Gadis berusia 24 tahun seorang guru SD berparas cantik dan berpakaian tertutup, menemuka seorang gadis kecil yang tengah menangis.
"Mamah..!"
Mendengar dirinya di panggil Mama oleh gadis kecil yang tidak ia ketahui asalnya, shock.
Gadis kecil itu meminta dirinya untuk membawanya bersamanya. Padahal dari apa yang di gunakan anak itu tidak terlihat seperti anak terlantar. Siapakah anak itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur dzakiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketidakberdayaan
Dengan penuh kecemasan, Shaka akhirnya tiba di lantai dua. Langkahnya terhenti di ambang pintu saat dia mendengar suara gemetar dari dalam kamar Khyra dan Lea. Hatinya berdebar cepat saat ia mendengar bisikan lemah dan tangisan yang halus. Dalam sekejap, dia melewati pintu dan menemukan pemandangan yang menghentikan napasnya.
Di kamar tidur, gadis yang seharian ini mengisi pikirannya terbaring lemah di atas tempat tidur, wajahnya pucat dan matanya sayu. Di sebelahnya, putri kecilnya, Lea, duduk dengan wajah cemas dan tangisannya yang menyesakkan hati.
"Lea, apa yang terjadi?" tanya Shaka dengan suara bergetar, mencoba menekan rasa panik yang melanda dadanya.
Putrinya menoleh ke arahnya, air mata mengalir di pipinya. "Ayah, Mama tiba-tiba sakit dan tidak bisa bangun."
Shaka melangkah mendekati tempat tidur dengan langkah gemetar. Shaka dapat melihat wajah Khyra dari beberapa jarak yang ia berikan, hatinya berdebar kencang saat dia menatap Khyra. Dia merasa takut akan kemungkinan yang ada, namun kekhawatiran terbesarnya adalah kondisi Khyara saat ini.
"Khyra, apa yang terjadi? Bisakah kamu mendengar ku?" desis Shaka, suaranya penuh dengan kekhawatiran.
Khyra mencoba tersenyum lemah, tapi kelelahan membuatnya hampir tidak bisa berkata-kata.
"Tuan.. maafkan aku. Aku merasa begitu lemah tiba-tiba.." lirih Khyra, merasa bersalah karena tidak membuatkan Shaka makan malam, padahal ia baru saja kembali dari kerja dan pasti bosnya itu, sudah kelaparan dari seharian bekerja.
"Kamu harus tenang, Khyra. Aku akan segera membawa mu ke rumah sakit. Lea, tolong panggilkan ambulans segera."
Putri kecilnya mengangguk sambil mencari telepon dengan gemetar. Shaka menatap Khyra kembali yang terbaring dengan lemah, Shaka tidak bisa berbuat apa-apa.
"Tuan.. Tidak usah ke rumah sakit, saya cuman demam.." ujar Khyra lemas dengan bibir pucat nya, mata sayu membalas tatapan Shaka.
"Tidak, Khyra. Kamu harus ke rumah sakit," ucap Shaka tegas dengan nada kekhawatiran.
Khyra sebenarnya ingin menolak keras, karena dia yakin tubuhnya hanya demam. Namun, untuk bersuara Khyra tidak sanggup, karena rasa sakit yang begitu kuat menekan tenggorokannya.
Sebelumnya Khyra menikmati bermain di kolam bersama Lea, dan saat sore Khyra sudah merasa aneh dengan tubuhnya mulai lemas. Wajahnya memerah dan tenggorokannya sangat sakit, hingga di mana Khyra tidak dapat menahannya dan terbaring di kasur, Lea menyaksikan semua itu, Khyra tidak tega melihat kekhawatiran Lea di sampingnya.
Khyra kembali melirik Shaka, mulutnya yang tidak dapat lagi mengeluarkan kata-kata, saat itu Shaka terlihat begitu khawatir.
"Mohon bertahanlah.." lirih Shaka.
Di dalam dirinya, terdorong kuat untuk menggenggam tangan Khyra, menempelkan keningnya di atas kening Khyra agar demam Khyra pindah ke dirinya saja. Namun, selalu saja Shaka tidak bisa melakukannya karena menghargai agama yang Khyra anut. Shaka sungguh frustasi, ia tidak bisa melihat Khyra begitu saja tanpa berbuat apa-apa. Tapi dinding agama Khyra, menghalangi dorongan kuat itu.
"Tidak bisa begini.." batin Shaka di dalam pikirannya tiba-tiba muncul, bagaimana kalau dirinya mualaf mengikuti jejak gadis yang terbaring lemah di depannya, gadis yang mencuri hatinya.
"Mama.. Hiks.." ucap Lea dalam tangisnya sembari memeluk tubuh Khyra.
Khyra menggelengkan kepala dan mengisyaratkan Lea agar menjauh dari tubuhnya, takut sakitnya itu pindah ke tubuh gadis kecil di sampingnya. Shaka yang paham akan itu menarik pelan tubuh Lea yang tengah menangis.
Shaka kembali kagum pada Khyra, meski dalam kondisi seperti itu, dia tetap mengkhawatirkan orang lain.
"Mengapa ambulance nya belum juga datang?" ujar Shaka, padahal mereka baru dua menit yang lalu menghubungi ambulance.
Shaka tidak ingin berlama-lama, membiarkan Khyra terbaring kesakitan.
"Aku harus memiliki mu," batin Shaka, jika ia memiliki Khyra ia tidak lagi menunggu ambulance mengambil tindakan untuk Khyra, ia bisa menggendong tubuh Khyra dan membawanya sendiri ke rumah sakit. Atau Shaka sendiri yang merawatnya dengan penuh kasih sayang.
Lagi, Shaka terhanyut dalam pikirannya sendiri. Sepertinya, obsesi untuk memiliki Khyra semakin meledak.
Beberapa menit kemudian Ambulans tiba, dengan cepat dan perawat segera mengambil alih situasi. Mereka membawa Khyra ke rumah sakit dengan Shaka dan Lea berada di sampingnya sepanjang perjalanan. Di ruang tunggu, Shaka duduk dengan gemetar, memeluk Lea erat di pangkuannya. Hatinya penuh dengan kekhawatiran yang mendalam, berharap agar Khyra akan baik-baik saja.
Setelah beberapa jam yang penuh dengan ketidakpastian, dokter akhirnya keluar dari ruang perawatan darurat. Shaka meloncat berdiri dengan Lea di sisinya, mata mereka penuh dengan harapan dan kekhawatiran.
"Dokter, bagaimana keadaannya?" tanya Shaka dengan suara yang bergetar.
Dokter tersenyum lembut. "Dia akan baik-baik saja. Dia hanya demam tinggi, kami sudah memberikan perawatan yang diperlukan dan dia akan segera pulih."
Shaka merasa lega, tanpa sadar menggenggam tangan kecil Lea erat. Lea juga tersenyum lega, tidak sabar untuk melihat kondisi Khyra. Lea sangat terguncang ketika melihat kondisi Khyra saat itu.
"Nona hanya butuh istirahat. Besok pagi dia mungkin bisa pulang ketika demamnya sudah turun," lanjut dokter dengan bahasa Mandarin.
"Terima kasih dok."
Kemudian dokter itu pamit, Shaka dan Lea segera masuk ke dalam kamar, di sana Khyra terbaring dengan selang infus di tangan kanannya. Matanya tertutup dengan rapat.
Shaka dan Lea berdiri tepat di samping Khyra. Memandangi gadis terbaring lemah di depannya.
"Ayah.. Apa mama akan segera bangun?" tanya Lea khawatir.
"Ya, dia akan segera bangun," jawab Shaka masih menatap Khyra.
Shaka menarik nafas dan menghembuskan nafas beratnya. Shaka benci perasaan tidak berdayanya. Benci dirinya yang hanya bisa melihat kondisi gadis yang di sukai nya tanpa melakukan apa-apa.
"Apa aku menikahi dia saja?" tanya Shaka pada Lea. Namun, matanya tetap tertuju pada Khyra.
Lea yang mendengarnya kaget dan langsung mendongak melihat wajah ayahnya.
"Aku ingin menikahinya," tutur Shaka mengulang perkataannya dengan jelas masuk ke telinga gadis kecil di sampingnya.
Lea tidak memberikan respon, gadis kecil itu terdiam mematung, mendengar ucapan ayahnya yang secara tiba-tiba itu. Lea tidak tahu apa yang harus ia jawab, apakah ia harus senang dan mendukung?
"Hah.. bahkan kamu putriku sendiri tidak setuju, apa lagi dia," ujar Shaka lagi-lagi menghembuskan nafas beratnya.
"Apa kamu tidak ingin dia menjadi Mama mu seutuhnya?" tanya Shaka lagi, memancing agar Lea mendukungnya.
"Dia sudah menjadi Mamaku," jawab Lea begitu singkat.
Shaka melihat Lea, meski dia hanya gadis kecil tapi bicaranya sangat sedikit. Sikapnya seolah orang dewasa yang dingin.
"Dari mana anak ini belajar bersikap seperti itu?" batin Shaka kesal dengan jawaban Lea.
"Lea akan setuju, jika Mama sendiri yang ingin menikah dengan Ayah." ujar Lea memberikan secercah harapan pada Shaka.
jodoh, rezeki bahkan maut adalah rahasia ALLAH SWT.
Waullahu'alam bisawab./Pray/