Reiner merupakan ketua Mafia/Gengster yang sangat di takuti. Ia tak hanya di kenal tak memiliki hati, ia juga tak bisa menerima kata 'tidak'. Apapun yang di inginkan olehnya, selalu ia dapatkan.
Hingga, ia bertemu dengan Rachel dan mendadak sangat tertarik dengan perempuan itu. Rachel yang di paksa berada di lingkaran hidup Reiner berniat kabur dari jeratan pria itu.
Apakah Rachel berhasil? Atau jerat itu justru membelenggunya tanpa jalan keluar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Penawar marah
Jantung Rachel berdegup lebih kencang dari biasanya. Tubuhnya ikutan gemetar karena kemarahan pria itu seolah membakar keberaniannya. Sekelas Marlon yang notabene merupakan tangan kanannya saja di hajar, apalagi orang lain?
Ia menyusul dan masih berdiri di belakang pria yang sekarang sedang melepaskan pakaiannya itu dengan kasar. Reiner membalikkan badannya menatap Rachel dengan rahang mengeras. Namun saat hendak membuka suara, Rachel tiba-tiba bersimpuh di kaki nya lalu memohon ampun.
"Jika anda mau menghukum, hukum lah saya tuan. Tuan Marlon tidak salah!" ucap Rachel sembari memohon ampun.
Reiner makin tak suka dengan pembelaan Rachel kepada Marlon yang dinilai berlebihan.
"Ada apa hubungan apa kalian sebenarnya? Kenapa satu sama lain saling membela, hah?" ia membentak.
Cepat-cepat Rachel menengadah. "Tidak ada tuan, kami tidak memiliki hubungan apapun. Saya adalah pelayanan anda, mana berani say macam-macam!" ia menjawab demi menyadari bila Reiner sepertinya salah paham. Pria itu terlihat cemburu kepada Marlon?
Ya Tuhan, pantas saja Marlon beberapa waktu yang lalu sempat memperingatinya untuk tak menyentuh tangannya atau tangan Marlon pasti akan di potong Reiner?
Reiner terdiam, ia lalu meminta Rachel untuk bangun. "Berdiri kau!"
Rachel bangun dengan harap-harap cemas. Ia masih terdiam saat Reiner berjalan menuju sofa merah di dalam kamarnya. Ia lantas duduk sembari menatap Rachel yang berdiri sembari mengusap air matanya.
"Barusan mulut mu berkata jika kau adalah pelayan ku kan?"
DEG
Rachel bahkan mengucapkan hal itu tanpa berpikir. Ia hanya tak mau bila Reiner semakin berang.
"Te-tentu saja tuan!" menjawab sampai tergagap-gagap.
Reiner menyeringai. "Selama ini aku yang selalu lebih dulu membuatmu menjerit. Sekarang, layani aku dengan baik. Kalau sampai kau tak memuaskan aku, aku akan menghukum Marlon makin berat!"
Rachel semakin deg-degan. Tidak, ia tak boleh membiarkan hal itu.
"Jangan tuan. Baik, saya akan melayani anda!" pungkasnya yang tak mau sampai pria itu menghajar Marlon lagi.
Reiner terlihat menarik seringai. Sementara Rachel yang berusaha meyakinkan diri, tampak menarik napas dalam-dalam sebelum ia mulai melepas pakaiannya.
Ya, Rachel kini mulai melucuti pakaiannya dan berdiri dengan dada yang begitu penuh, menyembul keluar. Ia lantas berjalan mendekat ke arah Reiner lalu duduk di pangkuan pria itu dengan pakaian dalam yang membuat jakun Reiner bergerak.
***
Di lain tempat, Leon saat ini terlihat barusaja membawa Marlon ke kamarnya. Pria itu membuka jasnya lalu menggulung kemejanya untuk mempermudah dirinya mengompres perut Marlon yang pasti nyeri.
"Apa kau gila? Apa sebenarnya yang sudah kau lakukan? Kenapa tuan sampai marah besar?" cecar Leon dengan kening yang tiada pernah berhenti menyatu.
Marlon meringis membetulkan posisi duduknya. "Aku membawa masuk teman nona Rachel ke gazebo depan!"
Maka mata Leon seketika membeliak. "Apa?"
"Aku pikir tuan tidak akan tahu. Aku hanya..."
"CK, kenapa kau mengambil resiko seperti ini Marlon? Kau tau secemburu apa tuan, hah? Dia pasti mengira kamu dan nona punya sesuatu!" sembur Leon memotong ucapan Marlon.
Marlon tertegun. Merenungkan ucapan Leon yang baru ia sadari ada benarnya.
"Sudah lah, kau istirahat dulu. Aku mau mengurus satu hal!" pungkas Leon yang selesai mengobati Marlon.
Marlon mengangguk, sementara Leon sekarang sudah terlihat menuju ke bangunan sisi barat mansion itu. Di sana anak buahnya sudah memasukkan budak yang di beli oleh Reiner tadi ke dalam sebuah kamar.
Leon masuk, begitu sampai di dalam, ia mendapati wanita itu duduk memeluk lututnya dengan tatapan kosong. Leon berjalan mendekat, ia lalu duduk tepat segaris lurus dengan wanita berambut ikal itu.
Leon menyulut rokoknya. Harus di apakan perempuan ini? CK, kenapa setelah di mansion ia tak tahu harus berbuat apa?
"Siapa namamu?" tanya Reiner terdengar dingin.
Perempuan itu tak menjawab dan masih menatap nanar lantai mengkilat di hadapannya.
"Heh!" Leon menyenggol kaki perempuan itu dengan ujung sepatunya.
Si perempuan pun menoleh. Menatap lesu wajah Leon yang datar.
"Kau mau tubuh ku kan? Ayo, perkosa aku sekarang juga dan bunuh aku setelahnya!"
Leon terkekeh seperti mengejek. Wanita ini sudah gila apa?
"Memperkosa mu? Lihatlah keadaan mu. Menatap mu saja aku tidak berselera!" hinanya sembari melempar pangan tak sudi.
Perempuan itu akhirnya tertunduk. Benar sekali ucapan Leon, keadaannya memperihatinkan. Tapi kebanyakan teman-temannya yang senasib dengan dirinya pasti di beli hanya untuk menjadi budak nafsu.
Saat masih terdiam, tiba-tiba pintu ada yang mengetuk. Rupanya ada seorang pelayan yang datang membawa pakaian dan perlengkapan mandi.
"Ini tuan!" kata pelayan itu kepada Leon penuh rasa segan.
"Hemmm!"
Sepeninggal pelayan, Leon menggerus batang rokoknya. Ia lalu berdiri sembari melempar tas berisikan baju dan perlengkapan mandi ke depan wanita itu.
"Bersihkan dirimu! Lalu makan lah. Aku akan segera kembali!"
Wanita itu tercenung. Tak mengira jika orang yang membelinya itu malah melakukan hal itu. Tapi tunggu dulu, kenapa tuan yang satunya tidak datang?
***
Sementara itu di kamar, Reiner terlihat memejamkan matanya menikmati layanan Rachel yang ternyata bisa bersikap liar. Padahal, Rachel terpaksa bersikap menjijikkan seperti itu hanya agar Marlon tak lagi mendapatkan masalah.
Pria itu sudah sangat baik kepadanya dengan mengizinkan Gina masuk. Ia tak boleh menambah masalah. Selama ia bisa, maka ia akan melakukan apapun.
Ia terus menggoyang pinggulnya bergerak mengikuti irama panas yang membuat keringatnya semakin mengucur. Di bawah sana, Reiner terlihat mengerang seperti akan meledakkan sesuatu yang makin membuat miliknya di bawah sana basah.
"Ahhhh!"
Rachel menjerit karena tak menyangka bila ledakan dari dalam diri bersamaan dengan meluncurnya puncak gelegak hasrat di dalam diri Reiner.
Reiner langsung menarik tubuh Rachel lalu menghisap bibir perempuan itu penuh kepuasan. Ia lalu tersenyum karena ia merasa Rachel berkembang sangat pesat.
"Lihatlah sekarang, kau bahkan bergerak sangat liar diatas tubuh ku tadi!"
Rachel sebenarnya malu, tapi sungguh ia tak memiliki pilihan jika bersama orang gila di depannya itu. Rachel pura-pura tersenyum lalu meraba dada penuh tato itu sembari sedikit memberi remasan.
"Aku jadi sangat lelah!"
Reiner tersenyum. "Belajarlah lebih baik lagi. Aku sangat suka kau yang barusan!"
Rachel menelan ludahnya. Lututnya sekarang saja terasa lemas dan masih bergetar, jangan sampai pria itu menidurinya lagi.
"Tuan?"
"Hm?"
Dengan muka ragu-ragu, Rachel mengais sisa keberaniannya untuk sekedar mengajukan sebuah pertanyaan yang sedari tadi mengganjal. "Bolehkah aku bertanya?"
"Apa?"
Rachel menelan ludah. "Apakah temanku baik-baik saja? Aku dengar, kakinya terkena sabetan senjata?"
Reiner mengelus kulit Rachel lalu menjawab , "Aku belum tahu!"
Rachel menelan ludah. Tak berani mengungkapkan perkataan lagi. Mungkin ia bisa bertanya kepada Marlon nanti.
Karena lelah yang teramat, Rachel akhirnya tertidur. Namun Reiner malah tak bisa memejamkan matanya barang sejenak. Ia lalu keluar meninggalkan Rachel di kamar dan menuju ke kamar Marlon.
Marlon yang tahu tuannya berkunjung langsung membungkuk hormat memberi salam.
"Sudah kau obati?"
Marlon mengangguk. "Sudah tuan, Leon datang kemari barusaja!"
Reiner melipat kedua tangannya. "Apa alasan mu melakukannya?"
Marlon menelan saliva sembari menatap mata Reiner. "Saya hanya berusaha membuat nona tidak terkekang. Jika dia nyaman berada di tempat ini, maka saya yakin dia tidak akan memiliki niat untuk meninggalkan anda!"
Ekspresi Reiner masih tak berubah.
"Selain itu, saya ingin membuat orang dekatnya nona tak menaruh curiga!"
Keheningan tiba-tiba menyeruak. Reiner tak lagi mempersoalkan.
"Lain kali jangan melakukan sesuatu tanpa memberitahu ku dulu!"
"Baik tuan, maafkan kebodohan saya!"
Reiner lalu berbalik. Ia meninggalkan Marlon di sana yang sekarang harus tertegun karena nomor baru yang tiba-tiba menelponnya.
"Halo?"
"Woy anjing, motorku gimana?"
Slnya si rainer lg mumet sm nenek sihir