Kisah cinta si kembar Winda dan Windi. Mereka sempat mengidamkan pria yang sama. Namun ternyata orang yang mereka idamkan lebih memilih Windi.
Mengetahui Kakanya juga menyukai orang yang sama dengannya, Windi pun mengalah. Ia tidak mau menerima lelaki tersebut karena tidak ingin menyakiti hati kakaknya. Pada akhirnya Winda dan Windi pun tidak berjodoh dengan pria tersebut.
Suatu saat mereka bertemu dengan jodoh masing-masing. Windi menemukan jodohnya terlebih dahulu dibandingkan Kakaknya. Kemudian Winda berjodoh dengan seorang duda yang sempat ia tolak lamarannya.
Pada akhirnya keduanya menjalani kehidupan yang bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan malam
Tidak lama kemudian, mereka sampai di kediaman Abi Tristan. Ternyata di sana sudah ada keluarga Javier. Abi Tristan mengundang mereka untuk makan malam. Namun hal tersebut tidak diketahui oleh Windi dan Javier
"Ada tamu ternyata." Lirih Windi.
"Mobil ini sepertinya aku kenal." Sahut Javier.
Mereka pun turun dari mobil.
"Tidak salah lagi, ini mobil Bang Kenan."
"Hah? Maksudnya, Mas?"
Sejenak Javier terpaku mendengar panggilan Windi. Wajahnya merah merona seperti kepiting rebus. Mungkin panggilan tersebut sangat biasa bagi orang lain dan jika yang memanggil orang lain. Namun bagi Javier itu sangat istimewa ketika Windi yang memanggilnya.
"Ehm.. itu, mobil ini milik Kakak iparku. Kemungkinan tamunya adalah keluargaku." Jelas Javier.
"Oh, begitu. Tapi, Mas... "
"Tapi kenapa, hem?"
"Apa kamu tahu kalau mereka ke sini?"
"Nggak tahu."
"Bos, Nona... apa kita akan terus berdiri di sini?" Tegur Tomi.
"Oh iya, ayo masuk dulu."
Mereka pun masuk ke dalam rumah. Ternyata Babah, Ummah, Kanzha, beserta suami dan anaknya sudah sedang duduk di ruang tengah bersama, Abi dan Bunda. Javier dan Windi pun menghampiri mereka. Javier tahu sekarang kenapa Abi Tristan tidak mengizinkannya mengajak Windi makan malam di luar, ternyata Abi sedang menyusun rencana kain bersama Babah. Kedua keluarga nampak senang melihat mereka datang.
"Alhamdulillah sudah sampai, Kalian dari mana saja?" Tanya Ummah.
"Maaf, tadi saya mengajak Windi ke basecamp."
"Javier mari duduk dulu." Ujar Bunda Salwa.
Windi pamit masuk ke kamar untuk menaruh tasnya kemudian ia ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengganti pembalut. Setelah itu, Windi berganti baju dan turun ke bawah.
Bunda memanggil Winda, Fadil dan juga istrinya untuk ikut makan malam bersama. Timi pun ikut makan malam bersama mereka.
Bunda menyiapkan beberapa menu untuk menyambut calon besannya. Ada seafood dan juga rendang. Tidak lupa sayuran dan buah tertata rapi di atas meja makan. Winda dan Windi ikut membantu menyiapkan hidangan. Sekilas Javier tidak bisa membedakan keduanya. Namun jika diperhatikan ternyata Windi lebih langsung dan lebih tinggi dibandingkan Winda. Windi duduk berhadapan dengan Javier.
"Ayo mari silahkan, maaf masakan ala rumahan."
"Ini sudah lebih dari cukup, Bu Salwa ." Sahut Ummah.
Mereka menikmati hidangan yang sudah disediakan.
"Ayo nambah lagi, jangan sungkan-sungkan!"
"Terima kasih, Pak Javier. Makanannya luar biasa. "
"Masakan istri saya memang tidak ada duanya, Pak Haji."
"Owalah, saya kira ini pesan dari restoran lho. Jadi Bu Salwa masak sendiri?"
"Iya, Pak Haji. Saya masak sendiri dibantu asisten rumah tangga dan juga menantu saya."
"MasyaAllah, anda ini luar biasa." Sahut Ummah.
"Tapi sebelumnya mohon maaf Bu haji, jika putri kami ini belum pandai memasak. Dia sedang proses belajar. Jadi harap maklum."
"Tidak masalah, Bu. Kanzha saja sampai sekarang belum pandai memasak, hehe... Lagian Javier tidak rewel soal makanan."
"Istri bisa masak itu bonus, yang penting bisa melayani. Iya kan, Pak Tristan?"
"Haha... anda benar sekali, Pak Haji."
"Hem... mulai deh ngaconya. Udah nurun deh sifat Ayah." Batin Bunda Salwa.
Javier merasakan kehangatan di keluarga tersebut. Mereka hampir sama dengan keluarganya.
Saat hampir selesai makan, handphone Javier berdering. Ternyata panggilan video dari Rayyan. Javier ingin menolak namun tidak tega. Saat ini Javier menjadi pusat perhatian karena bunyi handphone nya yang tak kunjung mati.
"Javier, kenapa nggak diangkat? Siapa yang telpon?"
"Itu Rayyan, Bah. "
"Siapa Rayyan?"
"Rayyan cucuku, Pak Haji. "Sahut Abi Tristan.
"Angkat saja sebentar!" Ujar Ummah.
Javier pun menerima panggilannya.
"Assalamu'alaikum, Om."
"Wa'alaikum salam."
"Om lama banget angkat telponnya. Rayyan lagi bete nih, Om."
"Rayyan, Omnya lagi makan. Nanti telpon lagi ya." Sahut Abi Tristan.
"Kok ada suara Opa? Om, lagi di mana? "
"Di rumah Opa Tristan."
"Ah Om lagi pacaran ya? Nggak butuh Rayyan lagi dong buat ngerayu Anti."
"Astagfirullah... nih bocah gacor juga." Batin Javier.
"Astagfirullah... Rayyan, kecil-kecil dah tahu pacaran." Sahut Bunda Salwa.
"Om tutup dulu, ya. Nanti Om telpon lagi. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Windi pun menahan tawa mendengar ocehan Rayyan.Sedangkan Javier menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Abi Tristan paham apa yang dimaksud cucunya. Sementara Fadil tidak dapat menahan tawanya.
Setelah acara makan malam selesai, mereka pun melanjutkan perbincangan soal pernikahan. Abi ingin untuk konsep akad pernikahan mereka diatur oleh Winda. Karena Abi ingin memberikan kesempatan kepada putrinya untuk mengembangkan usahanya. Winda dengan senang hati menerima tantangan dari Abinya. Hitung-hitung untuk mempromosikan usahanya agar lebih banyak dikenal orang. Untuk resepsi pernikahan yang diadakan malah hari di hotel, mereka akan memakai jasa, WO yang sudah memiliki jam terbang tinggi. Seragam dan gaun akan dirancang langsung oleh Fatin. Katering sudah ada bagiannya sendiri. Abi Tristan menggerakkan beberapa orang untuk mengatur semuanya. Sebenarnya Windi tidak ingin pestanya dibesarkan, namun mengingat Javier adalah anak laki-laki satu-satunya di keluarganya, tentu orang tua Javier ingin pesta yang meriah. Karena kerabat mereka yang dari Dubai pun nanti juga akan hadir.
"Jadi untuk akad pagi jam 8 pagi, konsepnya out door. undangannya biar Winda yang mengatur. Kira-kira satu minggu bisa, Win?"
"InsyaAllah bisa, bi."
"Untuk undangan resepsi nanti sudah ada bagiannya. Jadi Pak Haji tidak perlu khawatir. Meskipun persiapannya hanya dua minggu, InsyaAllah akan berjalan dengan lancar."
"Saya percaya dengan anda, Pak Tristan. Saya akan mengundang kurang lebih 500 tamu."
"Baik, Pak Haji. Nanti undangannya akan di antar sebanyak yang anda butuhkan."
"MasyaAllah, anda ini memang bisa diandalkan."
"Kalau mudah untuk apa dipersulit, Pak Haji. Iya kan?"
"Ah iya, anda benar sekali. Saya tidak sabar ingin segera sampai pada waktunya."
"Ternyata anda lebih terburu-buru daripada calon pengantinnya."
Obrolan mereka berlanjut. Sampai tidak terasa jam menunjukkan pukul 22.00.
"Pak Tristan, ini sudah malam. Kami pamit dulu."
"Baik, Pak Haji. Kami berterima kasih karena anda dan keluarga mau menyempatkan untuk makan malam bersama kami."
"Kami juga sangat berterima kasih, keluarga anda sudah mengundang kami untuk makan malam. Kalau begitu kami permisi pulang."
Javier tidak fokus. Ia termenung karena melihat senyum manis Windi yang saat ini sedang menggendong Rani.
"Ummah, lihat putra kita!"
"Oh ya Allah...ayo kita tinggal saja, bah."
"Javier ayo pulang!"
Javier tersadar saat Kanzha menepuk punggungnya.
"Eh iya, Kak."
"Ayo pulang!"
Javier beranjak dari duduknya.
Bunda Salwa dan Abi Tristan hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepala.
Javier pun berpamitan kepada calon mertua dan calon istrinya. Ia dan keluarganya meninggalkan rumah Abi Tristan. Babah dan Ummah masuk ke mobil Javier agar Keenan tidak perlu mengantar mereka. Karena mereka akan pulang ke rumah masing-masing.
Bersambung...
...****************...
Tar nyesel lho kalau ditikung pria lain
Anak sama ibu sudah kasih lampu hijau
Ayo onty mimi bu dosen baru besuk Khaira ke rumah sakit, ajak bunda winda to menemani 😁😁😊