Marriage Is Scary

Isaac mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang sedikit lebih tinggi dari biasanya. Malam semakin gelap, dan suasana kota yang sepi tak memberinya ketenangan. Pikiran berkecamuk di kepalanya, mendorongnya semakin cepat menuju Virgo Club, tempat dia sering nongkrong bersama sahabat-sahabatnya.

Malam ini, dia merasa perlu untuk mengasingkan diri dari rumah, dari Lily, dan dari masalah-masalah yang terus menghantuinya. Dia butuh ruang untuk bernapas, jauh dari realita yang terus menghantuinya.

Saat mobilnya melaju di jalanan, bayangan masa lalunya muncul tanpa diundang, menenggelamkan pikirannya ke dalam kegelapan yang telah lama dia coba hindari. Margaret. Nama itu berputar-putar di dalam kepalanya seperti sebuah mantra yang mengikat jiwanya dalam kesedihan dan rasa bersalah.

Dia teringat jelas kejadian itu. Malam yang penuh ketegangan, di mana dia mengakhiri hidup Margaret, bukan tanpa alasan, tetapi alasannya sudah terkubur dalam rasa sakit dan penyesalan yang tak pernah hilang.

Setiap kali Isaac memikirkan malam itu, dada dan kepalanya terasa seperti akan meledak. Dia tidak mau jika Lily tahu peristiwa itu, dan dia bertekad agar hal itu tetap menjadi rahasianya.

“Nggak, kamu nggak boleh tahu,” gumam Isaac sambil menggenggam erat kemudi mobil. Lily tidak akan pernah mengerti. Isaac yakin jika istrinya tahu, maka Lily akan pergi meninggalkannya.

“Aku butuh kamu. Aku nggak bisa kehilangan kamu.”

Pikirannya terpecah antara penyesalan dan kemarahan. Lily terlalu banyak bertanya, terlalu ingin tahu. Sementara dirinya tidak mau untuk menceritakan semuanya. Setiap kali dia melihat darah, seperti yang terjadi di restoran tadi, semua ingatan buruk tentang Margaret kembali menghantuinya.

Bayangan Margaret yang tergeletak di lantai dengan tubuh penuh darah membuatnya muak dan takut. Tapi bagaimana mungkin dia bisa menjelaskan semua itu kepada istrinya?

"Aku butuh waktu sendiri," bisiknya lagi, lebih kepada dirinya sendiri.

Isaac menekan gas lebih dalam, mencoba melarikan diri dari semua beban di pikirannya. Jalanan yang kosong membuat mobilnya melesat cepat, dan tak lama kemudian, lampu neon biru yang menyala di depan Virgo Club tampak di kejauhan. Dia menarik napas panjang, berusaha mengosongkan pikirannya dari kekacauan yang baru saja terjadi di rumah.

Sesampainya di Virgo Club, Isaac memarkir mobilnya dan masuk ke dalam dengan langkah tergesa-gesa. Suara musik yang berdentum keras menyambutnya, mengalihkan perhatiannya dari segala macam pikiran.

Kerumunan orang yang bergerak mengikuti irama musik, lampu yang berkedip-kedip, dan aroma alkohol yang menyengat terasa seperti tempat pelarian yang sempurna. Mungkin dengan alkohol dia bisa melupakan sejenak.

Begitu Isaac masuk ke dalam, dia segera dihampiri oleh Lisa, seorang wanita berambut burgundy dengan lekuk tubuh nyaris sempurna. Dengan senyuman manis dan menggoda, dia selalu menjadi daya tarik bagi banyak pria yang datang ke sini, termasuk Isaac. Namun, malam ini Isaac tidak ingin diganggu.

“Hai, Isaac” sapa Lisa dengan suara manja, berjalan mendekat sambil melingkarkan tangannya di lengan Isaac.

"Kok baru dateng, sih?”

Isaac menghindar sedikit, mencoba untuk tidak terlalu memperdulikan kehadirannya.

“Aku cuma butuh minum,” sahutnya acuh.

Tapi Lisa tidak menyerah begitu saja. Dia tersenyum penuh arti, lalu mendekat lagi, lebih agresif kali ini.

“Kamu lagi ada masalah ya? Ayolah, Isaac, kamu butuh seseorang buat nenangin kamu,” bisiknya seraya merapatkan tubuhnya ke arah Isaac, tangannya meluncur ke punggung Isaac dengan lembut tapi provokatif.

Isaac meneguk minumannya dengan cepat, mencoba mengabaikan semua rangsangan yang diberikan Lisa.

"Lisa, aku cuma mau sendiri. Jangan ganggu," katanya, suaranya terdengar tegang.

Namun, Lisa tetap memaksakan diri. Dengan gerakan yang lancar, dia duduk di pangkuan Isaac, membuat pria itu sedikit tersentak.

"Jangan kasar gitu, Sayang. Kita kam udah pernah main," katanya dengan senyum menggoda.

“Malam ini aku cuma mau hibur kamu biar nggak sedih lagi,” kata Lisa dengan suara lembut namun menggoda. Tangannya aktif membelai lengan Isaac dengan gerakan naik turun. Pelan, namun memberikan sensasi yang tidak biasa.

Isaac sudah mulai merasa mabuk setelah beberapa gelas minuman keras, dan kontrol dirinya mulai goyah. Dalam kondisi setengah sadar, pengaruh alkohol membuat Isaac menyerah pada permainan Lisa.

Sentuhan Lisa yang semula membuatnya risih kini terasa menenangkan dalam kekacauan emosinya. Lisa tahu bagaimana cara bermain, dan Isaac yang sedang kacau mudah sekali jatuh dalam perangkapnya.

“Aku butuh kamu,” rancau Isaac yang entah ditujukan untuk siapa. Dirinya yang begitu kacau hanya ingin di mengerti oleh seseorang. Dia lelah dengan semuanya. Dengan penyesalan yang selalu menghantui. Dengan kesalahan yang tak luput dari ingatan.

“Hust, aku disini sayang,” lirih Lisa dengan lembut seraya memeluk Isaac. Pelukan yang seolah memberi kekuatan, namun menjerumuskan.

Dengan mata yang semakin berat karena alkohol, Isaac membiarkan Lisa memeluknya erat. Tak hanya sampai disitu, Lisa mulai menuntunnya ke arah kamar-kamar pribadi yang tersedia di dalam club.

Kepala Isaac sudah mulai berputar-putar, dan tanpa pikir panjang, dia mengikuti Lisa masuk ke dalam kamar yang gelap dan nyaman. Lisa menutup pintu di belakang mereka, menyisakan Isaac yang setengah mabuk di tepi ranjang, sementara Lisa mulai melepaskan pakaiannya dengan gerakan yang lambat dan menggoda.

Tanpa disadari Isaac, dari sudut ruangan utama club, Lucas memperhatikan semuanya. Lucas duduk di meja yang cukup jauh, ditemani seorang perempuan cantik yang sedang asyik mengobrol dengannya.

Sejak setengah jam yang lalu, Lucas telah memperhatikan Isaac yang tiba di club dengan wajah penuh kekacauan. Dia melihat bagaimana Lisa mendekati Isaac, dan sekarang, dia melihat Isaac masuk ke dalam kamar bersama Lisa.

“Sialan,” batin Lucas.

Meskipun Lucas sudah terbiasa melihat Isaac seperti itu, namun kali ini dia merasa kasihan kepada Lily. Ada rasa tidak tega ketika melihat Isaac disentuh oleh wanita lain.

“Laki-laki sebrengsek itu di cintai habis-habisan sama perempuan tulus,” batin Lucas seraya mengalihkan pandangannya kembali kepada wanita yang sedang bersamanya.

Sementara itu, di dalam kamar, Isaac kehilangan dirinya sepenuhnya. Mabuk, frustasi, dan emosi yang bercampur aduk membuatnya tenggelam dalam pelukan Lisa. Tubuhnya terus bereaksi pada situasi di depannya, tanpa mengingat jika dirinya sudah memiliki istri secantik Lily.

“Aku bakal bikin kamu lupa sama masalah kamu,” bisik Lisa dengan suara lirih namun sensual.

Sejak awal pertemuannya dengan Isaac, Lisa sudah tertarik untuk menidurinya. Baginya, pesona Isaac benar-benar tidak bisa ditolak dan harus ditaklukan. Dia tidak peduli apakah Isaac sudah memiliki pacar atau bahkan sudah memiliki istri.

Bagi Lisa, Isaac adalah miliknya saat mereka bersama. Tidak ada yang bisa menghalangi mereka berdua.

Malam ini menjadi malam paling memabukkan bagi dua insan yang terlibat hubungan terlarang. Kesedihan berubah menjadi rintihan kenikmatan yang tertahan, membuat Isaac dan Lisa larut dalam ruang hitam.