Jerat Cinta Sang Mafia
Karya ini hanya rekaan belaka. Apa yang tertuang hanya kekayaan imajinasi dari pengarang semata. Pada karya kali ini, lebih bijaklah dalam membaca karena ada banyak adegan dewasa di dalamnya⚠️🔞
Terakhir, jadikan konten hanya sebagai bagian dari entertainment.
Selamat membaca.
.
.
.
Di sebuah cafe bar berdesain klasik, keributan tiba-tiba terjadi karena seorang pelayan yang sedang sibuk melayani pelanggan, tiba-tiba bokongnya di remas oleh seorang pria cabul.
Kontan, sang perempuan menjotos muka pria itu sembari mengumpat. Membuat beberapa rekannya tergelak karena melihat keberanian sang pelayan.
"Hey, kau mau mati?" teriak sang pria yang marah karena wajahnya di jotos. Sama sekali tak menduga jika ada yang menolak godaannya.
"Kau duluan yang mulai!" sambur Rachel dengan tatapan marah. Ia terlihat sama sekali tidak takut. Setelahnya ia langsung pergi dan membiarkan pria itu mengumpat di sana.
Dan kejadian itu sukses mengundang atensi semua pengunjung , terlebih seorang pria berwajah tampan dengan aura bengis di ruangan berdinding kaca transparan. Ia memperhatikan perempuan berani itu dengan tatapan tak lepas.
Ia merasa seperti menemukan keindahan yang selama ini sering ia fantasi kan. Perempuan dengan bentuk payudara indah, bokong sintal, ganas dan berani yang dalam sekejap membuat pikirannya menjadi gila. Ia tertarik dengan perempuan itu.
"Marlon, cari tau siapa nama wanita tadi!"
Marlon segera mengangguk sebab tahu siapa yang di maksud oleh Reiner.
Sementara di lain pihak, Rachel yang sudah berada di pantry dan terlihat kesal meletakkan nampannya dengan kasar. Satu jam lagi dia akan pulang namun kejadian barusan berhasil menyulut kekesalannya.
"Napa sih Hel?" tanya Gina, temannya. Melirik wajah monyong Rachel sembari melipat kain lap.
Dengan muka kesal ia menjawab, "Orang cabul di meja barat itu melecehkan ku!"
Gina langsung memanjangkan lehernya guna melihat siapa orang yang di maksud . "Ganteng lo Hel. Kenapa gak kamu tanggapin aja sih? Pasti dompetnya tebel!"
Gina malah tertarik dengan pria yang kini sedang meneguk minuman yang di hidangkan Rachel sembari di olok-olok oleh beberapa rekannya.
Tapi Rachel bukanlah seperti wanita kebanyakan. Ia tahu cafe tempatnya bekerja merupakan tempat yang sering di kunjungi orang-orang berkelas yang terkadang mengajak teman-temannya untuk bertemu di luar dan menghabiskan malam bersama. Tapi sejak dulu, ia tak pernah mau melakukan hal itu.
"Kalau mau ambil aja!" sahutnya sembari berjalan pergi ke belakang.
Tanpa terasa, jam bekerja berakhir. Setiap hari ia akan keluar cafe jam sepuluh malam.
Malam itu Rachel terlihat telah bersiap mengenakan helm lalu melajukan motornya bersiap untuk pulang. Tanpa ia ketahui, seseorang yang kini berada di dalam mobil rupanya telah menunggunya sedari tadi.
Ketika baru keluar dari tempatnya bekerja, fokusnya mendadak terbagi sebab ponselnya tiba-tiba berdering. Meskipun dengan satu tangan, ia mencoba mengaduk isi tasnya dan mencari ponsel lalu melihat nama yang tertera. Ia mendecak kesal sebab Ibu tirinya lah yang menelpon.
Namun naas, belum sempat berhasil menggulir tombol hijau pada ponselnya, sebuah mobil tiba-tiba mendahuluinya dan membuat keseimbangan Rachel goyah.
Tak sempat mengerem, motor yang di kendarai Rachel malah menyerempet body belakang mobil mewah itu dan mengeluarkan suara benturan keras.
BRUAK!
Membuat mobil itu seketika berhenti mendadak.
Rachel jatuh namun tak terdapat luka. Meskipun lega karena selamat, tapi bagian depan motornya juga rusak akibat insiden barusan. Dan belum ia sempat menyesali motornya yang rusak, seseorang berpostur tegap tiba-tiba keluar dari dalam mobil mewah itu.
"Mobilku lecet!" teriak Reiner menunjuk marah ke arah Rachel dan membuat perempuan itu sontak menoleh.
"Kalau tidak bisa berkendara, jangan berkendara. Kau sudah membuat mobilku cacat, aku mau kau memberi ganti rugi sekarang juga!" kata pria itu sembari melipat kedua tangannya ke dada dengan wajah marah.
Rachel hampir saja balik mendamprat, tapi ia segera menelan ludah demi melihat pistol yang tak sengaja tersingkap dari balik punggung pria itu.
"Dia bawa pistol. Apa dia polisi?" ia membatin resah. Niat awal ingin melabrak ia putuskan untuk berbicara dengan nada damai.
"Sebelumnya maaf tuan. Bukankah mobil anda yang tiba-tiba menyenggol motor saya? Tidakkah anda lihat bila motor saya bahkan rusak?" ucapnya memberanikan diri. Takut kalau-kalau orang di depannya merupakan seorang polisi.
"Menyenggolnya kau bilang? Kau bahkan bermain ponsel di jalan. Masih mengelak? Mobilku cacat karena motormu!"
Rachel hampir mendebat, tapi seseorang lain dari dalam mobil keluar dan berkata, "Nona, sebaiknya anda jangan melawan. Di sini banyak CCTV dan tadi anda memang tidak fokus berkendara. Kalau kita ke kantor polisi, kerugian anda akan semakin banyak. Tuan Reiner sudah sangat baik pada anda dengan tidak memperkarakan ini kepada polisi. " terang Marlon, yang merupakan tangan kanan Reiner.
Reiner mati-matian menahan tawa demi melihat wajah pucat gelisah Rachel. Entah mengapa, ia menjadi senang saat berhasil mempermainkan gadis itu.
"Ikut aku ke bengkel terdekat dan kau lihat sendiri berapa biaya yang harus kau keluarkan untuk mengganti rugi mobilku!"
Mendengar hal itu, Rachel akhirnya tak memiliki pilihan lain. Gara-gara telepon dari Ibu tirinya ia bisa jadi sial seperti saat ini. Tapi sebenarnya, semua ini adalah niatan Reiner. Ia tertarik dengan Rachel sejak melihatnya di cafe tadi.
Setibanya mereka di sebuah bengkel, mata Rachel kontak mendelik demi mendengar nominal yang barusaja di sebutkan.
" Seratus juta?" ia mengulang ucapan pria macho yang diketahui sebagai karyawan auto care. "Itu hanya goresan kecil, lalu bagaimana dengan motorku?" protesnya.
"Heh, kau pikir mobil ku mobil murahan? Sekali lecet ganti semuanya!" sambar Reiner.
Melihat ketegangan, seorang auto care spesialist mengambil alih suasana. "Mobil ini merupakan mobil limited edition nona. Body belakangnya tergores panjang dan cukup dalam. Dan catnya juga bukan cat biasa. Anda bisa mengeceknya sendiri di sosial media!" terang sang pegawai.
Reiner menatap lekat perempuan yang kini terlihat resah dan bingung. Ia tak lepas memandang body yang sedari tadi membuatnya menelan ludah. Fantasi nya tiba-tiba bergerak liar hanya dengan melihat tubuh sexy Rachel.
"Begini saja. Aku mungkin bisa memberimu solusi. Tapi aku tidak punya waktu sekarang. Datang dan temui aku besok. Jika kau tidak datang, aku bisa membuat mu keluar dari cafe tempat mu bekerja!"
Rachel terlolong mendengar perkataan bernada ancaman itu. Dari mana pria itu tahu bila ia bekerja di cafe?
Mereka akhirnya pulang. Jika Reiner dengan senyuman licik, maka Rachel dengan hati yang gundah. Kenapa harus mendapatkan masalah saat ia sendiri masih di rundung banyak masalah.
Setibanya di rumah, Rachel menatap sedih sayap motor bagian depannya yang rusak. Ia lalu masuk dengan tubuh dan pikiran yang lelah.
"Kau sudah dapat uangnya?" tanya sang Ibu tiri yang menyambut Rachel dengan wajah tak ramah. Pemandangan yang harus ia lihat setiap hari.
"Belum Bu. Manajerku tadi tidak datang. Beliau sedang di luar kota!" jawabnya terlihat lelah namun berusaha menjawab. Sungguh ia tak ingin. Berdebat sekarang.
"Kalau kau tidak segera mendapatkan uangnya, ayahmu bisa mati. Kau sengaja ingin membuat ayahmu mati?" kata sang Ibu tiri nyolot.
Rachel memilih masuk ke kamarnya ketimbang meladeni omelan yang tak ada habisnya. Namun karena dia main pergi dan terkesan tak sopan, Ibu tiri Rachel yang bernama Helen langsung menyusul Rachel memukuli tangan perempuan itu dengan rotan.
"Aku ini sedang berbicara denganmu, anak sialan. Beraninya kau pergi!"
PLAK!
PLAK!
PLAK!
"Stop, Bu! Sakit!" keluhnya mencoba memberi peringatan.
Rachel tak bisa melawan perempuan itu karena setiap hari Helen lah yang memang mengurus Ayahnya yang sakit-sakitan. Ia hanya bisa mengatupkan tangan meminta maaf sembari terus mengucapkan kata ampun.
Puas menyiksa, Helen pun pergi. Kini Rachel masuk ke dalam kamarnya sembari menguatkan diri meskipun air mata terus meluncur tanpa bisa ia tahan. Di sana, ia mengobati jari-jarinya yang sakit akibat di pukuli.
Ia menangis sebab entah sampai kapan penderitaan ini bakal berakhir. Jika ia hanya di rumah, ia tentu tak bisa mencari uang untuk biaya hidup ayahnya.
Keesokan harinya, Rachel yang berjam-jam berpikir akhirnya menemui Reiner sebab nanti ia masuk kerja pukul tiga. Ia takut bila tak segera menemui Reiner, ancamannya soal mengeluarkannya dari cafe akan terjadi. Ia bukan siapa-siapa, ia hanya orang kecil yang membutuhkan pekerjaan demi keberlangsungan hidup.
Ia mencari alamat kantor Reiner yang diberikan oleh Marlon semalam. Ia membaca plakat kantor itu merupakan kantor ekspedisi yang sangat besar.
Pagi itu Rachel datang dengan mengenakan jeans dan kaos body fit. Membuat payudaranya terlihat utuh dan menggiurkan bagi Reiner.
"Jadi, kau punya uang berapa sekarang?" tanya Reiner yang senang dengan kedatangan Rachel.
Rachel menatap Reiner tak suka. "Aku tidak punya uang sebanyak itu, terus terang saja aku kemari karena kau bilang kau bakal membicarakan solusi. Solusi apa yang kau tawarkan?"
Reiner tersenyum penuh arti melihat keberanian Rachel. Ia semakin tertarik dengan perempuan di depannya. Ia melipat kedua tangannya lalu berkata. "Sudah aku duga, orang seperti mu pasti tak akan mampu membayar!"
Meskipun Rachel sakit hati karena penghinaan Reiner, namun Rachel mencoba menyabarkan diri. Bukankah ia sudah sering menderita? Lalu apa yang ia takutkan. Ia tak boleh terpancing dengan ucapan pria itu.
"Bekerjalah di rumah ku. Kebetulan aku sedang butuh pembantu. Dengan tenaga mu lah tanggungan mu akan lunas. Tidak lama, ya...paling satu tahun!"
"Apa kau bilang, satu tahun?" Rachel berteriak tak percaya mendengar kalimat yang di lontarkan dengan entengnya itu.
Reiner terkekeh. "Kenapa, kau keberatan? Kalau kau tidak mau, maka bayarlah uang untuk perawatan mobilku. Kau pikir-pikir dulu sampai besok. Terserah kau mau yang mana. Kalau tak mau bekerja, maka bawa mobilku ke bengkel kemarin. Aku tidak akan meminta keuntungan. Kau hanya perlu membayar biaya perawatan mobilku saja!"
Rachel melempar pandangan ke arah lantai dengan hati dongkol. Seandainya ia tak menggubris ponselnya, maka hal ini pasti tak akan terjadi.
"Ini alamat rumahku. Datang lah jika kau sudah memutuskan!" ucap Reiner sembari menyodorkan sebuah kartu yang bermuatan informasi alamat rumahnya.
Dengan kesal Rachel menyambar alamat yang tertera di kartu tersebut. Namun pria itu lebih dulu menangkap luka lebam yang tersebar di punggung tangan Rachel.
"Tangan mu kenapa?" tanya Reiner yang raut wajahnya berubah menjadi mode serius dalam sekejap.
Rachel yang tak suka asal di sentuh langsung mengibaskan tangan Reiner. "Bukan apa-apa. Bukan urusanmu. Sudah kan?" pungkasnya lalu beranjak pergi.
Reiner tertegun melihat punggung Rachel yang kini semakin menjauh. Ia bisa ingat jika tangan bersih itu kemarin masih baik-baik saja, dan sekarang?
.
.
.
NB : (Rachel dibaca Rahel)
Jangan lupa like nya🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Yumna
R&R couple🔥🔥🔥
2024-11-11
1