Seorang wanita desa bernama Kirana Naraya akan dinikah dengan pria tua kaya yang punya istri 4, untuk membayar hutang orang tua nya. Kirana kabur ke kekota dan bekerja sebagai pelayan pria yang anti dengan wanita. bagaimana Kirana akan menjalani kehidupan nya,
nantikan kisah nya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WAHILDA YANTI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 10 . BMS
tak terasa Kirana bekerja di mansion Bara hampir 1 minggu. hari-hari dijalani Kirana sungguh berat, ia harus selalu siap saat Bara menyuruhnya. Kirana harus menyiapkan keperluan Barra dari bangun tidur sampai tidur lagi.
hari ini Barra marah pada Kirana, karena Kirana menyiapkan pakaian yang salah, hanya karena warna dasi yang tidak sesuai dengan pakaian nya. padahal kan Barra bisa saja menggantinya sendiri. tapi ia lebih suka memarahi Kirana. rasanya Kirana ingin kabur saja.
penderitaan Kirana belum berakhir sampai disitu. siang hari nya Kirana disuruh mengantarkan makan siang Barra Ke perusahaan nya, Karena Barra yang tidak bisa makan selain masakan dari koki nya, jadi terpaksa Kirana mengantarkan nya, sebenarnya itu tugas pak Asep, tapi karena Kirana sudah menjadi pelayan pribadi nya. terpaksa Kirana harus mau.
Kini sopir melajukan mobil nya menuju perusahaan B.R Company. Kirana memandang takjub pemandangan kota lewat kaca jendela mobil. banyak gedung menjulang tinggi, mall terbesar di kota, sampai toko toko besar yang ada di pusat kota.
pak Eko hanya geleng geleng kepala melihat Kirana yang terus berdecak kagum memandang ibu kota.
"Kiran, kita sudah sampai" ucap pak Eko menyadarkan Kirana yang masih saja bengong.
"ah, maaf pak " Kirana tersenyum malu dan segera turun dari mobil.
ia berjalan memasuki perusahaan besar B.R Company. ia celingukan seperti pengemis dengan pakaian kumuh nya. apalagi melihat kulit nya yang hitam. orang memandang jijik padanya .
Kirana sempat di cegat satpam saat akan masuk, tapi ia buru-buru menjelaskan dan menyuruh mereka menelpon atasan nya, akhirnya Kirana di perbolehkan masuk.
" naik lift lantai 30" Kirana terus melafalkan ucapan resepsionis lalu ia harus pergi kelantai 30 untuk menemui sang bos . Kirana bingung bagaimana naik lift ,untung ada karyawan yang membantu nya memencet tombol lantai 30.
setelah sampai di lantai 30 , Kirana kini bertanya pada pria yang duduk di meja kerja nya menghadap pintu sebuah ruangan.
" permisi, apa pak Barra ada " tanya Kirana.
"silahkan masuk, anda sudah di tunggu dari tadi" pria itu mengetuk pintu dan menyuruh Kirana masuk keruang sang CEO.
"kenapa kau lama sekali, keburu aku mati kelaparan oleh mu, cepat sajikan" Baru masuk keruangan Kirana sudah mendapat omelan sang bos.
tanpa bicara Kirana segera menyiapkan makan siang dia atas meja. setelah itu ia berdiri diam di ujung ruangan.
Barra pun langsung memakan nya tanpa bicara, apa lagi menawari Kirana. Kirana seperti hantu yang tak kasat mata. ada tapi tak di anggap.
tiba terdengar pintu diketuk, Bastian muncul di depan pintu.
"bas, ayo ikut makan" ucap Barra, Bastian tanpa bicara mendekati sang tuan dan ikut makan.
ia sempat melirik Kirana yang ada di ruangan itu tapi setelah itu ia fokus makan lagi.
'sialan, bos dan asisten sama saja, sama sama tak punya hati'
"kau mengumpati ku dalam hati?" ucap Barra seperti tahu isi hati Kirana.
Kirana pun terkejut, bagaimana bisa tuan nya itu tahu, wah gawat ternyata bos nya ini seorang cenayang.
"ti.. tidak tuan" Kirana menundukkan kepala nya.
setelah mereka makan, Kirana segera membereskan tempat makan nya, dan segera pulang ke mansion.
sial nya, saat keluar perusahaan.
mobil pak Eko tidak terparkir di depan pintu, Kirana sempat berkeliling di depan perusahaan tapi tetap tidak bertemu.
akhirnya Kirana meneruskan berjalan kaki, menyusuri jalan kota. ingin naik taksi tapi ia tak tahu alamat nya, ingin menelpon ia tak punya ponsel. ingin kembali ke perusahaan ia takut di marah lagi.
untung Kirana membawa uang jadi ia bisa membeli makan untuk perut nya yang sudah kelaparan. ia mencari warung makan yang murah. setelah makan Kirana duduk di halte bus, ia bingung mau kemana. ia terus duduk disana sampai hari menjelang malam.