangguk hormat, meski di matanya terpancar kekhawatiran. "Haruskah saya mengirim mata-mata untuk mengawasinya, Tuanku?"

"Tidak perlu," Noah menggeleng. "Biarkan dia bergerak. Biarkan dia mengumpulkan sekutunya." Senyumnya melebar, memperlihatkan kepercayaan diri yang mutlak. "Akan lebih menarik jika kita tidak tahu siapa yang akan dia bawa ke hadapan kita nanti."

Garnava membungkuk sekali lagi, menerima keputusan tuannya tanpa bantahan. Sementara itu, Noah kembali memandang ke arah pintu kastil, matanya berkilat penuh antisipasi akan pertarungan besar yang akan datang.

"Tuanku," Garnava melangkah maju dengan hati-hati, "jika saya boleh bertanya... menurut Anda, siapa yang akan dipilih Arata untuk menjadi Dewa baru dalam aliansinya?"

Noah mengalihkan pandangannya dari pintu kastil ke arah tangan kanannya. Seulas senyum penuh arti terukir di wajahnya. "Ah, pertanyaan yang menarik, Garnava."

"Yirgafara Elliot," ucap Noah dengan nada yang dalam dan yakin.

Mata Garvana melebar mendengar nama itu. "Dewa Kutub Kelima? Sang Dewa Perang?" Suaranya dipenuhi keterkejutan. "Tapi Tuanku, bukankah dia—"

"—adalah salah satu yang terkuat?" Noah menyelesaikan kalimatnya. "Tepat sekali. Dan itulah yang membuatnya menjadi kandidat sempurna." Dia berjalan menuruni tangga singgasana dengan langkah santai namun penuh wibawa.

"Yirgafara Elliot bukan hanya seorang dewa perang biasa," Noah melanjutkan, suaranya bergema di ruangan megah itu. "Dia memiliki sesuatu yang jarang ditemui di antara para dewa — kebijaksanaan yang lahir dari ribuan pertempuran. Dia memahami bahwa kadang kala, musuh terbesar mu bisa menjadi sekutu terkuatmu."

Garvana mengangguk perlahan, mencerna kata-kata tuannya. "Tapi bukankah Yirgafara memiliki sejarah kelam dengan Arata?"

Noah tertawa pelan. "Justru itu yang membuatnya semakin menarik, Garvana. Dendam bisa menjadi motivasi yang kuat, tapi keinginan untuk bertahan hidup..." dia berhenti sejenak, "...bisa lebih kuat lagi."

"Anda yakin dia akan menerima tawaran Arata?"

"Oh, dia akan menerimanya," Noah tersenyum penuh keyakinan. "Yirgafara cukup cerdas untuk melihat gambaran besarnya. Dia tahu bahwa dalam perang yang akan datang ini, berdiri sendiri sama dengan bunuh diri."

Garvana membungkuk hormat, namun kekhawatiran masih terpancar di wajahnya. "Haruskah kita mengambil langkah pencegahan, Tuanku?"

"Iya," Noah memikirkan sesuatu. "Biarkan mereka membangun aliansi mereka. Biarkan mereka merencanakan strategi mereka." Dia berbalik menghadap singgasananya, memandang simbol kekuasaan Silver Sea Abyss itu. "Karena pada akhirnya, semua akan kembali pada satu pertanyaan..."

Dia berhenti sejenak, membiarkan ketegangan mengambang di udara.

"Tuan Noah, rencana anda?" Garvana berada di belakang Noah mengikutinya dengan hati-hati.

"Bagaimana jika..." Noah mengangkat tangannya yang pucat ke udara, "kita membuat permainan ini sedikit lebih menarik?"

Garvana menyaksikan dengan napas tertahan ketika Noah meremas ujung jarinya sendiri menggunakan kuku. Tetes darah pertama jatuh ke lantai marmer, menimbulkan bunyi 'tik' yang bergema di ruangan megah itu.

*Tik*

Tetesan pertama berpendar dalam cahaya kemerahan, membentuk sosok tinggi dengan rambut hitam. "Arbiyu," bisik Noah, "sang pemburu bayangan."

*Tik*

Tetes kedua jatuh, membentuk figur berotot dengan tato-tato kuno di sekujur tubuhnya. "Riguar Noin, si penguasa api abadi."

*Tik*

"Guyvere," saat tetes ketiga membentuk sosok laki-laki bermata kebiruan dengan sayap es, "pengendali badai kutub."

*Tik*

Tetesan keempat mengkristal menjadi sosok bertudung kehitaman dengan mata berkilat kemerahan. "Zenudek, sang pengumpul jiwa."

*Tik*

"Ah, yang kelima..." Noah memandang sosok yang terbentuk dari tetes darahnya — seorang pria dengan armor hitam legam dan mata merah menyala, "Deadrick, pembantai dewa kegelapan."

*Tik*

Tetes terakhir jatuh perlahan, membentuk sosok anak kecil dengan senyum manis namun mata yang dingin membeku. "Dan tentu saja... Ghusya, sang manipulator takdir."

Garvana menatap keenam sosok yang kini berlutut di hadapan Noah, masing-masing memancarkan aura kekuatan yang mencekam. "Mereka..."

"Mereka adalah perpanjangan dari diriku," Noah melangkah di antara keenam sosok itu, berdiri penuh otoriter "Darah dan magis aku sendiri. Loyal hingga tarikan napas terakhir." Dia berhenti dan menghadap Garvana, matanya berkilat berbahaya. "Mari kita lihat bagaimana Arata dan Yirgafara menghadapi... keluarga baruku."

Keenam sosok itu bangkit berdiri secara bersamaan, mata mereka terfokus pada Noah dengan kepatuhan mutlak.

"Pergilah," perintah Noah. "Temukan mereka. Awasi mereka. Tapi jangan bertindak sampai aku memberi perintah." Dia kembali ke singgasananya, memandang para ciptaannya dengan bangga. "Biarkan mereka merasakan kedamaian semu... sebelum badai yang sesungguhnya."

Satu per satu, keenam sosok itu menghilang dalam kepulan asap hitam, lompatan, dan gerakan cepat meninggalkan Noah dan Garvana di ruang singgasana yang kembali sunyi.

"Tuanku," Garvana membungkuk dalam, "rencana Anda sungguh... brilian."

Noah hanya tersenyum, jarinya yang terluka telah sembuh sempurna. "Ini baru permulaan." Dia memandang ke arah kristal-kristal es yang kini berpendar kemerahan. "Ini baru permulaan."

Sementara itu, di puncak Gunung Es Abadi...

Arata berdiri di tepi jurang yang memisahkan dunia fana dengan wilayah para dewa. Angin dingin membekukan menusuk tulang, tapi dia tidak bergeming. Matanya terfokus pada kastil es yang menjulang di kejauhan — kediaman Yirgafara Elliot.

"Sudah kuduga kau akan datang," suara berat terdengar dari belakangnya.

Arata tidak perlu berbalik untuk mengenali pemilik suara itu. "Yirgafara."

"Berani sekali kau menginjakkan kaki di wilayahku," Yirgafara melangkah ke samping Arata, armor perangnya berkilau ditimpa cahaya bulan. "Setelah apa yang kau lakukan."

"Kita berdua tahu aku tidak punya pilihan saat itu," Arata menjawab tenang, masih memandang ke kejauhan.

Yirgafara mendengus. "Tidak punya pilihan? Kau mengorbankan separuh pasukan ku untuk ritual kematianmu."

"Dan karena itulah aku di sini sekarang," Arata akhirnya menoleh, menatap mata Yirgafara yang berkilat marah. "Untuk menebus kesalahan itu."

"Dengan cara?"

"Bergabunglah denganku," Arata mengulurkan tangannya. "Noah telah berubah. Dia bukan lagi dewa yang kita kenal. Kekuatannya... ambisinya... dia akan menghancurkan keseimbangan dunia."

Yirgafara terdiam sejenak, memandang tangan Arata yang terulur. "Kau memintaku untuk berkhianat pada Noah?"

"Aku memintamu untuk menyelamatkan dunia yang telah kita jaga selama ribuan tahun."

Angin bertiup semakin kencang, membawa butiran salju yang menari di antara mereka. Yirgafara mengangkat tangannya, siap untuk menyerang... atau menyambut.

1
Fastandfurious
Gemesin banget nih karakternya, bikin baper!
Leluhur: tidak ada karakter menggemaskan kaka
total 1 replies
yeqi_378
Gila PPnya cakep bangeeet, cepetan thor update lagi please!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!