"Aku akan melakukan apa pun agar bisa kembali menjadi manusia normal."
Niat ingin mencari hiburan justru berakhir bencana bagi Vartan. Seekor serigala menggigit pergelangan tangannya hingga menembus nadi dan menjadikannya manusia serigala. Setiap bulan purnama dia harus berusaha keras mengendalikan dirinya agar tidak lepas kendali dan memangsa manusia. Belum lagi persaingan kubu serigalanya dengan serigala merah, membuat Vartan semakin terombang-ambing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Sinar matahari membangunkan Vartan dari tidurnya. Pria itu menggeliat dan meraba sekitarnya. Dia pun membuka mata dan melihat sekeliling dan tersadar jika dirinya kini berada di tengah hutan.
Vartan mencoba mengingat apa saja yang terjadi semalam, hingga tiba-tiba dia pun ingin muntah. Pria itu teringat jika semalam dirinya habis memakan seorang manusia bersama dengan serigala yang lain. Vartan merasa kepalanya sangat pusing, tidak percaya dengan apa yang terjadi padanya.
Semalam adalah bulan purnama, tentu para serigala sedang dalam masa ganas-ganasnya. Saat itu kebetulan ada manusia yang entah dari mana datangnya, tiba-tiba ada di sekitar hutan itu. Tanpa ragu salah seekor serigala pun mulai memangsanya dan yang lainnya pun ikut.
Vartan yang tubuhnya sudah dikuasai oleh jiwa serigala pun ikut andil di dalamnya. Padahal dia sudah sangat berusaha untuk mengendalikan dirinya. Namun, tubuh dan jiwanya bergerak lebih kuat.
"Bisa-bisanya ini semua terjadi dan ke—kenapa aku berubah jadi seekor se–ri–ga–la?" tanya Vartan dengan tergagap.
"Karena kamu sekarang adalah manusia serigala kamu termasuk dalam bangsa kami ucap pria yang semalam membawa korban menoleh dan pertanyaan siapa kamu dan kenapa kamu membawaku ke sini, hingga membuat aku memakan manusia?"
"Apa kamu mau aku membiarkan kamu berada di tengah-tengah kota dan membuat semua orang melihatmu berubah menjadi serigala? Kamu mau jadi bulan-bulanan manusia?"
"Itu dia yang aku tidak mengerti. Kenapa bisa aku seperti ini? Berubah menjadi serigala. Keluargaku semuanya adalah manusia normal."
"Ya, kamu memang benar. Itu semua di mulai saat kamu berada di hutan dan seekor anjing menggigitmu. Kamu masih ingat kejadian itu, kan?"
Vartan mencoba mengingat maksud dari ucapan pria itu dan dia pun mengangguk. Vartan teringat saat dirinya jatuh dari tebing dan seekor serigala menggigit pergelangan tangannya, hingga membuatnya tidak sadarkan diri. Anehnya serigala itu malah tidak memangsanya dan membiarkannya seorang diri di sana, bahkan sampai pingsan selama dua hari.
"Jadi maksudmu sekarang aku berubah menjadi manusia serigala karena tergigit oleh serigala di hutan?"
"Serigala yang menggigitmu bukanlah serigala biasa. Dia adalah tabib bangsa serigala. Biasanya dia hanya akan menggigit para manusia yang sudah memasuki kawasan tempat tinggal kami. Tidak semua juga, dia memiliki kriteria khusus yang entah ... aku juga tidak mengerti."
"Waktu itu aku tidak tahu jika itu adalah tempat tinggal kalian. Bagaimana bisa dia main gigit saja."
"Tahu atau tidak, itu sudah menjadi resiko dan sekarang kamu sudah termasuk dalam bangsa serigala."
"Tidak. Aku tidak mau seperti ini terus-terusan. Aku mau menjadi manusia normal kembali. Apa kamu tahu bagaimana caranya?" tanya Vartan sambil menatap pria itu dengan mencondongkan wajahnya.
"Kalau aku tahu mungkin sudah lama aku kembali menjadi manusia normal."
"Jadi maksudmu, kamu juga sebenarnya manusia dan digigit oleh serigala, jadi kamu berubah seperti menjadi manusia serigala?"
"Ya, begitulah."
"Tidak, aku tidak mau seperti ini terus-terusan. Bagaimanapun caranya aku akan berusaha agar bisa kembali menjadi manusia normal," ucap Vartan dengan keyakinan penuh.
"Lakukan saja, aku mau pergi. Kamu mau aku antar atau kamu pulang sendiri?" tanya pria itu sambil berdiri dan berjalan ke arah motornya.
Vartan berdiri mengikuti pria itu. "Kamu harus mengantarku lah. Ini 'kan di tengah-tengah hutan, bisa sampai satu minggu aku nggak sampai-sampai di rumah. Oh ya, namamu siapa? Aku belum tahu namamu."
"Mahesa."
"Rumahmu ada di mana dan bagaimana kamu tahu kalau aku juga akan berubah jadi manusia serigala?"
"Cepatlah naik ke motorku. Aku masih banyak pekerjaan, tidak mau terlalu mengurusimu. Seiring berjalannya waktu kamu juga akan tahu sendiri jawabannya," jawab Mahesa dengan dingin, membuat Vartan kesal.
Padahal dia ingin tahu banyak tentang manusia serigala, tapi Mahesa malah sangat acuh padanya. Vartan tidak tahu apa-apa, tetapi kenapa dirinya harus dilibatkan dalam dunia seperti ini. Dia pun terpaksa naik ke bagian belakang motor Mahesa dan meninggalkan hutan itu.
Sepanjang perjalanan pulang, Vartan berpikir hal-hal tidak masuk akal yang dia alami akhir-akhir ini. Bagaimana bisa hanya karena digigit seekor serigala dirinya bisa menjadi manusia serigala. Ini seperti dalam cerita dalam film luar negeri saja.
Mending kalau Superm*n atau Batm*n, mereka justru menjadi seorang pahlawan, sedangkan dirinya malah mencari mangsa. Akan tetapi, dalam hati Vartan bertekad akan berusaha mencari cara bagaimana agar bisa menjadi manusia normal kembali.
"Sudah sampai, turunlah!" seru Mahesa membuat Vartan tersadar.
Vartan pun turun dan berkata, "Terima kasih sudah mengantarku."
"Hmm," gumam Mahesa dan segera pergi dari sana.
Vartan menggelengkan kepala dan berbalik menuju rumahnya. Eh, rumah orang tuanya maksudnya. Begitu masuk ke dalam rumah, Vartan disambut mama dan papanya di ruang keluarga.
"Kamu ini dari mana saja sih, Vartan? Sampai pulang pagi begini. Dari semalam Mama itu khawatir sama kamu. Ponsel kamu dihubungi juga nggak bisa nyambung."
Vartan menggaruk kepalanya yang tiba-tiba saja terasa gatal. Dia pun tidak tahu harus menjelaskan apa pada kedua orang tuanya.
"Ma, Pa, aku 'kan kemarin sudah bilang kalau aku ada urusan dengan teman."
"Teman yang mana? Selama ini temanmu hanya mereka bertiga, tidak ada yang lain."
"Itu dia, karena selama ini temanku hanya mereka bertiga jadinya aku mau punya temen yang lain. Apa salahnya?"
"Tapi Mama nggak mau kalau kamu temenan sama anak-anak bandel yang sukanya bikin onar itu. Lebih baik kamu punya teman hanya mereka bertiga, tapi nggak ke mana-mana."
"Halah, kemarin aku pergi ke hutan saja Mama marah begitu."
"Itu beda lagi karena hutan memang tempat berbahaya. Apalagi hutan itu juga dekat dengan hutan larangan. Yang seperti itu Mama nggak suka. Mama juga akan marah sama kamu jika seperti itu lagi."
"Iya, Mama. Sudahlah, jangan ngomel-ngomel terus, aku harus mandi karena sebentar lagi aku harus pergi ke kampus."
"Ini juga gara-gara kamu! Seharusnya semalam itu kamu pulang setelah selesai bertemu teman. Semalam itu kamu tidur di mana?"
"Di hutan," jawab Vartan yang sejujurnya dan berlalu masuk ke kamarnya. Namun, Mama Minarti menganggap jawaban itu hanyalah sebuah candaan.
"Anak itu, bisa-bisanya disaat seperti ini malah bicara ngawur. Anak kamu itu, Pa," ucapnya pada sang suami.
Prayoga hanya menggelengkan kepalanya pelan. Di saat Vartan bandel selalu dibilang anaknya, tetapi saat ada prestasi malah dibilang anaknya sendiri. Namun, Prayoga tidak mungkin mendebatkan itu dengan istrinya. Bisa-bisa malah akan semakin panjang urusannya.