Benci Jadi cinta mengisahkan perjalanan cinta Alya dan Rayhan, dua orang yang awalnya saling membenci, namun perlahan tumbuh menjadi pasangan yang saling mencintai. Setelah menikah, mereka menghadapi berbagai tantangan, seperti konflik pekerjaan, kelelahan emosional, dan dinamika rumah tangga. Namun, dengan cinta dan komunikasi, mereka berhasil membangun keluarga yang harmonis bersama anak mereka, Adam. Novel ini menunjukkan bahwa kebahagiaan datang dari perjuangan bersama, bukan dari kesempurnaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nike Nikegea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 : menghadapi ujian
Seiring berjalannya waktu, hubungan antara Alya dan Reyhan semakin kuat. Mereka mulai terbuka satu sama lain, saling berbagi cerita, dan menghabiskan lebih banyak waktu bersama. Namun, di balik kebahagiaan yang mereka rasakan, ada hal lain yang mengancam kedekatan mereka.
Suatu hari, setelah kuliah selesai, Alya mendapatkan pesan dari teman lamanya, Dita, yang sudah lama tidak ia ajak bicara. Dita mengirim pesan singkat yang membuat hati Alya sedikit cemas.
Dita: “Alya, gue perlu ngomong sama lo. Ada sesuatu yang lo harus tahu tentang Reyhan.”
Alya merasa ada yang aneh. Reyhan tidak pernah membicarakan masa lalunya terlalu banyak, dan Alya tidak pernah merasa perlu untuk menyelidiki. Tapi pesan Dita ini membuatnya khawatir.
Setelah beberapa pertimbangan, Alya memutuskan untuk bertemu dengan Dita di kafe. Sesampainya di sana, Dita sudah menunggu dengan wajah serius.
“Gue nggak tahu harus mulai dari mana, Alya,” kata Dita sambil menyodorkan segelas kopi pada Alya. “Tapi ada hal yang lo harus tahu tentang Reyhan.”
Alya duduk, merasa semakin gelisah. “Apa maksud lo?”
Dita menarik napas panjang. “Gue nggak ingin lo salah paham, tapi Reyhan… dia pernah punya masalah besar sama temen-temennya dulu. Dan masalah itu cukup berat. Gue nggak tahu kalau dia udah cerita ke lo, tapi gue takut lo bakal ngerasa dikhianatin.”
Alya menatap Dita dengan bingung. “Masalah apa?”
“Dia pernah ninggalin temen-temennya pas mereka lagi butuh, Alya. Itu salah satu alasan kenapa temen-temennya nggak ada yang benar-benar dekat sama dia.” Dita menatapnya dengan tatapan serius. “Gue cuma pengen lo hati-hati. Lo nggak tahu apa yang bakal terjadi kalau lo terlalu percaya sama Reyhan.”
Alya terdiam, hatinya mulai berdebar lebih cepat. Apa yang Dita katakan membuatnya merasa bingung. Kenapa Reyhan tidak pernah bercerita soal masa lalunya? Mengapa dia menyembunyikan hal-hal seperti ini?
---
Hari berikutnya, Reyhan menghubungi Alya untuk bertemu. Mereka duduk di taman kampus, seperti biasa. Namun, kali ini ada sesuatu yang berbeda. Reyhan terlihat cemas, seperti sedang menunggu sesuatu.
“Alya, gue tahu ada yang aneh belakangan ini,” kata Reyhan, matanya menatap tanah. “Lo pasti ngerasa ada jarak antara kita, kan?”
Alya menatap Reyhan, merasa canggung. “Iya, Rey. Ada sesuatu yang Dita bilang ke gue kemarin. Tentang masa lalu lo.”
Reyhan mendongak, matanya menunjukkan kebingungan. “Apa yang dia bilang?”
Alya merasa hatiannya berat, tapi ia memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya. “Dia bilang lo pernah ninggalin temen-temen lo waktu mereka butuh lo. Dia bilang itu alasan kenapa temen-temen lo nggak ada yang terlalu dekat sama lo.”
Reyhan terdiam sejenak, menatap Alya dengan ekspresi yang sulit diartikan. “Alya…” katanya pelan. “Itu benar. Dulu gue pernah… ngambil keputusan yang salah. Gue nggak bangga dengan itu, dan gue benci diri gue karena itu. Tapi gue nggak mau lo mikir kalau itu yang gue bakal lakuin ke lo.”
Alya menunduk, hatinya terasa kacau. Reyhan pernah melakukan kesalahan besar, dan itu adalah bagian dari dirinya yang dia sembunyikan.
“Gue nggak tahu kenapa gue nggak cerita soal itu ke lo, Alya. Gue cuma takut kalau lo bakal ngerasa kecewa sama gue,” Reyhan melanjutkan. “Tapi gue nggak mau lagi nyimpen rahasia. Gue nggak mau kehilangan lo.”
Alya merasa hatinya serba salah. Di satu sisi, ia merasa dihantui oleh kenyataan bahwa Reyhan pernah melakukan hal buruk di masa lalu, tetapi di sisi lain, ia juga tahu bahwa Reyhan sudah berubah.
“Alya, gue pengen jadi orang yang lebih baik buat lo,” lanjut Reyhan, suaranya penuh harapan. “Gue tahu gue punya banyak kekurangan, tapi gue nggak mau lo ngerasa gue bakal ninggalin lo lagi.”
Alya menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya yang semakin kacau. “Gue nggak tahu, Rey. Ini berat.”
Reyhan menunduk, merasa kecewa dengan reaksinya, tapi ia tidak menyerah. “Gue ngerti kalau lo perlu waktu. Gue nggak bakal maksa lo, tapi gue cuma pengen lo tahu kalau gue nggak akan lari lagi.”
---
Malam itu, Alya berbaring di tempat tidurnya, merenung tentang apa yang baru saja terjadi. Apa yang harus dia lakukan? Apakah dia bisa menerima masa lalu Reyhan yang kelam, ataukah dia akan membiarkan itu menghalangi hubungan mereka?
Pikiran tentang Reyhan yang berusaha untuk berubah, dan tentang dirinya yang takut kecewa, terus berputar di benaknya.
Alya merasa bingung. Sejak pertemuan kemarin, perasaan itu semakin berat untuk ditanggung. Masa lalu Reyhan yang gelap itu masih terus menghantui pikirannya. Dita mungkin benar, Reyhan pernah membuat kesalahan besar, dan meskipun Reyhan sudah berusaha untuk berubah, bagaimana jika itu tetap menjadi bagian dari dirinya?
Hari itu, Reyhan menghubungi Alya lagi, meminta untuk bertemu. Alya merasa ragu, tetapi dia tahu, jika dia ingin melangkah lebih jauh, ini adalah saat yang tepat untuk mencari jawaban.
Mereka bertemu di kafe yang sama, tempat yang selalu memberi mereka rasa nyaman. Reyhan sudah menunggu di meja yang biasa mereka duduki. Kali ini, wajahnya terlihat lebih serius, seolah ia sudah siap menghadapi apapun yang Alya ingin bicarakan.
“Alya…” Reyhan memulai, suaranya berat. “Gue tahu lo pasti bingung dan marah. Gue nggak bisa nyalahin lo kalau lo merasa gue udah bohongin lo atau bikin lo kecewa. Gue… cuma pengen lo tahu, gue nggak akan lari dari lo.”
Alya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. “Kenapa lo nggak bilang dari awal, Rey? Kenapa lo harus simpan semua itu?”
Reyhan menunduk, tampaknya menyesali semua yang terjadi. “Gue takut lo bakal ngelihat gue beda. Gue takut lo bakal mikir gue nggak layak buat lo.”
Alya menarik napas panjang, berusaha menenangkan hatinya yang mulai berdebar lebih cepat. “Tapi, Reyhan… lo harus tahu, gue nggak bisa cuma percaya kata-kata lo tanpa alasan. Gue juga punya rasa takut, Rey. Takut kalau gue jatuh terlalu dalam, dan lo nggak bisa jadi orang yang gue harapkan.”
Reyhan memandangnya dengan tatapan penuh harapan. “Alya, gue paham banget. Gue nggak bisa ngubah masa lalu gue, tapi gue bisa jadi orang yang lebih baik sekarang. Gue akan buktikan itu ke lo.”
Alya terdiam sejenak, mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Reyhan. “Gue nggak bisa janji bakal langsung percaya, Rey. Gue nggak tahu seberapa besar gue bisa nerima itu.”
Reyhan menatapnya dengan penuh kesabaran. “Gue nggak akan maksa lo, Alya. Gue cuma pengen lo tahu kalau gue bener-bener serius sama lo. Kalau lo butuh waktu, gue akan nunggu.”
Ada rasa cemas di dalam hati Alya, tapi juga ada keinginan untuk memberi Reyhan kesempatan. Mungkin masa lalu tidak bisa diubah, tetapi siapa mereka sekarang adalah sesuatu yang bisa mereka bangun bersama.
“Alya, gue nggak ingin jadi orang yang cuma menyakitin lo. Gue ingin lo tahu, kalau lo jadi bagian dari hidup gue, lo nggak akan pernah ditinggal lagi,” Reyhan menambahkan, suaranya penuh keyakinan.
Alya menatap Reyhan, dan untuk pertama kalinya sejak percakapan itu dimulai, hatinya sedikit lebih tenang. Mungkin, hanya mungkin, dia bisa memberi Reyhan kesempatan untuk membuktikan dirinya.
“Gue… gue butuh waktu, Rey. Tapi gue ingin coba. Gue nggak janji bakal langsung percaya, tapi gue ingin kita coba.”
Reyhan tersenyum, senyum yang penuh kelegaan. “Gue nggak akan kecewain lo, Alya. Gue janji.”
Alya merasa sedikit lebih ringan. Mungkin ini langkah pertama dari sebuah perjalanan yang panjang. Mungkin akan ada banyak ujian dan keraguan di depan, tapi kali ini, ia merasa siap untuk menghadapi semuanya, asalkan Reyhan juga siap untuk menunjukkan sisi terbaik dirinya.
---
Beberapa minggu berlalu, dan hubungan mereka mulai semakin kuat. Reyhan tidak pernah lagi menghindar atau menyembunyikan apapun dari Alya. Mereka menghabiskan lebih banyak waktu bersama, dan Alya bisa melihat perubahan dalam diri Reyhan. Meskipun ada masa-masa sulit, seperti saat Reyhan menghadapi teman-temannya yang masih mengingat kesalahan masa lalunya, mereka berdua semakin mendekat.
Suatu sore, saat mereka berjalan pulang bersama setelah kelas, Reyhan memegang tangan Alya dengan lembut. “Alya, gue nggak tahu kalau lo bakal ada di hidup gue, tapi sekarang gue nggak bisa bayangin hidup tanpa lo.”
Alya tersenyum, perasaan yang selama ini ia coba sembunyikan kini terasa begitu jelas. “Gue juga nggak nyangka bisa ada di sini, Rey. Tapi gue percaya, kalau kita bisa jalani ini bersama, nggak ada yang nggak mungkin.”
Reyhan menatapnya dengan penuh rasa sayang. “Gue bersyukur banget lo mau coba, Alya. Gue nggak akan nyia-nyiain kesempatan ini.”
Alya hanya bisa tersenyum, merasa bahwa meskipun perjalanan mereka tidak mudah, ini adalah langkah yang benar. Mereka sudah melalui banyak hal bersama, dan meskipun ada keraguan, satu hal yang pasti—mereka tidak akan mundur lagi.
---
semangat kak 🤗
sumpah aku jadi ketagihan bacanya 😁😁