Ruby Alexandra harus bisa menerima kenyataan pahit saat diceraikan oleh Sean Fernandez, karna fitnah.
Pergi dengan membawa sejuta luka dan air mata, menjadikan seorang Ruby wanita tegar sekaligus single Mom hebat untuk putri kecilnya, Celia.
Akankah semua jalan berliku dan derai air mata yang ia rasa dapat tergantikan oleh secercah bahagia? Dan mampukah Ruby memaafkan Sean, saat waktu berhasil menyibak takdir yang selama ini sengaja ditutup rapat?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzana Raisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Garis Dua
Di dalam kamar mandi Ruby berdiri mematung. Tanggan mungilnya yang memegang alat tes kehamilan, gemetar. Kejadian satu bulan lalu masih terngiang begitu jelas diingatan namun lagi-lagi kenyataan seolah menampar kesadaran.
Dirinya hamil? Benarkah? Ruby membekap mulut dengan satu tangan. Menahan suara tangis agar tak keluar. Sementara tangan lainnya mengangkat benda berukuran tipis itu untuk lebih mendekati pandangan. Benar-benar garis dua dan ini bukan hanya alat tes satu-satunya. Ruby bahkan membeli lima alat dengan berbagai merek namun kelimanya pun juga menunjukan hasil yang sama. Garis dua.
Ruby menangis. Melepaskan segala beban yang terpendam di dada sebulan ini. Selepas keluar dari rumah Sean, Ruby berusaha menyembunyikan kesakitan juga kesedihannya. Dia kembali ke sebuah panti asuhan di mana dulu ia dibesarkan. Baginya, panti asuhan adalah tempat teramannya untuk saat ini. Selain bisa mendapatkan kehangatan seorang keluarga dan di tempat ini pulalah dirinya merasa dihargai.
Pintu kamar mandi yang semula tak terkunci, dibuka dari luar. Seorang perempuan paruh baya dengan kepala tertutup jilbab Navy tergopoh. Wajahnya menyiratkan kecemasan saat tangis Ruby terdengar dari luar kamar mandi.
"Ruby, kau kenapa, Nak? Apa yang terjadi?"
Ruby yang terkejut lantas berbalik badan. Menyeka pipinya yang basah dengan satu tangan sementara tangan lainnya berusaha menyembunyikan alat tes kehamilan di belakang punggung.
Ruby hanya menggelengkan kepala.
"Ruby, apa yang kau sembunyikan di balik punggungmu?" Perempuan paruh baya itu bertanya sebab sempat melihat pergerakan tangan Ruby yang seakan menutupi sesuatu darinya.
Lagi, Ruby menggelengkan kepala seraya berucap, "Tidak ada apa-apa, Ibu."
Ibu panti bernama Rahayu itu tak lantas percaya begitu saja akan ucapan Ruby. Ia pun mendekat kemudian memegang kedua bahu gadis yang sudah ia anggap seperti anak sendiri.
"Ruby," panggil Rahayu pada Ruby. "Tatap mata ibu," pinta Rahayu yang spontan dipatuhi oleh gadis tersebut, hingga pandangan keduanya saling berpaut.
"Sejak kapan Rubyku berani berbohong?" Rahayu menatap sepasang mata bening Ruby dengan mata berkaca. Kini Ruby kian merasa bersalah. Gadis itu lekas mendekap tubuh Rahayu dan menagis di bahunya. Tubuh Ruby bergetar seiring tangisnya yang kian mengeras. Rahayu pun tergugu. Seolah bisa merasakan penderitaan yang kini tengah dirasakan putri asuhnya.
Selepas tangis Ruby mereda, Rahayu lekas merebut sebuah benda dalam gengaman tangan sang gadis.
"Ruby, apa maksud semua ini. Kau.. mengandung?" Sebagai seorang wanita, Rahayu pasti bisa mengenali benda pipih yang biasa digunakan tenaga medis untuk mengetahui ada tidaknya janin di dalam tubuh. Tapi yang jadi masalah, kenapa dalam kondisi seperti ini janin itu harus datang.
Ruby pun mengangguk lemah.
Rahayu sudah hendak membalik badan, keluar dari kamar mandi namun Ruby coba mencegah.
"Ibu, Ibu mau ke mana?"
"Ibu akan menghubungi Nak Sean. Mengatakan jika kau sedang mengandung dan memintanya untuk menghentikan proses perceraian."
"Tidak Ibu!"
"Kenapa?" Rahayu terkejut. Bukankah Sean adalah ayah biologis dari janin yang tengah dikandung Ruby, lalu kenapa gadis itu mencegah.
"Aku tau sebesar apa keluarga Mas Sean tidak menginginkan keberadaanku. Aku sadar, diri, ibu. Aku memang tak pantas untuk Mas Sean cintai." Terasa perih, namun begitulah kenyataan. Sebuah fitnah yang diskenario sang ibu mertua, rupanya semakin menyingkao fakta jika selama ini Ibu beserta adik Sean hanya berpura menerimanya.
Sean Fernandez memang mencintainya tapi tidak dengan keluarganya. Berbeda kasta dan hidup sebatang kara menjadi alasan utama keluarga Sean begitu membencinya.
Rahayu tak bisa menyangkal. Ruby yang datang dengan keadaan menyedihkan pada malam itu, rasanya ia pun sudah bisa menangkap adanya ketidak beresan. Ruby yang masih dalam kondisi terburuk, belum siap untuk menceritakan peristiwa yang sebenarnya terjadi. Akan tetapi pada pagi hari Ibu dari Sean sudah datang ke panti asuhan dan bermaksud untuk mengembalikan Ruby ketempatnya semula sebelum dipersunting Sean. Bukan hanya itu, perempuan berpenampilan glamour itu membawa beberapa lembar foto sebagai bukti bahwasannya Ruby sudah berselingkuh dan ditangkap basah oleh Sean, suaminya sebelum akhirnya diusir.
"Baiklah, Nak jika itu sudah menjadi keputusanmu. Ibu tidak bisa melarangmu sebab bagaimana pun kau sendirilah yang akan menjalani. Ibu hanya meminta padamu agar tetap menjaga janin dalam kandunganmu hingga lahir. Merawat dan membesarkannya begitu anak itu lahir hingga ia tak kekuraga kasih sayang sedikit pun meski dibesarkan tanpa sosok Ayah."
Ruby mengangguk seraya mengusap pipinya yang basah. Setegar apa pun dirinya, namun jika sudah menyebut tentang janin dalam kandungan, membuat pertahanannya runtuh seketika. Janin yang menjadi hasil buah cintanya bersama Sean.
💗💗💗💗💗
Selama proses persidangan berlangsung, Ruby tak sekalipun menampakkan diri. Ia pun juga tak menunjuk seorang kuasa hukum untuk mendampingi. Ruby pasrah dan mengikuti alur yang ada. Terlebih Ibu Sean secara diam-diam sudah mengancamnya untuk tidak perlu datang untuk mempercepat proses persidangan.
Ruby memilih duduk menyendiri, sejenak menjauh dari kerumunan anak panti yang setiap hari berusaha menghiburnya.
Tubuh Ruby pun kian kurus meski mengandung. Disebuah kursi kayu Ruby terduduk seraya mengusap bagian perutnya yang masih rata.
Helaan nafas terdengar. Tatapan gadis itu tertuju pada pot yang ditanami bermacam bunga. Ia sendirilah yang sempat menanamnya sekitar dua tahun lalu sebelum menikah dengan Sean.
"Tak menyangka jika aku akan kembali ke sebuah rumah yang menjadi tempat tinggalku sejak dulu," gumam Ruby seraya mengenang masa tumbuh kembangnya dulu dilingkungan panti.
Bahkan saat pertemuannya dengan Sean untuk pertama kali, Ruby pun masih jelas mengingatnya.
"Hai, aku Sean. Kata Ibu Rahayu, namamu Ruby, benar begitu?"
Ruby terkesiap. Saat sedang mengisi tanah kedalam pot, seorang pria justru datang mengejutkannya. Terlebih mengucapkan tanya yang tak pernah ia sangka.
"Hei, benarkah nama Ruby?" Pria bernama Sean itu mengoyangkan tangan ke hadapan gadis yang sepertinya justru melamun ketika ditanya.
"I-iya Tu-tuan. Benar, saya Ruby." Ruby sampai terbata. Ia terlihat malu saat berapa teman sebayanya memperhatikan.
"Em perkenalkan, aku Sean," ucap Sean seraya mengulurkan tangan.
Ruby lagi terkesiap menatap pada tangan yang terulur ke hadapan. Gadis itu menatap tangannya yang dipenuhi tanah. Gadis itu menangkupkan kedua tangan sebagai salam perkenalan.
Sean terlihat kecewa saat Ruby tak menyambut uluran tangannya. Akan tetapi pria itu juga merasa senang, mengingat ini pertama kalinya mereka bertemu. Mungkin dirinya terkesan lancang sebab sudah berniat untuk menyentuh tangan gadis yang baru saja mengenalnya.
"Oh, maaf. Aku sudah lancang. Aku tidak bermaksud untuk.."
"Tidak apa Tuan, saya faham, tapi apakah Tuan membutuhkan sesuatu hingga memanggil saya?" Ruby tak mengenal Sean. Ia hanya tau jika Sean adalah putra dari keluarga kaya yang menjadi donatur tetap di panti asuhan yang menjadi tempat tinggalnya.
Sean tersenyum tipis seraya menggelengkan kepala.
"Em, tidak. Aku tidak membutuhkan sesuatu. Aku memanggilmu karna ingin berkenalan denganmu."
Ruby tertegun. Ia berfikir sejenak, kiranya untuk apa Pria seperti Sean sudi berkenalan dengan gadis sepertinya yang bahkan kerap dianggap anak haram oleh tetangga sekitar.
Ruby menghela nafas dalam. Bulir bening kembali meluncur di sudut mata saat momen pertemuan pertama kali mereka kembali terngingang diingatan.
Gadis manis yang semula tak berani menanggapi ucapan Sean, justru mendapati sebuah kenyataan yang bahkan tak pernah ia bayangkan.
Melalui Rahayu, pengurus panti asuhan. Sean mengutarakan keinginannya untuk meminang Ruby sebagai istrinya. Rahayu tentu terkejut apalagi dengan Ruby. Akan tetapi, begitulah adanya. Jodoh memang tadir dari sang pencipta. Sebuah Rahasia yang tak mampu dicegah atau pun memilih.
Dari semua peristiwa yang membuat banyak pihak terkejut, rupanya keluarga inti dari Sean Fernandez tak tau menau akan keinginan putra itu untuk meminang Ruby.
Bukan hanya berbeda kasta, status Ruby yang hanya anak panti dan tanpa tau jati diri kedua orang tuanya sempat membuat Ibu Sean meradang. Bagaimana pun Sean adalah putra tunggalnya sekaligus penganti sang Ayah dalam mengurus bisnis peninggalan keluarga.
Berdebatan sengit terjadi. Kedua pihak bersikukuh dengan keinginan masing-masing. Ibu Sean tetap tak merestui, sementara Sean tetap akan melangsungkan pernikahan meski tanpa restu dari keluarga.
Butuh waktu enam bulan hingga Ibu Sean memberikan restu dan mengikhlaskan putranya untuk menikahi gadis yang tak jelas asal usulnya dengan syarat tak ada pesta mewah atau pun resepsi. Sean menyanggupi, toh itu bukanlah masalah yang terpenting pernikahan mereka sah.
Andai waktu bisa diputar, Mas. Tentu aku lebih memilih untuk tidak mengenalmu. Berlari atau menjauh ke mana pun saat kau ingin berkenalan saat itu.
Tbc.
ama rio dan selena
lha kalau kayak emak seperti diriku iki dengan body yg lebih berisi dak semok yoo harus di permak bb nya juga😁😁😛😛
perlu rasa percaya kepada pasangan sean