Warisan Para Dewa
Mentari senja menyelimuti Desa Yún Wàiwéi, melukis langit dengan warna jingga dan ungu yang memikat. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah basah dan melati, menenangkan jiwa yang lelah. Di pinggiran desa, Jian, pemuda 17 tahun dengan rambut hitam legam dan mata sebening danau, sedang memotong kayu dengan penuh konsentrasi. Pakaian kasarnya menunjukkan hidupnya yang sederhana, tetapi tatapan matanya berbinar dengan keingintahuan yang tak terbendung. Hari-harinya hanya berputar di sekitar pekerjaan di ladang dan menolong orang tua yang sudah tua. Namun, sejak kecil, ia memiliki rasa ingin tahu yang tak terpuaskan, sering menjelajahi hutan di sekitar desanya, mencari sesuatu yang tak dapat ia jelaskan.
Suatu hari, saat menjelajahi hutan yang lebat di tepi Sungai Berbisik, Jian menemukan sebuah gua kecil yang tersembunyi di balik air terjun berbusa. Rasa ingin tahunya yang mendalam menariknya masuk ke dalam gua. Udara di dalam gua lembap dan dingin, bau tanah bercampur dengan aroma misterius. Jian meraba-raba dinding gua yang basah, jari-jarinya mengenai sesuatu yang keras dan berbentuk panjang.
"Apa ini?" gumamnya, jari-jarinya mencoba menentukan bentuk benda itu dengan hati-hati.
Dengan perlahan, Jian menarik benda itu. Itu adalah pedang, dibungkus kain tua yang sudah usang. Pedang itu berkilat dengan cahaya keemasan redup, seolah tertidur dalam kegelapan. Ukiran rumit berbentuk bintang dan bulan terlihat di gagangnya, memberikan kesan magis pada pedang tersebut. Jian memperhatikan ukiran itu lebih seksama. Ia belum pernah melihat simbol seperti ini sebelumnya. Ada sesuatu yang familiar, namun sulit diidentifikasi. Logamnya terasa dingin, tapi mengeluarkan getaran yang menarik perhatian Jian, seolah memanggilnya.
Saat pedang itu terlepas dari tempatnya, sebuah aura kuat menyerang Jian. Tubuhnya bergetar, dan suara misterius, seperti bisikan lembut yang menggelitik kulitnya, bergema di telinganya: "Aku menunggu… Aku berharap…"
Jian terhuyung mundur, jantungnya berdebar kencang. Ia menjatuhkan pedang itu dan berlari keluar dari gua, namun suara itu terus bergema di telinganya, semakin jelas dan menakutkan. Ketakutan bercampur dengan rasa ingin tahu yang tak terpuaskan. Apa arti kata-kata itu? Siapakah yang berbicara? Pertanyaan-pertanyaan tersebut berputar-putar dalam benaknya, namun ia tidak dapat menemukan jawaban.
Saat ia sampai di desa, suasana panik sudah menyelimuti semua. Seekor serigala raksasa dengan mata merah menyala seperti bara api, berdiri di tengah kerumunan warga yang ketakutan. Bulu hitam legamnya berkibar-kibar, dan taringnya yang tajam mengkilat di bawah cahaya senja. Teriakan dan tangisan menggelegar di udara, membangunkan naluri perlindungan dalam diri Jian. Ia melihat Nenek Lia, tetangganya yang tua, terkapar di tanah, serigala itu siap menerkam. Keberanian muncul dalam hatinya, mengalahkan rasa takut yang menggigit.
Tanpa menunggu, Jian berlari kembali ke gua. Ia meraih pedang itu, tekad baru menguatkan hatinya. Kali ini, ketakutannya tergantikan oleh tekad untuk melindungi desanya. Ia tahu, ini adalah saat yang menentukan.
Pedang itu bergetar di tangannya, dan suara itu kembali berbisik, lebih jelas dari sebelumnya: "Aku memberikan kekuatan kepadamu. Lindungi mereka…"
Cahaya keemasan menyebar dari pedang, menyinari seisi gua. Jian merasakan kekuatan yang mengalir ke dalam tubuhnya, membuat otot-ototnya mengeras, dan sebuah kekuatan baru mengalir di dalam urat-uratnya, memberinya kekuatan yang tak terbayangkan. Ia merasa seperti petir yang siap menyambar.
Dengan kecepatan kilat, Jian berlari menuju serigala itu. Ia menghunus pedang, dan dengan gerakan yang cepat dan tepat, ia menyerang. Pedang itu berdesing di udara, menciptakan suara yang menggelegar seperti guntur. Cahaya keemasan memantul dari bulu serigala, membuat hewan buas itu tersentak mundur. Serigala itu menggeram marah, mencoba menerkam, namun Jian dengan cekatan menghindar, gerakannya lincah dan tepat seperti angin. Setiap tebasan pedang menghasilkan percikan api yang menyilaukan, dan setiap benturan membuat tanah bergetar. Teriakan serigala yang menggema di antara rumah-rumah warga desa menambah suasana mencekam. Jian, dengan kekuatan baru yang mengalir dalam dirinya, bertarung dengan keberanian yang tak tergoyahkan, tekadnya membara untuk melindungi desanya. Akhirnya, dengan satu tebasan terakhir yang dahsyat, ia menjatuhkan serigala itu tak berdaya. Suasana di desa kembali tenang, namun keheningan itu dipenuhi dengan rasa syukur dan kekaguman.
Jian berdiri di sana, terengah-engah, tetapi hatinya dipenuhi dengan rasa bangga dan harapan. Ia tahu bahwa petualangannya baru saja dimulai, dan bahwa pedang misterius itu memiliki lebih banyak rahasia yang menantinya untuk diungkap.
( Lanjut Chapter 2)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments