Assalamu'alaikum. Wr. Wb.
Ini novel ketigaku.
Novel ini kelanjutan "Ternyata Ada Cinta"
Baca dulu "Ternyata Ada Cinta" biar nyambung...
Setelah kepergian Fariz, dunia terasa gelap gulita. Cahaya yang selama ini selalu menyinari hari serta hati Zafira padam dalam sekejap mata. Meninggalkan kegelapan serta kesunyian yang teramat menyiksa. Ternyata kehilangan seorang sahabat sekaligus suami seperti Fariz jauh lebih menyakitkan dari apapun.
Perjuangan Cinta Zafira untuk menemukan Fariz dan membawa kembali pria itu ke pelukannya tidaklah main-main. Setiap hari Zafira berjuang keras kesana kemari mencari keberadaan Fariz sampai mengorbankan keselamatannya sendiri. Namun perjuangannya tidak menemukan titik terang yang membuatnya ingin menyerah.
Hingga di titik lelah perjuangan Zafira mencari Fariz, penyakit lama Zafira kembali kambuh. Akankah Fariz sempat menyelamatkan Zafira atau justru gadis itu meregang nyawa membawa pergi cintanya yang belum terucap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rara RD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 - Sahabat Lama
Zafira meminta kepada bi Senah untuk menyampaikan pada seluruh pekerja untuk tidak menceritakan kejadian ini pada seluruh keluarga serta mertuanya kecuali papa Arga yang pasti sudah mengetahui hal ini dari bodyguard-nya.
Dia tidak ingin keluarganya menjadi cemas memikirkan dirinya. Cukup masalah rumah tangganya sudah membuat keluarganya sedih. Dia tidak ingin menambah kesedihan lagi untuk keluarga, mertua, khususnya sang mama. Zafira berharap papa Arga pun tidak menceritakan kejadian ini pada mama Laras, keluarga serta orang tua Fariz.
Setelah lukanya selesai diobati, Zafira segera membersihkan diri serta mengganti piyama kotor yang terkena tanah.
Gadis itu berbaring di ranjang dengan sangat hati-hati karena lutut serta kaki masih terasa perih dan sulit digerakkan. Sengaja tidak menyalakan AC mengingat dia tidak dapat menggunakan selimut yang akan mengganggu pergerakan lutut yang sedang terluka. Tubuhnya pun tidak bisa menahan suhu dingin AC jika tidak memakai selimut.
Zafira menatap kosong ke langit-langit kamar. Masih jelas kejadian tadi tergambar di pelupuk mata. Entah, apa yang akan terjadi pada dirinya jika anak buah papa Arga tidak datang tepat waktu. Gadis itu merasa berterima kasih sekali kepada sang papa karena telah menjadi papa baik, papa terbaik serta bertanggung jawab untuk anak-anak dan istrinya.
Zafira mengambil ponsel.
"Assalamu'alaikum papa." ucap Zafira serak berusaha menahan tangisnya jangan sampai sang papa jadi mencemaskan dirinya.
"Wa'alaikumussalam sayang." sahut suara di seberang menentramkan hati Zafira yang saat ini tengah bersedih.
"Terima kasih, pa." ucap Zafira ingin sekali menumpahkan air mata tetapi sekuat mungkin ditahannya.
"Tolong jangan beritahu mama atau pun oma tentang kejadian tadi pa." lanjut sang anak memohon.
"Tidak sayang. Papa tidak akan membuat mereka sedih, cemas dan kefikiran." ujar papa Arga yang sangat mengerti apa yang difikirkan Zafira.
"Terima kasih pa. Zafira tidak tahu apa yang akan terjadi pada Zafira kalau papa tidak mengirim anak buah papa untuk menjaga Zafira." suara Zafira tercekat di tenggorokan membayangkan kembali kejadian yang baru saja menimpanya.
"Itu sudah menjadi tugas papa untuk menjaga anak kesayangan papa. Jangan membahas masalah ini lagi yang akan membuatmu trauma. Jangan pernah mengingat kejadian itu lagi. Lupakan. Kamu jangan khawatir, anak buah papa akan selalu mengawasimu selagi Fariz belum pulang ke rumah. Sudah malam. Jangan terlalu banyak membahas sesuatu yang tidak penting. Sekarang tidurlah. Kamu harus banyak istirahat dan rileks. Papa tutup telponnya ya." ucap papa Arga memperpendek obrolan karena dia tahu kalau terus dilanjutkan, anaknya pasti akan terus membahas kejadian tadi.
Setelah mengucapkan salam, keduanya pun mengakhiri pembicaraan.
"Siapa yang meneleponmu mas? Zafira? Kenapa dia menelepon malam-malam? Apa dia sakit? Setiap hari aku menelepon dan menanyakan keadaannya, dia selalu mengatakan sehat dan baik-baik saja." tanya mama Laras terdengar sangat khawatir.
Suara tiba-tiba tersebut membuat papa Arga menjadi tersentak.
Untung saja mama Laras tidak mendengar percakapannya dengan Zafira.
"Oh itu, Zafira menelpon menanyakan masalah pekerjaan kantor. Ada pekerjaan yang kurang dimengerti olehnya." papa Arga terpaksa berbohong.
"Alhamdulillah kalau hanya masalah kantor. Aku khawatir dia sakit. Kamu juga mas, aku selalu mengajak ke rumahnya tapi kamu selalu banyak alasan. Sibuk di kantor, sibuk ini, sibuk itu." mama Laras menggerutu.
Papa Arga merangkul pundak mama Laras sambil tersenyum untuk menenangkan hati sang istri.
"Maafkan aku sayang. Aku memang sedang sibuk. Zafira sudah dewasa. Dia pasti bisa menyelesaikan masalah dengan baik. Lagi pula kamu sudah setiap hari menelpon dan menanyakan keadaannya, itu sudah cukup bukan? Percayalah dia baik-baik saja. Selama Fariz tidak ada di rumah biarkan dia sendiri agar dia bisa merenungi dirinya. Dengan begitu anak kita akan semakin dewasa dan menjadi istri yang lebih baik saat Fariz kembali." ujar papa Arga menasehati mama Laras.
Mama Laras mengangguk dan membenarkan perkataan suaminya. Mungkin dengan cara seperti yang dikatakan papa Arga, sang anak akan menjadi sosok yang lebih dewasa dan bisa lebih menghargai pria yang selama ini telah memberi cinta luar biasa untuknya.
"Ayo kita tidur. Kamu mau jadi seperti kalong? Sepanjang malam selalu terjaga." gurau papa Arga mengajak sang istri pergi ke kamar.
Sementara itu di kamar, setelah mendengar nasehat sang papa Zafira pun mencoba menutup mata. Terdengar helaan nafas terhempas berat dari mulutnya. Terlalu banyak yang membebani hati serta fikiran gadis itu. Kepalanya seakan ingin pecah bergumul dengan semua hal yang sudah terjadi dalam satu minggu terakhir.
Dia merasa perjuangannya sudah di titik lelah. Semua yang dilakukannya seakan tidak menemukan titik terang. Tetapi dia tidak ingin menyerah begitu saja. Dia hanya ingin bertemu Fariz satu kali saja untuk menjelaskan semua yang terjadi antara dirinya dan Ronald di kamar. Setelah itu, biarkan Fariz mengambil keputusan. Ingin meninggalkannya atau kembali padanya.
Dengan mata tertutup tampak setitik air menetes dari ujung mata. Sampai kapan dia terus seperti ini? Hidup dalam kesepian yang dibayangi rasa penyesalan tak berujung. Menyesal karena tidak sempat mengungkapkan perasaannya kepada Fariz.
Dua jam kemudian Zafira pun tertidur dengan membawa banyak beban yang sulit dilepaskan.
Sejak kejadian malam itu, Zafira tidak berani lagi keluar rumah di malam hari dalam keadaan sendiri. Nasehat bi Senah kali ini benar-benar akan selalu diingat dan dipatuhinya.
***
Dua hari kemudian lutut serta telapak kaki Zafira sudah mulai membaik. Dia pun sudah mulai beraktivitas kembali meski fikirannya tetap saja terpaku pada Fariz.
Dua orang gadis duduk saling berhadapan mengobrol di cafe di sekitaran kantor Zafira. Mereka sengaja mengambil tempat di sudut ruangan supaya bebas bercerita mengeluarkan isi hati. Duduk di meja pembatas kaca sehingga dapat melihat orang yang berlalu lalang di luar. Tampak dua gelas minuman serta dua piring makanan telah terhidang di atas meja. Makanan di dalam gelas serta piring keduanya pun sudah tersisa setengah.
Hari ini Zafira janji temu dengan seorang gadis yang tinggal di Amerika dan sedang berlibur di Jakarta satu minggu ke depan.
Tasya adalah sahabat baik Zafira semasa kuliah yang baru pulang dari Amerika dan mengirim pesan kepadanya untuk bertemu kangen, melepas rindu yang sejak lulus kuliah belum pernah bertemu.
Tasya mengambil S1 di kampus Zafira kemudian melanjutkan S2 di Amerika dan setelah lulus dia diterima bekerja di sana lalu memutuskan untuk menetap di Amerika.
Meski hubungan mereka berdua sempat tersendat karena terpisah jarak yang sangat jauh tetapi silaturahmi persahabatan tidak pernah terputus. Mereka selalu berkirim kabar bahkan saling menelepon dan bercerita tentang kesibukan sehari-hari, pekerjaan, kekasih, pernikahan hingga tak sadar mereka tertawa serta menangis bersama bahkan menghabiskan waktu berjam-jam lamanya melalui sambungan telepon.
"Berapa lama kamu di sini?." Zafira mengunyah makanan menatap sekilas sahabat di hadapannya sambil sesekali melihat keluar memperhatikan lewat kaca jendela orang yang berseliweran di koridor luar.
...*****...