Demand adalah seorang petarung maniak dan menakutkan di sekolah Giulietta. Pertarungan selalu ada di depan mata, tanpa pandang bulu, hanya ada perkelahian baginya. Sebuah geng ataupun seorang individu, yang kuat ataupun yang lemah, yang memiliki kuasa atau tidak, semuanya akan dimusnahkan.
Rekannya Miller sedang diculik oleh sekelompok geng misterius, tanpa ragu Demand datang seorang diri ke markas geng tersebut. Dalam beberapa saat geng itu dibuatnya tak berkutik dan hancur dikalahkan olehnya.
Namun ternyata seorang wanita cantik terlibat dalam masalah itu dan juga sedang disandera, ia bernama Lasiana. Seorang wanita cantik dengan karakter pemalu dan baik hati itu membuat Demand mengalami cinta pandangan pertamanya. Tapi... siapa sangka hal itu akan membawanya kepada kematian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M. Novri Al-zanni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Shania?!
Buagh! Bugh! Plak! Saat ini ... Aku sedang menonton dua orang temanku yang sedang bertarung satu sama lain. Ya, Miller dan Roy sedang berkelahi di lorong kelas, beberapa murid yang belum pulang ikut menonton dan menyemangati mereka. Apakah aku harus menghentikan pertarungan mereka ya?.
Entah kenapa aku merasa membiarkan Miller bertarung itu lebih baik. Walaupun Miller dalam posisi kalah, ia menerima lebih banyak serangan daripada Roy. Aku berpikir membiarkan Miller bertarung adalah karena aku ingin membuatnya lebih kuat.
Karena ia bukanlah Miller yang kedua, maka daya tarungnya sangat lemah jika dibandingkan dengan Miller yang kedua. Mereka terus bertarung, dan Miller akhirnya di sudutkan oleh Roy. Setelah pukulan ini, pertarungan akan benar-benar berakhir.
Buagh! Aku terkejut melihat apa yang baru saja terjadi dengan mata kepalaku sendiri. Miller menggunakan serangan balasan dari Roy hingga Roy terpental dan terjatuh. Roy segera bangkit dan dia menjadi semakin kesal dan amarahnya benar-benar sedang meledak-ledak.
"Sejak kapan dia menjadi lebih kuat seperti ini? Aku harus segera mengakhirinya" ucap Roy dalam batinnya yang tak menyangka ia akan dibuatnya seperti itu oleh seorang Miller.
Roy menerjang dengan cepat dan melayangkan tinjunya ke arah kepala Miller dari sebelah kiri. Miller yang sudah sempoyongan, dengan cepat membuat perlindungan dari kedua tangannya. Tapi ternyata serangan Roy itu palsu, dia segera memutar tubuhnya dengan cepat dan melayangkan tendangan dari sebelah kanan.
Buagh! Kepala Miller di tendang hingga Miller terjatuh tersungkur di lantai dan tidak berkutik. Sepertinya Miller baru saja pingsan, aku segera menghampiri Miller dan mengangkatnya. Kemudian aku melihat Roy yang sedang melotot ke arahku. Tak ku sangka seorang Miller di masa ini bisa membuat Roy sangat kelelahan seperti ini.
"Apa maumu Demand! Kau ingin berkelahi denganku lagi!" Teriaknya dengan sangat marah hingga matanya melotot memerah.
"Tidak ... Kau mungkin salah paham denganku, aku minta maaf. Aku hanya ingin kita menjadi teman" ucapku dengan wajah datar, setelah itu aku langsung pergi melewatinya begitu saja sambil menggendong Miller yang pingsan ke arah UKS.
Roy hanya terdiam dan tidak berkata apapun setelah itu. Sepertinya hari ini sudah cukup, aku akan memikirkan rencanaku lain kali, aku tidak boleh terburu-buru. Maaf Miller karena aku membiarkanmu bertarung, aku hanya ingin kau menjadi lebih kuat, tapi ternyata kau cukup kuat untuk Miller yang sebenarnya.
Aku juga harus melatih diriku dan membuat diriku lebih kuat. Karena mungkin saja anomali itu akan datang kembali dan menghabisi seluruh kelasku. Luise, aku tidak tahu apa tujuanmu saat itu, tapi kali ini aku tidak akan kalah darimu jika kau datang kembali di hadapanku.
Aku menunggu Miller sampai bangun hingga matahari telah terbenam dan langit menjadi gelap. Suasana kelas sudah menjadi gelap dan sudah tidak ada seorangpun di sekolah ini. Hanya lampu UKS yang masih menyala, dan akhirnya Miller telah siuman.
"Akhirnya kau bangun juga" ucapku yang merasa lega dengannya.
"Aku ... Masih saja lemah ya" ucapnya yang terlihat dia kecewa dengan dirinya sendiri karena lemah.
"Lemah itu adalah hal yang wajar dalam proses untuk menjadi kuat" ucapku yang mencoba membuatnya merasa lebih baik.
"Kau benar, maaf karena telah membuatmu menungguku sampai jam 8 malam" ucap Miller yang kemudian segera bangkit dari tempat tidurnya.
"Kau mau kemana setelah ini?" Tanyaku kepadanya.
"Tentu saja pulang ke rumah, itu termasuk bagian dari rencana kita kan?" Ucapnya yang membuatku tersenyum lega bahwa dia benar-benar mengerti dengan rencanaku.
Saat aku dan Miller hendak keluar dari UKS, tiba-tiba saja ada suara bersin dari kasur yang ada di samping Miller. Apa ada seseorang sedari tadi?! Siapa itu?! Sial aku tidak menyadarinya karena kasur sebelah tertutup tirai. Tapi sepertinya semuanya baik-baik saja karena ia tidak mendengar sesuatu yang penting.
Aku segera menghampiri kasur sebelah untuk melihat siapa orang yang menguping itu. Aku membuka tirai yang menutupi ruangannya dan ternyata aku melihat seorang gadis sedang berbaring lemas di atas kasur. Gadis itu?! Bukankah dia Shania?! Astaga apa yang dia lakukan disitu.
"Ma-maaf, bisakah kau jangan menatapku seperti itu, aku malu" ucapnya sambil membuang wajah dariku.
"Ma-maaf! Aku hanya terkejut kalau ternyata ada orang lain di UKS" ucapku yang merasa bersalah karena membuatnya tidak nyaman.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Miller dengan tiba-tiba.
"Aku sedang tidak enak badan, jadi aku kesini. Maaf aku tidak bermaksud untuk menguping pembicaraan kalian" ucapnya yang bangun dari tidurnya untuk memohon maaf dengan tubuhnya yang bergemetar.
Aku menetap Shania dengan tajam, kenapa banyak lebam di tangan, kaki, dan juga wajahnya. Pakaiannya juga terlihat sangat kotor seperti dicorat-coret, bahkan sampai ada yang robek. Dia juga terlihat sangat ketakutan, sampai-sampai seluruh tubuhnya bergetar hebat seperti itu.
Mungkinkah Shania adalah korban bullying?!
"Shania ..." Ucapku yang membuat dia terkejut.
Dia langsung bersujud kepadaku dan memohon maaf, "Aku minta maaf, aku benar-benar tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian. Aku mohon! Maafkan aku!" Ucapnya sambil meringis kesakitan.
Jadi benar dugaanku ... Tidak salah lagi sampai aku melihat dia yang seperti ini. Dia adalah korban bullying di masa lalu sampai akhirnya aku mengubah sekolah ini menjadi sekolah yang seharusnya. Pantas saja saat itu penampilannya yang culun berubah menjadi gadis cantik dan imut.
Aku benar-benar tidak menyangka hal ini terjadi pada gadis sepertinya. Aku mulai berpikir jauh ke kehidupan pertamaku, yang dimana aku telah membuat sekolah menjadi sangat kacau dan liar karena ulahku. Aku tidak bisa membayangkannya bagaimana dia bisa hidup saat itu, aku benar-benar telah membuat banyak orang tidak bersalah menderita.
Aku menyuruh Miller pulang duluan dan meninggalkan kami berdua. Setelah itu aku segera mengangkat tubuh Shania dan menggendongnya di pangkuanku. Kemudian aku memeluknya dengan begitu erat dan tak ku sangka aku menangis untuknya..
"Kau tidak perlu minta maaf, akulah yang salah. Tolong jangan menangis lagi, dan tolong maafkan aku" ucapku sambil menangis dengan deras untuknya.
Wajah Shania terlihat terkejut dan dia tidak bisa berkata apa-apa, dia benar-benar sangat terkejut dan kebingungan. Aku jadi lebih mengerti kenapa saat sekolah ini menjadi damai, dia langsung mendekatiku dan sangat mencintaiku. Karena baginya, aku adalah penyelamat hidupnya.
Pasti hatinya sangat sakit dan terluka saat cintanya ditolak oleh seseorang yang baginya adalah penyelamat hidupnya atau seorang pahlawan untuknya. Bodohnya aku malah memilih memulai kembali waktu dan membiarkan dia hidup sendirian. Hatiku terasa sangat sakit seperti dikoyak-koyak oleh binatang buas.
Kemudian Shania memegang wajahku dengan tangannya yang penuh lebam itu. Sentuhannya terasa sangat lembut dan tangannya terasa sangat dingin sekali. Aku menatapnya dan dia juga menatapku, kemudian dengan tiba-tiba saja Shania mencium bibirku. Aku terkejut dan tidak tahu apa yang harus kulakukan, jadi aku membiarkan dia menciumku.
"Terima kasih ..." Ucapnya yang kemudian merengek dan menangis kencang.
Aku kembali memeluknya dengan erat agar dia lebih tenang. Tangisannya membuatku merasa semakin bersalah dan membuat hatiku tidak tenang. Kau seharusnya tidak perlu berterima kasih kepada orang sepertiku, aku adalah orang yang sangat buruk, Shania. Aku benar-benar orang yang memiliki masa lalu yang sangat buruk dan tak termaafkan.