Di dunia di mana para dewa pernah berjalan di antara manusia, sebuah pedang yang terlupakan bangun, melepaskan kekuatan yang dapat mengubah dunia. Seorang pemuda, yang ditakdirkan untuk kehebatan, menemukan sebuah rahasia yang akan mengubah nasibnya, tetapi dia harus memilih pihak, pilihan yang akan menentukan nasib dunia. Cinta dan kesetiaan akan diuji ketika dia menjelajahi dunia sihir, petualangan, dan roman, menghadapi ancaman yang dapat menghancurkan jaringan eksistensi. Warisan Para Dewa menunggu... Apakah kamu akan menjawab seruannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pramsia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25: Bisikan Jembatan
Udara dingin menusuk tulang saat Jian, Kai, dan Mei melangkah keluar dari gua. Aroma tanah lembap dan lumut menempel kuat di pakaian mereka, sebuah pengingat akan cobaan yang baru saja mereka lalui. Senyum bangga Sang Guru Legendaris, sosok bijaksana dengan mata tajam dan rambut putih yang berkilauan, adalah bukti bisu atas kemenangan mereka atas iblis batin mereka. Namun, kemenangan itu terasa pahit. Tantangan baru menanti, jalan yang diselimuti misteri dan bahaya.
"Bayangan yang telah kalian taklukkan hanyalah pembuka," suara Sang Guru, dalam dan bergema, memecah kesunyian. "Kekuatan sejati terletak bukan hanya pada mengatasi kekacauan batin, tetapi dalam menggunakan kekuatan baru kalian untuk kebaikan yang lebih besar. Kalian harus mencari Jembatan Cahaya, penghubung ke energi surgawi, gerbang untuk menguasai kemampuan kalian."
Kai, yang masih bergulat dengan gema kegagalan masa lalunya, berbicara dengan tekad baru, "Dan di mana, Guru, Jembatan Cahaya itu? Ujian apa yang menanti kita?"
Tatapan Sang Guru tertuju pada hutan lebat dan menakutkan yang berbatasan dengan gua. "Hutan Berbisik," katanya, suaranya rendah dan serius. "Tempat di mana tabir antara dunia tipis, di mana kegelapan dan cahaya berbenturan dalam perjuangan abadi. Jembatan Cahaya terletak di jantungnya, tetapi jalannya penuh bahaya. Hanya mereka yang memiliki hati yang teguh dan ikatan yang tak terputus yang akan menang."
Mei, yang selalu peka, merasakan beban kata-kata Sang Guru, bahaya tersembunyi yang mengintai di dalam hutan. "Kita menghadapi ini bersama, seperti yang selalu kita lakukan," katanya, suaranya tegas dan mantap, jaminan yang menenangkan bagi teman-temannya.
Jian, yang selalu strategis, mengangguk. "Kekuatan gabungan kita, yang diasah dalam pertempuran melawan cobaan individu kita, akan menjadi senjata terkuat kita. Mari kita maju."
Hutan Berbisik sesuai dengan namanya. Udara bergetar dengan energi yang meresahkan, daun-daun yang berdesir membisikkan rahasia yang hanya angin yang mengerti. Pohon-pohon raksasa, bengkok dan kuno, mencakar langit, cabang-cabangnya saling terkait seperti jari-jari kerangka. Tanah di bawah kaki mereka sendiri tampak berdengung dengan energi jahat.
Tiba-tiba, sebuah bayangan hitam melesat dari balik pohon, menyerang Kai. Ia menghindar dengan cekatan, pedangnya terhunus, siap menghadapi serangan. Sebuah makhluk mengerikan dengan mata merah menyala dan taring tajam muncul dari kegelapan.
"Berhati-hatilah!" teriak Jian, pedangnya terhunus siap. Mei dengan lincah melompat ke depan, menyerang makhluk itu dengan serangan yang cepat dan akurat.
Pertempuran sengit terjadi di tengah hutan. Ketiga sahabat itu bekerja sama dengan kecepatan dan keahlian yang luar biasa. Jian dengan strategi cerdasnya mengalihkan perhatian makhluk itu, sedangkan Kai dengan kecepatan dan ketangkasannya menyerang titik lemah makhluk itu, dan Mei dengan ketepatan serangannya menghancurkan pertahanan makhluk itu.
Akhirnya, dengan gerakan yang terkoordinasi, mereka berhasil mengalahkan makhluk itu. Mereka bernapas dengan berat, keringat menetes dari kening mereka, tetapi senyum tetap terukir di wajah mereka. Mereka telah melewati ujian pertama di Hutan Berbisik.
"Kita harus terus berhati-hati," kata Jian, matanya memasuki hutan yang gelap. "Makhluk itu hanya satu dari banyak yang menghuni hutan ini."
"Tidak apa-apa," kata Kai, suaranya penuh keyakinan. "Kita akan melewatinya bersama."
"Aku percaya padamu," kata Mei, menatap kedua temannya dengan senyum yang menenangkan.
Akhirnya, mereka mencapai lapangan terbuka yang dibanjiri cahaya ethereal. Di depan mereka berdiri Jembatan Cahaya, busur energi surgawi yang berkilauan, jembatan yang membentang jurang antara dunia mereka dan alam kekuatan yang tak terbayangkan. Ia berdenyut dengan energi yang lembut dan mengu
Mereka melangkah ke atas jembatan, merasa sensasi hangat yang menenangkan menyelimuti mereka. Cahaya yang mengelilingi mereka semakin intens, menciptakan efek prisma yang menakjubkan, membiaskan cahaya menjadi spektrum warna yang tak terhitung jumlahnya. Aroma bunga-bunga surgawi yang harum memenuhi udara, bercampur dengan sensasi dingin yang menyegarkan.
Di ujung jembatan, mereka mencapai kota yang indah, kota yang dibangun dari kristal yang berkilauan, dengan taman-taman yang dipenuhi tanaman-tanaman yang memancarkan cahaya lembut, dan bangunan-bangunan yang menjulang tinggi, seakan menyapa langit. Kota itu bernama Aurora, pusat dari peradaban yang maju, dibangun berdasarkan prinsip harmoni dan keseimbangan antara alam dan manusia. Kota ini telah berdiri selama ribuan tahun, dibangun oleh para pencari kebenaran yang menemukan jalan menuju pencerahan. Penduduk Aurora hidup dalam damai dan harmoni, menghormati alam dan satu sama lain. Mereka hidup dalam kesederhanaan, menghindari kekuasaan dan keserakahan. Mereka menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju, tetapi mereka menggunakannya untuk kebaikan dan kesejahteraan.
Saat mereka memasuki kota Aurora, mereka disambut oleh orang-orang yang ramah dan penuh kebijaksanaan. Mereka diajak ke pusat kota, di mana sebuah bangunan besar terbuat dari kristal berkilauan menjulang tinggi. Di dalam bangunan itu, terdapat sebuah ruang besar yang dipenuhi dengan buku-buku kuno dan artefak berharga.
"Selamat datang di Perpustakaan Aether," kata seorang pria berjubah putih, yang tampak seperti penjaga perpus
"Kami mendengar kisah tentang Jembatan Cahaya," kata Jian, "dan kami ingin mengetahui lebih banyak tentang dunia ini."
"Kalian telah melewati ujian yang berat," jawab pria berjubah itu. "Sekarang kalian berada di tempat yang benar. Di sini, kalian akan menemukan pengetahuan dan kebijaksanaan yang akan membantu kalian mencapai tujuan kalian."
Jian, Kai, dan Mei melihat sekeliling ruangan dengan takjub. Mereka mengerti bahwa perjalanan mereka baru saja mulai. Mereka telah melewati cobaan yang berat, tetapi tantangan baru menanti mereka di dunia baru ini. Mereka siap untuk merangkul takdir yang menanti mereka di Aurora.
( Lanjut Chapter 26 )