NovelToon NovelToon
My Crazy Daughter

My Crazy Daughter

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Balas Dendam / Identitas Tersembunyi
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Matatabi no Neko-chan

Setelah diadopsi Verio, kehidupan Ragna berubah. Apalagi saat mendapat ingatan masa lalunya sebagai putri penjahat yang mati akibat penghianatan.
Memanfaatkan masa lalunya, Ragna memutuskan menjadi yang terkuat, apalagi akhir-akhir ini, keadaan kota tidak lagi stabil. Bersama Verio, mereka memutuskan menuju puncak dalam kekacauan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Matatabi no Neko-chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9

"Setelah sekian lama, akhirnya pria yang mengaku sebagai ayah kandungku muncul juga," pikir Ragna sambil memacu motornya menyusuri jalan setapak di pinggir kota. Angin dingin menerpa wajahnya, namun tak mampu mengalihkan pikirannya dari kenangan kelam yang terus menghantui. "Aku masih ingat dengan jelas. Dia benar-benar ingin membunuhku demi kekasihnya. Entah bagaimana, aku berhasil selamat. Sekarang, ingatanku tentang masa lalu mulai memudar... tapi rasa sakit itu tetap ada."

Ragna tiba di sebuah hutan lebat dan memarkirkan motornya di bawah pohon besar yang cukup tersembunyi. Dengan senapan angin tersandang di punggung dan belati tergantung di pinggang, dia melangkah masuk ke dalam hutan. Suara dedaunan yang bergesekan dan kicauan burung liar menjadi latar belakang perjalanannya.

"Dulu, aku hanya bermain dengan strategi, racun, dan manipulasi," pikirnya sambil menyisir semak-semak, matanya mencari tanaman tertentu. "Tapi sekarang, aku harus menggabungkan semuanya dengan teknologi. Dunia sudah berubah, dan aku harus tetap unggul."

Langkahnya mantap meski sunyi. Di sepanjang perjalanan, ia mengumpulkan berbagai tanaman yang ditemuinya, memasukkannya ke dalam kantong kain kecil di pinggang. Sesekali, dia berhenti untuk memperhatikan hewan-hewan kecil yang melintas, tetapi fokusnya tetap pada misinya.

Sejak Verio mendapatkan pekerjaan tetap sebagai montir, Ragna mulai melatih dirinya di hutan ini. Dia melakukannya diam-diam, mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk. Namun, semuanya berubah ketika dia berusia sebelas tahun. Saat itu, Ragna akhirnya mengetahui kebenaran tentang identitas pria yang merawatnya.

Verio Ganeshara.

Pria yang ternyata lebih dari sekadar montir biasa. Dia adalah pembunuh bayaran yang terkenal sekaligus ketua gangster yang ditakuti di seluruh kota. Kericuhan besar beberapa tahun lalu menjadi titik balik hidup Ragna, membuatnya harus menerima kenyataan bahwa kekerasan adalah bagian dari hidupnya.

"Dor!"

Suara tembakan senapan angin menggema di tengah hutan, mengakhiri lamunannya. Seekor babi hutan besar roboh di tanah, tubuhnya terkapar tanpa gerak. Ragna mendekat dengan hati-hati, memastikan buruannya telah mati sebelum mulai mengikat kakinya dengan tali.

Sambil tersenyum kecil, dia bergumam, "Setidaknya, ini bisa jadi tambahan persediaan."

Dia melanjutkan pencariannya, mengumpulkan tumbuhan beracun dan bahan-bahan lain untuk eksperimen racun yang sedang ia kembangkan. Bagi Ragna, ini bukan hanya sekadar pelatihan, melainkan cara untuk bertahan hidup.

Banyak orang ingin membunuh Verio. Penolakannya terhadap perjodohan politik dari keluarga kaya membuatnya dianggap sombong. Selain itu, musuh-musuh lamanya selalu mencari celah untuk membalas dendam. Ragna tahu, cepat atau lambat, dia juga akan menjadi target.

Langit mulai memudar menjadi jingga saat Ragna kembali ke tempat motornya. Dengan tangan penuh hasil buruannya, dia berjalan dengan tenang, pikirannya masih berputar tentang bagaimana dia harus bertahan di tengah dunia yang terus menuntutnya menjadi lebih kuat.

Ragna tiba di motornya dan mulai memuat hasil buruannya ke dalam tas besar yang dia bawa. Babi hutan yang tadi dia tangkap diikat dengan kuat di belakang motornya. Langit semakin gelap, tetapi hutan di sekitarnya masih tampak hidup dengan suara jangkrik dan binatang malam yang mulai keluar dari sarangnya.

Sebelum beranjak, dia duduk di atas motornya sejenak, membiarkan pikirannya melayang. “Aku harus menemukan cara melindungi Papa,” gumamnya pelan. “Dia mungkin kuat, tapi dia tidak bisa melawan seluruh dunia sendirian. Mereka semua mengincarnya... dan aku tahu cepat atau lambat mereka akan mengincar aku juga.”

Wajah Ragna mengeras, sorot matanya dingin seperti es. Dia tahu apa yang harus dia lakukan. Menjadi kuat saja tidak cukup. Dia harus lebih pintar, lebih licik, dan lebih siap dibandingkan siapa pun. Dunia yang dia hadapi sekarang bukan hanya tentang pertarungan fisik; ini tentang permainan pikiran, jaringan, dan strategi.

Setelah menarik napas panjang, dia menyalakan mesin motornya. Suara bisingnya memecah keheningan hutan. "Sudah cukup untuk hari ini," katanya pada dirinya sendiri sebelum melaju keluar dari hutan.

Sementara itu, di bengkel, Verio sedang menutup tempat kerjanya. Hari sudah larut, dan dia mulai khawatir karena Ragna belum juga pulang. “Anak itu... ke mana lagi sekarang?” gumamnya sambil menyandarkan tubuhnya di dinding bengkel.

Ponselnya bergetar di saku. Saat dia mengeluarkannya, sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal.

“Kau pikir bisa sembunyi selamanya, Verio? Kami tahu siapa kau, dan kami akan datang untukmu. Bersiaplah.”

Verio menatap layar ponselnya dengan ekspresi datar, tapi jari-jarinya mengepal kuat di sisi tubuhnya. Ancaman seperti ini sudah biasa, tetapi ada sesuatu dalam pesan ini yang membuatnya tidak tenang.

“Kalau kau pikir aku takut, kau salah besar,” gumamnya sambil mematikan ponselnya. Dia tidak punya waktu untuk menghadapi musuh kecil. Satu-satunya fokusnya adalah memastikan Ragna tetap aman.

Tak lama, suara motor terdengar dari kejauhan. Verio menoleh dan melihat Ragna tiba dengan gaya khasnya. Gadis itu melompat turun dari motor dengan santai, bahkan tidak terlihat lelah meskipun membawa muatan besar di belakang motornya.

“Apa ini?” tanya Verio sambil menunjuk babi hutan yang tergantung.

“Hasil latihan,” jawab Ragna dengan santai. “Aku pikir ini bisa jadi tambahan lauk.”

Verio mendekat, menatap gadis itu dari ujung kepala hingga kaki. Matanya menangkap beberapa lecet di tangan dan lutut Ragna.

“Kau terluka lagi?” tanyanya, suaranya sedikit tegas.

“Hanya lecet kecil,” jawab Ragna sambil terkekeh. “Lagipula, aku menang.”

Verio menghela napas panjang sambil menggeleng. “Kau terlalu sering cari masalah, Nak. Kalau begini terus, kau akan menarik perhatian orang-orang yang seharusnya kau hindari.”

“Apa bedanya, Pa?” balas Ragna dengan nada santai. “Musuhmu adalah musuhku juga, kan? Jadi, aku hanya bersiap-siap.”

Verio menatap Ragna lama. Gadis itu adalah cerminan dirinya sendiri di masa muda, keras kepala, tangguh, tetapi terlalu cepat terbakar oleh dunia. “Kau tidak perlu seperti aku,” gumamnya akhirnya. “Kalau ada sesuatu yang harus kau pelajari dari hidupku, itu adalah bagaimana tidak mengulang kesalahan yang sama.”

Ragna mendengus kecil, tetapi matanya melembut. “Aku tidak akan mengulang kesalahanmu, Pa. Aku akan melampaui itu semua.”

Verio menghela napas lagi. “Kau keras kepala seperti biasa.” Dia meraih kepala Ragna dan mengacak rambutnya, meski gadis itu mencoba menghindar.

“Hei! Rambutku!” protes Ragna, membuat Verio terkekeh kecil.

“Masuklah. Makan malam sudah hampir siap,” katanya sambil berjalan ke arah rumah kecil di sebelah bengkel.

Ragna tersenyum kecil, mengikuti Verio dengan langkah ringan. Di tengah semua kekacauan yang mengelilingi mereka, ada satu hal yang tetap pasti—mereka adalah keluarga, dan mereka akan melindungi satu sama lain apa pun yang terjadi.

"Hah? Papa serius? Aku harus memakai pakaian ini?" Ragna menatap Verio dengan ekspresi terkejut bercampur jijik, bergantian antara pria itu dan gaun pendek yang dipegangnya. "Aku lebih baik pakai pakaian Papa daripada pakaian jelek begini!" dengusnya kesal.

Verio, yang sedang memegang sisir dan sekotak peralatan makeup, menatap Ragna dengan tatapan datar. "Hanya kali ini, Ragna. Kau tahu ini penting. Kalau misi ini selesai, aku akan bayar upahmu sesuai perjanjian," katanya dengan nada memohon yang jarang sekali keluar dari mulutnya.

Ragna menyipitkan matanya, menatap Verio dengan penuh kecurigaan. "Dua kali lipat. Kalau Papa bohong, siap-siap saja aku yang membuat perhitungan," ancamnya sambil menyilangkan tangan di dada.

Verio menghela napas panjang, merasa sudah kalah sebelum perang dimulai. "Baiklah, dua kali lipat. Kau ini benar-benar bocah mata duitan," gumamnya lelah.

Ragna terkekeh kecil, kemenangannya jelas terlihat dari senyum licik yang menghiasi wajahnya. "Kalau begitu, apa misinya kali ini?" tanyanya, nada suaranya berubah serius meski dia masih terlihat puas dengan kesepakatannya.

Verio menyandarkan tubuhnya di dinding, menyilangkan tangan. "Kau harus menjadi pasanganku di club malam," jawabnya santai, seolah itu adalah permintaan biasa.

Ragna langsung melotot, nyaris menjatuhkan gaun di tangannya. "Pasangan?! Di club malam? Papa, ini bukan cerita drama kriminal murahan!" protesnya dengan suara melengking.

"Tidak ada yang bilang ini drama murahan. Ini pekerjaan. Klien kita hanya akan percaya kalau aku membawa pasangan. Kau satu-satunya orang yang bisa kuandalkan." Verio mengangkat bahu, seolah situasinya benar-benar masuk akal.

Ragna mendengus keras, wajahnya setengah malu setengah kesal. "Tapi kenapa harus aku? Bukankah Papa punya jaringan? Teman-teman wanita Papa, misalnya?"

Verio mendekatinya, menepuk kepala Ragna dengan lembut sebelum dia bisa menghindar. "Karena aku tidak mempercayai siapa pun selain kau."

Ragna terdiam sejenak, lalu mengembuskan napas panjang dengan kekalahan. "Baiklah. Tapi ingat, dua kali lipat, dan aku tidak akan pernah melupakan ini," katanya sambil meraih gaun itu dengan enggan.

Verio hanya tersenyum tipis, tahu bahwa dia sudah memenangkan perdebatan. "Cepat ganti, kita berangkat dalam satu jam. Dan jangan lupa pakai makeup. Kau harus terlihat meyakinkan."

Ragna hanya memutar mata sambil berjalan menuju kamar. "Aku yakin aku akan menyesali ini," gumamnya pelan.

Satu jam kemudian, Verio duduk di ruang tamu bengkel sambil memeriksa jam tangannya. Dia sudah mengenakan setelan hitam yang pas dengan tubuhnya, lengkap dengan dasi dan kemeja putih bersih. Pria itu tampak seperti seorang eksekutif kelas atas, meskipun tetap membawa aura dingin khas seorang gangster.

Langkah kaki terdengar dari arah kamar, dan Verio menoleh. Dia nyaris kehilangan kata-kata.

Ragna keluar dari kamar dengan gaun pendek hitam yang elegan, memeluk tubuhnya dengan sempurna tanpa terlihat berlebihan. Rambut hitam legamnya tergerai rapi, dan riasan tipis di wajahnya berhasil menonjolkan matanya yang berwarna hijau gelap. Meskipun ekspresinya kesal, dia tetap memancarkan pesona yang sulit diabaikan.

"Jadi, bagaimana?" tanya Ragna, nada suaranya menunjukkan dia tidak terlalu senang dengan transformasinya. "Kalau aku terlihat seperti badut, aku akan membakar gaun ini."

Verio mengamati putri angkatnya dengan mata kritis sebelum mengangguk perlahan. "Kau terlihat sempurna. Bahkan lebih dari yang kubayangkan."

Ragna memutar mata, mencoba menyembunyikan pipinya yang sedikit memerah. "Jangan mulai dengan pujian basi, Pa. Ayo kita selesaikan ini cepat sebelum aku berubah pikiran."

Verio berdiri dan meraih jaket hitam panjangnya. "Ingat, kau hanya perlu bersikap manis dan berbicara seminimal mungkin. Biarkan aku yang menangani percakapan. Fokus utamamu adalah menjaga klien tetap percaya bahwa kita pasangan yang bahagia."

"Pasangan yang bahagia? Dengan Papa?" Ragna mendengus, mencoba menahan tawa. "Itu lebih sulit daripada yang kau kira."

Verio mendekat, mencubit pelan dagu Ragna. "Kalau begitu, anggap ini latihan untuk kemampuan aktingmu."

Ragna mendesis pelan, tapi tetap mengikuti Verio keluar dari bengkel. Mereka berdua naik mobil hitam elegan milik Verio, dan suasana di dalamnya cukup hening, hanya diisi dengan suara mesin mobil yang halus.

Saat mereka tiba di club malam, suasananya sudah ramai. Lampu-lampu neon menyala terang, dan suara musik berdentum keras dari dalam.

Ragna turun dari mobil dengan enggan, mengikuti Verio yang sudah berjalan mendahuluinya. Saat mereka masuk, tatapan orang-orang langsung tertuju pada mereka. Verio dengan aura misterius dan mengintimidasi, sementara Ragna dengan kecantikannya yang mencolok, berhasil menarik perhatian hampir semua orang di ruangan itu.

"Ragna," bisik Verio pelan, "ingat peranmu."

Gadis itu hanya mengangguk kecil, lalu melingkarkan lengannya di lengan Verio dengan gerakan terpaksa. "Kalau ini berakhir dengan memalukan, aku akan menagih tiga kali lipat, Pa," gumamnya dengan nada mengancam.

Verio tersenyum kecil, tidak menjawab. Dia sudah melihat targetnya di sudut ruangan, seorang pria paruh baya dengan wajah licik yang duduk di meja VIP.

"Mulai permainan kita," katanya pelan sambil melangkah ke arah pria itu, diikuti oleh Ragna yang tetap menjaga sikap tenang.

.

.

.

Ragna Ganeshara

1
Listya ning
kasih sayang papa yang tulus
Semangat author...jangan lupa mampir 💜
Myss Guccy
jarang ada orang tua yg menujukkan rasa sayangnya dng nada sarkas dan penuh penekanan. tp dibalik itu semua,, tujuannya hanya untuk membuat anak lebih berani dan kuat. didunia ini tdk semua berisi orang baik, jika kita lemah maka kita yg akan hancur dan binasa, keren thor lanjutkan 💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!