Ricard Dirgantara, pelayan bar yang terpaksa menjadi suami pengganti seorang putri konglomerat, Evelyn Narendra.
Hinaan, cacian dan cemooh terus terlontar untuk Richard, termasuk dari istrinya sendiri. Gara-gara Richard, rencana pernikahan Velyn dengan kekasihnya harus kandas.
Tetapi siapa sangka, menantu yang dihina dan terus diremehkan itu ternyata seorang milyader yang juga memiliki kemampuan khusus. Hingga keadaan berbalik, semua bertekuk lutut di kakinya termasuk mertua yang selalu mencacinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15 : MEMINTA MAAF
‘’Kok ada ya, sahabat macam dia. Aduh, jauh-jauh deh. Jangan sampai kita dijebak terus laki kita diambil, iyuuh!” cibir salah satu tamu melenggang keluar sembari memberi tatapan jijik pada Sonia.
“Dasar duri dalam daging! Memalukan!” umpat tamu lainnya meninggalkan lokasi.
“Wanita gila! Enggak punya hati!”
Hinaan, perundungan dan umpatan terus mengalir untuk Sonia. Air matanya terburai hingga membasahi kedua pipinya. Sebagian make up sudah berantakan. Sonia mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. ‘Aku bersumpah akan membalas semua perbuatan kalian! Terutama pelayan bar sialan itu! Gara-gara dia semua yang telah kususun rapi hancur tak bersisa!’ batin Sonia menatap nyalang.
Satu per satu tamu pergi begitu saja. Bukan memberi selamat pada mempelai, tapi memberi tatapan sinis, ada pula yang melontarkan hinaan padanya.
Dua sahabat Velyn yang juga bersahabat dengannya kini menghampiri Sonia. Mereka menangis sedari tadi, karena ternyata di balik semua yang menimpa Velyn, ternyata skenario dari Sonia. Bahkan mereka sempat menjauhi Velyn karena menganggap, dia berselingkuh bahkan sampai bermalam dengan lelaki lain.
“Sebenarnya dalam hidupku enggak ada yang namanya mantan sahabat. Tapi dari sini, aku harus memutuskan untuk menghindari orang munafik sepertimu!” tutur Wirda menatap nanar.
“Aku enggak nyangka kamu setega ini, Son!” Nikita sesenggukan, tangannya sibuk menyeka air mata yang menggenang di matanya.
Keduanya pergi meninggalkan Sonia yang masih diselimuti amarah, malu sekaligus kebencian. Kini, dia benar-benar hancur seorang diri.
Di sisi panggung, orang tua Gerald menekan dadanya. Sepasang orang tua itu terduduk lemas akan nasib putranya. Jika dulu malu karena acara pernikahannya gagal, kali ini serasa sudah tidak punya muka lagi dan ingin segera menghilang dari muka bumi saking malunya memiliki menantu licik seperti Sonia.
“Aduh, Jeng. Ternyata menantunya lebih buruk dari yang gagal dulu! Ah, yang dulu kan kena fitnah menantu barumu. Aduh, sial sekali nasib Gerald,” sindir wanita paruh baya menggerakkan kipas di tangannya.
“Diam dan pulanglah!” sembuh Papa Gerald yang tidak ingin istrinya semakin sedih.
“Ya, ini juga mau pulang kok. Lain kali, disaring dulu yang jadi mantunya. Jangan asal iya iya aja, lagian cepet banget move on-nya. Udah kebelet atau pengen membalas sang mantan sih sebenernya. Sayang sekali, yang terjadi justru sebaliknya,” sahut wanita itu lagi sembari menggeleng.
“Berisik! Ayo pergi, Ma!” ajak pria itu pada istrinya. Ia tidak ingin sang istri semakin tertekan.
...\=\=\=000\=\=\=...
Di sepanjang jalan, Richard hanya bergeming sembari fokus berkendara. Pandangannya lurus ke depan. Wajahnya terlihat datar dan sangat dingin. Mimik muka yang tidak pernah Velyn lihat sejak mereka bersama.
Velyn meremas ujung gaunnyya, dadanya masih terasa sesak. Ia menunduk dalam sesekali mencuri pandang ke sisi suaminya. Ia merasa tertampar, menyesal karena tidak mendengarkan suaminya sejak awal.
“Cad,” panggil Velyn lirih.
Tak ada jawaban, Richard masih membeku. Hawa dingin dari AC mobil, kalah dingin dari sikap Richard.
“Richard aku minta maaf,” ucapnya semakin menunduk, ia merasa bodoh menyia-nyiakan lelaki seperti Richard.
Pria yang tetap bersikap baik meski tak pernah sekalipun mendapat perlakuan baik darinya. Bahkan sering meremehkan dan merendahkannya, pemikiran buruk pada Richard selama ini dipatahkan kenyataan. Semua dugaannya salah, Velyn semakin terjatuh dalam kubangan penyesalan yang dalam.
Richard masih bergeming, seolah tak menganggap kehadiran istrinya. Hal itu semakin membuat Velyn bingung. Tidak tahu bagaimana cara mendapatkan maaf dari suaminya. Akhirnya, ia memilih diam. Memperhatikan luar jendela sembari berpikir keras.
“Turunlah!” ucap Richard setelah mereka sampai di kediaman Narendra.
Velyn menoleh, memperhatikan suaminya yang tidak mematikan mesin mobil. “Kamu mau ke mana?” tanya Velyn memberanikan diri.
“Ada urusan! Turunlah,” perintahnya sekali lagi.
Melihat istrinya tak bergerak, Richard mengembuskan napas kasar. Ia turun dari mobil, membuka pintu sisi lainnya lalu menarik pergelangan tangan istrinya agar segera turun. Mau tak mau Velyn harus turun.
Setelah menutup pintu kembali, Richard berlari kecil duduk di kursi kemudi. Mobil kembali melaju, Velyn mengamatinya lamat-lamat, sampai menghilang dari pandangan.
Velyn menjadi khawatir, kalimat Debora mengenai pelakor tiba-tiba terlintas di pikirannya. Ia menggigit bibir bawahnya dengan perasaan kalut, apalagi melihat penampilan Richard yang berbeda 180° dari biasanya. Kepalanya semakin berdenyut karena menangis sedari tadi. Velyn mencoba menepis pikiran buruknya, lalu masuk ke rumah.
...\=\=\=\=000\=\=\=\=...
Richard mendatangi sebuah yayasan yang menyediakan jasa ART bersertifikat. Kesibukannya dalam mengurus perusahaan, membuat lelaki itu mengambil tiga orang ART profesional. Hari itu juga, Richard membawa tiga wanita paruh baya ke kediaman Narendra.
“Ma! Kenalkan ini tiga ART yang akan mengurus rumah ini. Maaf, saya ada banyak pekerjaan, jadi tidak akan sempat untuk melakukan pekerjaan rumah tangga," tutur lelaki itu menghampiri ibu mertuanya.
Sabrina segera beranjak berdiri, matanya mendelik melihat tiga orang berseragam tengah tersenyum sembari setengah membungkuk menyapanya.
“Apa-apaan ini, Richard? Kamu tahu enggak gaji ART dari yayasan itu sangat tinggi?! Kenapa mengambil keputusan sendiri, hah? Yang punya rumah di sini itu siapa?” teriak Sabrina berapi-api.
Richard yang sudah terbiasa mendengar teriakan itu tidak terkejut. Justru tiga ART baru itu yang terperanjat kaget.
“Tenang saja, saya yang menggaji mereka semua,” ujar lelaki itu dengan suara tenang seperti biasa.
“Kamu pikir kamu mampu? Dapat duit dari mana, hah? Tinggal aja masih numpang di rumah istri! Sok-sok’an bayar ART bersertifikat!” cibir Sabrina menatapnya remeh.
“Tenang saja, saya lelaki bertanggung jawab. Saya juga bukan lelaki yang cuma modal janji, tapi saya akan membuktikannya. Mereka sudah saya bayar satu bulan ke depan. Biarkan mereka bekerja sesuai tugas masing-masing. Ah ya, alasan saya tinggal di sini, sebenarnya hanya karena Velyn. Suatu saat, saya akan membawanya pergi dan tinggal di istana saya,” tutur Richard mengurai senyum di bibirnya.
Pria itu berbalik dan menatap ketiga ART itu, “Mari, aku tunjukkan di mana kamar kalian!” ajaknya menuju kamar belakang.
“Awas ya, Cad. Kalau kamu nggak kuat bayar dan dituntut yayasan! Istana! Istana! Paling juga gubuk kecil dan kumuh!" teriak Sabrina masih tidak percaya.
Richard tak menjawab lagi, lelah meladeni ibu mertuanya. Takutnya, wanita itu akan mengalami tekanan darah yang tinggi.
“Richard! Jemput Debora di Jalan Kembang! Mobilnya tiba-tiba mogok!” Rendra baru turun sembari menatap ponselnya, berpapasan dengan menantu laki-lakinya itu.
“Emmm,” sahut Richard beralih keluar dari rumah. Ia berdecak karena masih banyak pekerjaannya. “Lupa pula cari sopir!” gerutunya saat melajukan mobil.
Sesampainya di lokasi, Richard hanya menemukan mobil Debora yang terparkir di bahu jalan. Richard segera turun, memeriksa mobil tersebut. “Ini memang mobil Debora. Lalu ke mana tuh si pemilik suara petir?” ucapnya mengedarkan pandang, karena tak menemukan siapa pun di sana.
Bersambung~
Thor jangan lama" up nya .. ini baca sambil ingat" sama alur ceritanya 😇