dengan gemetar... Alya berucap, "apakah kamu mau menjadi imam ku?? " akhirnya kata kata itu pun keluar dari lisan Alya yg sejak tadi hanya berdiam membisu.
"hahhh!!! apa!!... kamu ngelamar saya? "ucap afnan kaget
sambil menunjuk jari telunjuknya ke mukanya sendiri.
dengan bibir yg ber gemetar, Alya menjawab" i ii-iya, saya ngelamar kamu, tapi terserah padamu, mau atau tidaknya dgn aku... aku melakukan ini juga terpaksa, nggak ada pilihan.... maaf kalo membuat mu sedikit syokk dgn hal ini"ucap Alya yg akhirnya tidak rerbata bata lagi.
dgn memberanikan diri, afnan menatap mata indah milik Alya, lalu menunduk kembali... karna ketidak kuasa annya memandang mata indah itu...
afnan terdiam sejenak, lalu berkata "tolong lepaskan masker mu, aku mau memandang wajahmu sekali saja"
apakah Alya akan melepaskan masker nya? apakah afnan akan menerima lamaran Alya? tanpa berlama-lama... langsung baca aja kelanjutan cerita nya🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syah_naz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
makasih info nya
Ting...
Notifikasi ponselnya berbunyi, memecah keheningan malam itu. Dengan tangan sedikit gemetar, Alya meraih ponsel dan melihat siapa yang mengirim pesan. Ternyata, sebuah video dari Sarah, teman lama yang sudah seperti saudara baginya.
Sebuah video TikTok, yang entah mengapa, membuat Alya merasa ada yang berbeda. Ia membuka video itu, tanpa tahu kenapa rasa penasaran itu semakin mendalam.
Di layar ponselnya, tampak seorang pemuda yang begitu tenang dan berwibawa, sedang sibuk membaca buku. Wajahnya terlihat khusyuk, seolah dunia di sekitarnya tak ada artinya selain ilmu.
Alya merasa seperti ada magnet yang menarik perhatiannya pada pemuda itu. Kemudian, ia membaca beberapa komentar dari netizen yang turut mengungkapkan kekaguman mereka.
Netizen 1: "Di antara banyak gus yang ada di sosmed, saya lebih kagum pada pemuda ini. Banyak teman-temannya yang sibuk menebar pesona, tapi hanya dia yang lebih memilih untuk menuntut ilmu. Memberikan pencerahan dan haus akan belajar."
Netizen 2: "Dia satu-satunya yang selalu menundukkan pandangannya ketika berjalan di depan banyak perempuan. Itu menunjukkan kedalaman jiwa dan keimanan yang luar biasa."
Netizen 3: "Melihatnya, aku merasa malu dengan diriku sendiri. Ilmunya sudah luas, namun dia tetap terus belajar, terus berusaha menjadi lebih baik. Sementara aku, jauh tertinggal di belakang."
Alya terdiam membaca komentar-komentar itu. Hatinya bergetar, seperti ada yang mengganggu di dalam dirinya. Ada rasa kagum yang tak bisa ia ungkapkan, rasa ingin tahu yang begitu mendalam.
Tanpa pikir panjang, Alya segera menelpon Sarah, berharap bisa mengetahui lebih lanjut tentang pemuda yang membuat hatinya terkejut. Setelah beberapa detik, suara Sarah terdengar di ujung telepon, namun kali ini ada sedikit ketegangan dalam nada suaranya.
"Assalamu'alaikum, siapa ini kak?" tanya Alya kepada sarah, untuk memberikan penjelasan video tersebut.
"Itu Afnan Syabil... Gus Afnan, dia anak seorang kiyai di Bondowoso, Jawa Timur. Seorang pendakwah muda. Ganteng nggak?" jawab Sarah, sedikit menggoda.
Alya terdiam sejenak, mencerna informasi itu. "Ou... gitu..." jawabnya dengan nada datar, meskipun hatinya berdesir. Sarah yang mendengar jawaban Alya langsung kesal.
"Cuman 'ouhh gitu' doang? Yaa Allah Alya, jawab dong dengan lebih semangat! Itu Gus Afnan loh, ganteng, pintar, dan penuh wibawa!" Sarah berkata kesal, merasa Alya tak cukup antusias.
Alya tertawa kecil, seolah menghindari kerumitan perasaan yang baru muncul. "Mau kakak gimana? Maa syaa Allah Tabaroka Allah, ouhh ganteng banget... Gitu?" ledek Alya, meskipun hatinya sendiri mulai merasa sedikit malu.
"Yaudah dah... Bye," jawab Sarah, kesal karena Alya tak memberi respon yang diinginkan.
Alya tertawa terbahak-bahak, namun tertawa itu segera mereda begitu ia sadar. Ia memejamkan mata sejenak, beristighfar. “Astagfirullah... Alya... apa yang kamu lakukan?” pikirnya dengan rasa bersalah yang mengalir begitu saja.
Setelah beberapa detik, Alya terdiam, merenung. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Sarah, yang sejak tadi diam, akhirnya bertanya.
"Alya... Kesambet apa kamu? Tiba-tiba diam banget, nih anak!" tanya Sarah, heran dengan perubahan sikap Alya yang tiba-tiba.
Alya tersenyum kecil. "Hehe... Kak, anuu... nggak jadi deh." Jawabnya, namun jawabannya justru membuat Sarah semakin kesal.
"Udah ah, Alya ngeselin dari tadi, aku mau tidur aja. Assalamu'alaikum... Bye." Sarah langsung menutup telepon dengan kesal, meninggalkan Alya yang tertawa kecil, namun ada perasaan kosong yang mulai menyusup.
Alya menunduk, berbisik kepada dirinya sendiri, "Hahaha, merajuk lagi dia, Sarah... Astagfirullah, Alya... Alya..." Suara hatinya penuh dengan penyesalan dan keheranan atas sikapnya sendiri.
Setelah itu, Alya kembali meraih ponselnya, matanya memusat pada layar yang menampilkan nama Gus Afnan.
Ada rasa ingin tahu yang tak bisa ia elakkan. Ia memutuskan untuk mencari lebih banyak informasi tentang pemuda itu. Ia mencari tahu tentang keluarga, latar belakang, pendidikan, dan karier Gus Afnan.
Namun semakin ia menggali, semakin ia terperangkap dalam perasaan yang tak bisa ia mengerti.
* * *
Afnan Syabil, atau yang biasa dipanggil Afnan, adalah seorang gus dari pesantren ternama di Jawa Timur.
Di usianya yang baru menginjak 22 tahun, ia telah menyelesaikan pendidikan di universitas bergengsi di Kairo. Tidak hanya memegang gelar sebagai gus, Afnan juga dikenal sebagai pendakwah muda yang berpengaruh, selebgram terkenal, dan kreator konten dakwah berbasis agamis.
Meski banyak perempuan terpesona pada sosoknya, Afnan memilih untuk fokus mendalami ilmu agama. Baginya, belajar adalah jalan hidup.
Ia menjadikan waktu dan tenaganya sebagai investasi untuk terus membaca dan memahami.
Buku adalah sahabat sejatinya, sumber inspirasi dan pengetahuan yang tak pernah habis digali. Prinsipnya sederhana, "Tidak ada kata berhenti dalam belajar."
“Dia... luar biasa,” batin Alya sembari membaca biografi singkat Afnan di layar ponselnya.
Mata Alya menatap layar cukup lama, sebelum akhirnya ia menutupnya dengan hembusan napas panjang. Ada perasaan bercampur di hatinya: kagum, heran, dan sedikit tidak rela. Dalam diam, ia melangkah ke arah lemari kecil di sudut kamar.
Tangannya gemetar saat menarik keluar celengan yang terbuat dari kaleng usang.
Tanpa pikir panjang, ia memecahkan celengan itu. Bunyi dentingan koin yang berserakan memenuhi kamar.
Beberapa lembar uang kertas jatuh berserakan di lantai. Alya mengumpulkan semuanya dengan hati-hati, menghitungnya perlahan. Jumlahnya hanya mencapai tiga juta rupiah.
“Cukup nggak ya buat tiket pulang pergi?".
pikir Alya sambil menghela napas berat.
Ia tahu, uang itu mungkin tak akan cukup untuk menutupi semua biaya. Tapi hatinya sudah bulat. Baginya, yang terpenting sekarang adalah membuktikan sesuatu pada mamanya: bahwa pilihannya jauh lebih baik daripada calon pilihan mamanya, yang menurutnya hanya seorang pria sok kaya tanpa jiwa.
Tanpa ragu lagi, Alya membuka aplikasi pemesanan tiket di ponselnya. Jari-jarinya bergerak cepat, meski kepalanya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan. "Apa aku keterlaluan? Egois? Apa aku bisa pulang nanti?”.Tapi ia menepis semuanya.
Baginya, ini adalah perjuangan untuk mengulur waktu, untuk membatalkan perjodohan yang tak pernah ia setujui.
Saat tiket berhasil dipesan, Alya terdiam. Ada rasa lega bercampur takut." alhamdulillah udah beres satu masalah "ucap nya menatap langit-langit kamarnya.
Dalam hati ia berbisik, "Mama harus tahu... bahwa aku nggak akan menyerah begitu saja. Aku punya hak untuk memilih masa depanku sendiri."
Langkah Alya kini semakin jelas, meski jalannya penuh ketidakpastian. Keegoisan yang ia genggam erat itu bukanlah tanpa alasan, melainkan sebuah upaya untuk mempertahankan kebebasannya.
baper