Hasna Sandika Rayadinata mahasiswa 22 tahun tingkat akhir yang tengah berjuang menyelesaikan skripsinya harus dihadapkan dengan dosen pembimbing yang terkenal sulit dihadapi. Radian Nareen Dwilaga seorang dosen muda 29 tahun yang tampan namun terkenal killer lah yang menjadi pembimbing skripsi dari Hasna.
" Jangan harap kamu bisa menyelesaikan skripsi mu tepat waktu jika kau tidak melakukan dengan baik."
" Aku akan membuat mu jatuh hati padaku agar skripsi ku segera selesai."
Keinginan Hasna untuk segera menyelesaikan skripsi tepat waktu membuatnya menyusun rencana untuk mengambil hati sang dosen killer. Bukan tanpa alasan ia ingin segera lulus, semua itu karena dia ingin segera pergi dari rumah yang bukan lagi surga baginya dan lebih terasa seperti neraka.
Akankan Hasna berhasil menggambil hati sang dosen killer?
Atau malah Hansa yang terpaut hatinya terlebih dulu oleh sang dosen?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MHDK 25. Mungkin Memang Jodoh
Perlakuan Yudi semalam sedikit membuat sikap Priska berubah. Tidak lagi terlalu berlagak seperti nyonya dan lebih banyak diam.
" Mah, mama kenapa?"
" Eh Ren, mama tidak kenapa napa kok. Habisin sarapannya terus berangkat ke sekolah. Diantar pak supir ya."
" Ya mah, oh iya papa sudah berangkat kah?"
" Iya, papa ke rumah Om Aryo untuk nganterin berkas berkas persyaratan pernikahan Hasna "
Reni mengangguk mengerti. Ia sedikit heran dengan sikap sang mama. Tapi Reni tidak mau bertanya. Ia memilih diam. Ia hanya sedikit menerka bahwa mama papa nya sedang bertengkar mengingat semalam sang papa terlihat marah.
Sesaat setelah Reni pergi, Priska kembali ke kamar. Ia duduk di pinggir ranjang miliknya. Lagi, air matanya luruh mengingat perlakuan Yudi kepadanya. Ia benar benar seperti wanita mur*h*n yang setelah selesai dipakai lalu ditinggalkan begitu saja.
" Sekarang aku harus apa. Apakah aku harus bertahan di sini atau aku kembali ke niat awal ku. Apakah benar Mas Yudi tidak memiliki apapun? Atau itu hanya gertakan nya saja agar aku takut. Aku harus mencari buktinya."
Priska kemudian bangkit dari duduknya, ia lalu mencari sesuatu yang bisa menguatkan dugaannya. Priska mencoba membuka setiap lemari dan semua laci tapi ia tidak menemukan apapun.
" Huft ... Tampaknya sementara ini aku harus menuruti setiap perkataan mas Yudi."
Tok ... Tok ... Tok ...
Priska sedikit terhenyak mendengar pintu rumah nya di ketuk. Mengingat sang art sedang pergi berbelanja ke pasar ia pun akhirnya berjalan sendiri menuju pintu depan.
Ceklek ....
" Hei beib ... "
" Astaga, apa yang kau lakukan di sini Bardi. Cepat pergi nanti kalau art dan sopir aku tahu gimana. Sana pergi Bardi."
Bukannya pergi Bardi malah mendorong Priska masuk ke dalam rumah dan menutup pintu dengan segera. Sedangkan Priska, ia benar benar ketakutan saat ini. Ia takut Yudi mengetahui semuanya. Ancaman Yudi semalam bukan hanya main main.
" Bar, please pergilah!"
" Tck, aku kesini karena sungguh merindukanmu tapi kau malah mengusirku."
" Bardi aku mohon pergilah, nanti aku akan ketempat biasa nya kita bertemu. Saat ini di rumah sedang tidak kondusif. Jadi aku mohon pergilah dulu."
" Ya ... Ya ... Baiklah aku akan pergi sekarang juga."
Bardi mengecup bibir Priska sekilas lalu melenggang pergi. Priska bernafas lega akhirnya Bardi meninggalkan rumahnya. Ia sungguh takut jika Yudi mengetahui dia memiliki hubungan lain di belakang suami nya itu.
" Lho nyonya, siapa tadi yang datang?"
" Oh itu, sales Bi. Biasa, tapi langsung saya suruh keluar. Saya takut kalau dia sales bohongan seperti di tivi tivi itu lho."
" Iya nyah, kita harus hati hati. Tidak boleh membiarkan sembarangan orang masuk. Baik nyah saya permisi kebelakang dulu."
Priska mengangguk, ia benar benar beruntung art nya melihat Bardi saat sudah berjalan keluar dari pekarangan rumah.
🍀🍀🍀
Kini Hasna sudah berada di rumah Sekar dan Aryo dengan diantar oleh Radi. Entah mengapa Radi sedikit tidak ikhlas melepaskan Hasna pergi dari apartemen nya.
" Mukanya biasa aja kak, seminggu lagi Hasna nya udah bisa dibawa balik ke apartemen."
Pletak ...
Radi menyentil kening si bungsu membuat bungu keluarga Dwilaga itu mengaduh kesakitan.
" Bunda ... Kak Radi nih."
" Dek, kamu nggak berangkat kuliah memangnya."
" Eh .... "
Jani pun berlari menuju kamarnya, ia merasa sudah waktunya melarikan diri.
" Terus Hasna tidur di mana bund?"
" Kan ada kamar tamu, Hasna bisa tidur di sana sambil mengerjakan skripsi. Oh iya kalian akan menikah sabtu ini."
" Apa ...?"
Hasna dan Radi berteriak berbarengan.
" Apakah tidak terlalu cepat bund?"
" Tidak sayang, ayah kamu sudah setuju akan hal ini. Kalian akan menikah di rumah ini."
Hasna terdiam, ia sungguh khawatir jika pernikahannya bocor nanti.
" Tapi bund, kalau orang kampus tahu bagaimana?"
Sekar tersenyum, ia tahu kekhawatiran calon menantunya itu.
" Ayah akan menangani hal itu, Radi juga harus hati hati dalam berucap."
Hasna mengangguk pasrah akan keputusan para orang tua ini. Mungkin benar kalau Radi si dosen killer ini adalah jodohnya. Buktinya sekuat apapun dia menghindar dan berlari akhirnya ia kembali ke asal mulanya lagi.
" Oh iya pak, kan saya harus bimbingan nih akhir minggu ini. Apakah bisa di pending."
" Tidak ... Bimbingan ya bimbingan, tidak ada hubungannya dengan menikah."
Seketika Sekar mendekat ke sebelah putra sulungnya itu dan menarik telinga sang putra.
" Bund ... Sakit.... Auch ... "
" Kamu berani beraninya membuat susah menantu bunda? Awas ya Kak. Ya kali kan habis akad kamu mau ngoreksi skripsi milik istrimu. Yang ada bukannya ngoreksi skripsi tapi ngegarap istrimu."
" Astagfirullaah bunda ... "
" Eh ... Maaf bunda keceplosan."
Wajah Hasna bersemu merah mendengar ucapan bundanya pak dosen yang tidak lama akan jadi mertuanya nanti. Sedangkan Radi jadi salah tingkah. Entah sejak kapan dia jadi senyum sendiri setiap mengingat Hasna.
***
Di kafe Dipta begitu gelisah. Beberapa haru tidak melihat Hasna, pria dewasa itu sungguh merasa rindu.
" Haish, mentang mentang dikasih cuti gadis itu benar benar tidak muncul."
Dipta seketika memanggil Udin yang tengah melintas di depannya.
" Din ... Sini!"
" Ya mas, ada apa?"
" Din kamu nggak pernah ketemu sama Hasna kalau lagi di kampus."
" Jarang mas, jarang banget. Selain kita beda jurusan dia juga lagi benar benar fokus sama skripsinya."
" Ooh begitu, ya sudah lanjutkan lagi pekerjaanmu."
Udin berlalu dari hadapan Dipta. Sahabat sekaligus rekan kerja Hasna itu sedikit curiga dengan tingkah sang bos. Ia oun bergumam pelan, " Ada pa mas Dipta nyari Hasna?"
Sedangkan Dipta ia kembali ke ruangannya dengan wajah yang ditekuk. Ia mengambil ponselnya dan mencari nama hasna di daftar buku telponnya.
" Telpon? Enggak? Telpon? Enggak? Huft ... Kenapa sih gue kayak abg gini. Gue suka sama cewek kan bukan baru kali ini. Tapi kok susah banget mau ngedeketin Hasna."
Dipta pun memberanikan diri untuk menekan nomor ponsel Hasna.
" Hallo assalamualaikum, ada apa ya mas?"
" Eh Has. Waalaikumsalam. Ini apa, itu oh iya bagaimana skripsi mu?"
" Alhamdulillah lancar mas."
" Jadi kapan kamu akan bekerja kembali."
" Kerja lagi ya ... Ehm ... Nanti Hasna pikirkan ya mas."
" Oke kalau begitu. Fokus dulu saja sama skripsi mu."
" Baik mas terimakasih."
Dipta tersenyum lebar setelah mendengar suara gadis yang disukainya. Berbeda dengan keadaan di sebrang. Hawa dingin tiba tiba menyelimuti tubuh Hasna. Tatapan tajam mata sang dosen seakan bisa menembus dada nya.
" Siapa?"
" Yang telpon? Mas Dipta."
" Mau apa dia?"
" Tanya tentang skripsi."
Diam, seketika Radi terdiam. Ia benar benar yakin kalau Dipta memiliki rasa terhadap calon istrinya itu.
Ini kenapa dosen killer ngelihatin nya kayak gitu. Hiiih ... Serem.
TBC