Di tengah kekalutannya, Ayuna malah dipertemukan dengan seorang wanita bernama Lara yang ternyata tidak bisa mengandung karena penyakit yang tengah dideritanya saat ini.
Siapa sangka wanita yang telah ia tolong itu ternyata adalah penyelamat hidupnya sehingga Ayuna rela melakukan apapun demi sang malaikat penolong. Apapun, termasuk menjadi Ibu pengganti bagi Lara dan juga suaminya.
Ayuna pikir Lara dan Ibra sudah nenyetujui tentang hal ini, tapi ternyata tidak sama sekali. Ayuna justru mendapatkan kecaman dari Ibra yang tidak suka dengan kehadirannya di antara dirinya dan sang istri, ditambah lagi dengan kenyataan kalau ia akan memiliki buah hati bersama dengan Ayuna.
Ketidak akuran antara Ayuna dan Ibra membuat Lara risau karena takut kalau rencananya akan gagal total, sehingga membuat wanita itu rela melakukan apapun agar keinginannya bisa tercapai.
Lantas akankah rencana yang Lara kerahkan selama ini berhasil? Bisakah Ibra menerima kehadiran Ayuna sebagai Ibu pengganti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 13
Kembali ke rumah dalam keadaan lelah sudah menjadi rutinitas setiap sorenya bagi Ibra. Namun hari ini sedikit berbeda dari hari biasanya, karena Ibra baru saja tiba di kediamannya saat jam menunjukkan pukul delapan malam.
Mau tidak mau Ibra harus rela melewatkan waktu makan malam yang biasa ia lakukan bersama dengan Lara. Terkadang Ibra jadi merasa bersalah sendiri nantinya karena ia tidak bisa menemani Lara yang hanya berdiam diri di rumah selama seharian ini.
Beruntungnya Lara tidak pernah memprotes kesibukan Ibra selama ini, mungkin juga karena wanita itu adalah seorang pengusaha muda yang sama seperti sang suami.
Tetapi kalau boleh jujur, Ibra juga ingin dimarahi oleh Lara karena terlalu sibuk bekerja.
Karena Ibra sampai di rumah saat hari sudah gelap, maka ia memutuskan untuk langsung masuk ke dalam kamar. Sudah dipastikan juga kalau istri cantiknya sedang berada di sana.
"Aku pulang." Senyuman Ibra terukir begitu saja dan nada bicaranya juga terdengar sangat lembut untuk memberitahukan pada Lara kalau dirinya telah kembali.
Hanya sebentar saja senyuman menawan itu bertahan di wajahnya, karena setelah itu wajahnya kembali datar seperti semula kala menemukan Lara yang ternyata sedang sibuk dengan layar komputer yang menyala.
"Sayang?" Ibra tahu kalau Lara tidak akan sadar meskipun tadi ia sudah mengeluarkan suaranya, sehingga Ibra memilih untuk mendekat lalu memeluk tubuh Lara dari arah belakang.
"Iyaa, sebentar ya Mas. Aku selesaiin ini dulu, tinggal dikit lagi kok. Kamu mandi dulu gih sana." Hal seperti ini juga sudah biasa Ibra dapatkan.
Jangan harap ia akan mendapatkan sambutan hangat dari Lara ketika dirinya baru tiba, justru yang akan Ibra dapatkan pastilah Lara yang sibuk sendiri dengan pekerjaannya.
Dulu saat Lara masih dalam keadaan sehat pun ia tak pernah memberikan sambutan atas kepulangan sang suami.
Kali inipun Ibra tidak mau mempermasalahkan hal ini, sehingga ia memilih untuk langsung menegakkan tubuh tingginya dan berlalu menuju kamar mandi. Ibra hanya terlalu lelah untuk merasa kecewa.
Lima belas menit kemudian, Ibra keluar dengan keadaan yang jauh lebih segar dari sebelumnya. Alih-alih kembali mendatangi Lara yang ternyata masih sibuk dengan pekerjaannya, Ibra memilih untuk langsung merebahkan punggungnya di atas ranjang.
Butuh waktu lama bagi Ibra untuk menunggu Lara, sampai-sampai ia hampir memasuki mimpinya sendiri kalau saja tidak mendengarkan erangan dari Lara.
"Mas, lihat deh." Setelah mematikan komputernya, Lara malah sedang berputar-putar di hadapan Ibra.
Wanita itu sedang memamerkan pada Ibra kalau fungsi kakinya sudah kembali seperti semula, ya meskipun ia belum bisa berdiri atau berjalan untuk waktu yang lama.
"Ih, kok nggak kaget sih kamu?" Melihat Lara yang nampak kesal sendiri justru membuat Ibra terkekeh dengan begitu puasnya.
Yang ia lakukan selanjutnya malah membuat Lara semakin merasa kesal, bisa-bisanya Ibra hanya menepuk bagian ranjang yang kosong.
"Pasti Farah ya yang ngasih tau ke kamu kalau aku udah bisa jalan lagi?" Tak peduli dengan rajukan Lara, Ibra malah lebih memilih memeluk tubuh istrinya dengan erat.
"Aku senang pas tau kalau kaki kamu udah sembuh sekarang, tapi tolong jangan banyak bergerak dulu ya sayangku." Meskipun tidak menunjukkan secara langsung bagaimana perasaan bahagia yang Ibra maksudkan, namun Lara bisa merasakannya dengan sangat jelas.
"Nggak janji ya, kalau bosen ya aku pasti jalan-jalan lah Mas. Masa iya cuma diem aja sih?" Lara tak memberikan penolakan sama sekali saat tubuhnya ditarik untuk ikut berbaring tepat di sebelah tubuh Ibra.
"Mas tunggu deh." Tangan Ibra yang sedang sibuk memberikan usapan lembut di lengan atasnya langsung Lara hentikan pergerakannya.
"Mas malam ini tidurnya sama Ayuna ya?" Secepat kilat, Ibra langsung melemparkan tatapan keheranannya ke arah Lara yang ternyata sedang memasang tampang datar di wajahnya seolah wanita itu tak melakukan apapun barusan.
"Istriku kan kamu, kenapa aku malah disuruh tidur sama perempuan lain?" Decakan keras Ibra dapatkan setelahnya, lalu ia juga harus rela saat Lara melepaskan rangkulannya secara paksa.
"Gimana sih Mas ini? Mas harus tidur sama Ayu lah supaya dia bisa hamil, kalau nggak ya mana bisa dianya hamil." Oh Tuhan, bisa-bisanya Lara memiliki pemikiran seperti itu di saat Ibra sedang luar biasa kelelahan begini.
"Kamu nggak lupa kan kalau sekarang kita lagi berusaha menghadirkan malaikat kecil melalui Ayuna?" Jawabannya tentu saja tidak, mana bisa Ibra melupakan kejadian yang membuatnya marah ini.
"Sayang, aku nggak ma—"
"Mas, ayolah. Katanya mau turutin semua mauku, waktu itu kita juga udah sepakat, kan?" Ucapan Lara yang satu ini berhasil membuat Ibra bungkam dan tak bisa menampiknya sama sekali.
"Kamu kalau memang sayang sama aku, seharusnya nggak nolak gitu aja." Lagi, Lara selalu saja menggunakan ancaman seperti ini pada Ibra.
Jika ditanya apakah Ibra lelah menghadapi sikap istrinya yang seperti ini, maka Ibra akan menjawab 'iya' dengan sangat lantang.
Namun, rasa cinta yang Ibra miliki terlalu besar sampai membuat rasa lelah itu bisa tergeserkan begitu saja. Bagi Ibra sendiri, kebahagiaan Lara adalah prioritasnya.
Apalagi saat Ibra mengetahui kalau suasana hati Lara selalu saja berubah selama istrinya itu didiagnosa mengidap kanker, bahkan dokter yang menangani Lara pun menganjurkan agar ia mendatangkan psikolog untuk menanganinya.
Katakanlah kalau Ibra pria bodoh, tapi biarlah ia mencintai Lara dengan caranya sendiri sampai ia benar-benar sudah merasa lelah dengan semua ini dan memilih untuk menyerah nantinya.
"Kamarnya ada dimana?" Tadi Ibra bisa melihat dengan jelas kalau wajah cantik itu sempat terlihat sedih. Tapi lihatlah sekarang, wajahnya kembali berbinar karena ia merasa Ibra akan menuruti inginnya.
"Di lorong seberang itu loh, kan aku juga udah pernah bilang ke kamu." Hanya satu anggukan pelan yang Ibra berikan sebelum akhirnya ia bangkit dan keluar dari selimut.
"Oke, aku tidur di sana ya malam ini. Kamu langsung tidur juga ya, sayang. I love you." Kecupan selembut kapas itu juga sudah Ibra bubuhkan di atas permukaan bibir Lara, ini adalah kebiasaan untuk mereka berdua sebelum tidur.
Meskipun Lara sendiri yang meminta Ibra untuk melakukannya, namun Ibra tetap saja merasa kalau apa yang saat ini ia lakukan tidak benar sama sekali.
"Bisa gila aku lama-lama." Bukannya memasuki kamar Ayuna, Ibra justru memilih untuk turun ke lantai dasar rumahnya.
Tidak bisa, Ibra tidak akan pernah bisa menyentuh perempuan lain selain Lara dan juga Ibu kandungnya. Maka dari itu Ibra akan tidur di kamar tamu saja malam ini.
Di lantai bawah sana sudah sangat sepi karena sekarang jam sudah menunjukkan pukul sembilan, para pelayan sudah kembali ke pondok yang memang Ibra siapkan.
Ibra mengerutkan keningnya saat ia mendengarkan suara yang tidak asing di kedua telinganya. Tanpa merasa takut sama sekali, Ibra mencoba untuk mencari tahu darimana suara itu berasal.
Betapa terkejutnya Ibra saat menemukan sosok Ayuna yang sedang duduk di salah satu sofa sembari memangku laptop dengan keadaan layar yang menyala.
Niat hati Ibra turun ke bawah untuk menghindari Ayuna, tetapi ia justru dipertemukan dengan gadis itu. Terkadang Ibra merasa kalau hidupnya seperti lelucon.
"Oh? Pak Ibra butuh sesuatu?" Dan sialnya lagi, Ayuna malah sadar akan kehadiran Ibra di sana.
mampir jg dikarya aku ya jika berkenan/Smile//Pray/