Setelah kejadian kecelakaan kerja di laboratorium miliknya saat sedang meneliti sebuah obat untuk wabah penyakit yang sedang menyerang hampir setengah penduduk bumi, Alena terbangun di suatu tempat yang asing. Segala sesuatunya terlihat kuno menurut dirinya, apalagi peralatan di rumah sakit pernah dia lihat sebelumnya di sebuah museum.
Memiliki nama yang sama, tetapi nasib yang jauh berbeda. Segala ingatan tentang pemilik tubuh masuk begitu saja. Namun jiwa Alena yang lain tidak akan membiarkan dirinya tertindas begitu saja. Ini saatnya menjadi kuat dan membalaskan perlakuan buruk mereka terutama membuat sang suami bertekuk lutut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Dew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau ingin pulang?
Kepalanya semakin terasa sakit mendapati salah satu cabang perusahaannya di luar negeri harus direlakan diakuisisi oleh pihak lokal akibat inflasi yang berkepanjangan dan minimnya supply modal dari perusahaan pusat membual cabang tersebut tak bisa bertahan lagi. Selain itu Althaf juga harus menanggung uang pesangon bagi 1000 karyawan yang sebelumnya terkena gelombang PHK.
Sebenarnya Gilbert tak ingin memberitahukan kabar Ini kepada Althaf, apalagi kondisi Althaf masih sakit. Namun suatu keputusan harus Althaf ambil agar tidak mempengaruhi kestabilan perusahaan pusat.
"Untuk anak cabang yang di Kanada bagaimana? Apa masih bisa kita pertahankan?" tanya Althaf sambil memijat ruang di antara alisnya.
Dia merindukan wedang jahe buatan Alena yang selalu dia konsumsi saat kondisi tubuhnya sedang drop.
“Untuk perusahaan yang di Kanada sudah lewat dari masa krisis Tuan. Ada salah satu investor yang kembali menambahkan modal sehingga produksi bisa terus berjalan," jawab Gilbert.
Althaf menghembuskan nafasnya lega, niat untuk melebarkan kancah bisnisnya tak semudah yang dia bayangkan. Terlalu lama berpikir membuat tubuh Althaf merasa lemas, diapun menyandarkan punggungnya pada kursi kerjanya. Gilbert membereskan beberapa dokumen yang dia bawa dari kantor untuk ditandatangani oleh Althaf.
Namun mereka dikejutkan dengan kedatangan salah satu anak buah yang tergesa-gesa.
"Boss, gawat Nyonya Alena diculik !!" seru anak buah tersebut sambil mengatur nafasnya yang terengah -engah.
Baru saja hendak memejamkan mata sejenak Althaf kembali dikejutkan oleh berita yang mengguncang jiwanya.
“Apa maksudmu hah!" Bukan Althaf, justru Gilbert yang panik dan meremas baju anak buah Althaf.
“Nyonya Alena tidak ada di ruang rawat dan dua orang bodyguard yang berjaga tidak sadarkan diri karena dibius," terangnya.
“Dasar bodoh, kenapa tidak langsung kamu laporkan hah. Malah buang -buang waktu datang kesini," geram Gilbert.
"Saya sudah berusaha menghubungi telepon. Tuan Gilbert dan Boss Althaf, tapi tidak ada yang aktif." Gilbert merogoh saku jas dan celananya, namun tak menemukan keberadaan ponselnya.
“Shit!!”
Gilbert teringat jika ponsel miliknya ditinggal di kantor karena kehabisan daya. Sedangkan Althaf saat berada dirumah, dia jarang mengaktifkan ponselnya kecuali milik pribadi.
Anak buah tersebut langsung memberikan sebuah USB yang berisi rekaman CCTV. Althaf langsung membuka dan melihatnya dari laptop miliknya. Tangannya terkepal kuat saat melihat bagaimana Alena bisa keluar dari ruang perawatan. Yang membuat Althaf semakin terluka Alena sama sekali tidak menunjukkan perlawanan saat di bawa. Yang menandakan jelas Alena memang dengan penuh kesadaran ingin pergi dan ikut dengan orang yang membawanya.
"Tangkap Zaldo hidup atau mati. Bawa kepalanya ke hadapan saya. Pastikan Nyonya Alena tidak terluka sedikitpun !!" Althaf memberikan perintah tegas.
Lagi-lagi ada saja yang mencuri dengar apa yang terjadi di ruang kerja Althaf, apalagi pintunya tak tertutup. Tentu semua percakapan terdengar dengan jelas semuanya. Setelah mendapatkan informasi yang cukup, dia berhati-hati menjauhi pintu ruang kerja Althaf agar tidak ketahuan menguping.
...⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐...
Tatapannya kosong melihat pemandangan alam pedesaan di luar sana. Entah salah atau benar akan keputusannya ikut pergi bersama Zaldo untuk pergi dari kehidupan Althaf. Namun Alena yang masih bingung akan kehidupan sebelumnya jelas. Merasa ketakutan saat bayang- bayang sikap Althaf yang kasar melintas di benaknya.
Zaldo masuk ke dalam kamar untuk mengantarkan obat untuk Alena. Zaldo membawa Alena ke pinggiran kota Bogor untuk sementara waktu, menghilang dari kejaran Althaf. Zaldo sudah memprediksi Althaf akan segera mengejarnya begitu mengetahui Alena tidak ada di tempatnya. Dengan bantuan temannya di Inggris, CCTV di sepanjang jalan berhasil diretas dan membuat Althaf kehilangan jejaknya
“Alena sudah waktunya kamu minum obat," kata Zaldo sambil menghampiri Alena.
Zaldo memutar dan memindahkan kursi roda Alena ke tepi ranjang agar memudahkannya untuk meminum obat. Alena sama sekali tidak mau dibantu sebab dia merasa yang lumpuh hanyalah kakinya bukan tangannya.
Alena sebenarnya menginginkan sesuatu, namun sungkan untuk memintanya kepada Zaldo. Tapi dia juga tidak bisa terus berdiam diri, menunggu datangnya pencerahan dan hidayah dari Tuhan
"Kak, bolehkan aku meminjam laptop beserta akses internetnya. Ada hal yang harus aku cari tahu," pinta Alena dengan sedikit keraguan.
“Boleh kok cantik, sebentar."
Zaldo tak banyak bertanya sebab Zaldo telah mengetahui apa yang ingin dilakukan oleh Alena. Semalam Alena menanyakan siapa nama lengkap suaminya dan di mana tempat Alena dulu berkuliah.
Lima menit berselang Zaldo, kembali dengan membawa laptop yang diminta Alena. Awalnya alena agak kebingungan cara mengoperasikan dan menggunakan laptop karena di jamannya semua perangkat elektronik menggunakan layar sentuh. Namun bukan Alena si Jenius jika tidak langsung menguasainya, dalam waktu dua menit saja Alena sudah jago.
Dia langsung mencari informasi tentang siapa Althaf dan juga keluarganya. Tidak salah Alena mentari informasinya di internet, hampir semua data ada terpampang termasuk tentang rumah tangga Althaf.
Rupanya Zaldo pun baru mengetahui jika Althaf hanya menikah secara resmi dengan Alena sedangkan dua orang istri lainnya hanya menikah siri. Zaldo pun ikut membaca informasi yang didapatkan oleh Alena, mereka begitu serius berselancar mencari tahu segala hal mengenai Althaf.
Tak sengaja Alena melihat sebuah warta berita tentang kebangkrutan salah satu cabang perusahaannya yang ada di luar negeri.
Karena penasaran, Alena membaca berita tersebut secara seksama. Sejenak Alena merasa bersalah meninggalkan Althaf di saat suaminya sedang mengalami kesulitan. Hatinya menjadi bimbang untuk ikut pergi bersama Zaldo ke Italia.
“Kau ingin pulang?” tanya Zaldo menelisik. Dia tahu Alena tengah merasa gelisah.
Alena menggelengkan kepalanya pelan, “Aku ga tahu,” ucap Alena lirih.
“Ikuti kata hatimu Al. Kamu pasti akan tahu jawabannya.” Sungguh Zaldo ingin Alena pergi bersamanya untuk menebus waktu tiga tahun yang berlalu begitu saja.
“Tak perlu mengkhawatirkan Althaf, dia bukan pria lemah. Kehilangan salah satu anak perusahaan hanya seujung kuku baginya. Lagipula dua orang gundiknya bukan keluarga sembarangan,” jelas Zaldo lebih lanjut.
“Buatku itu tak masalah andai suamiku jatuh miskin sekalipun,” sahut Alena tanpa ekspresi.
“Tapi aku tidak akan membiarkan kamu kembali kesulitan!!” tegas Zaldo dengan sorot mata yang tajam.
Dia meninggalkan Alena begitu saja, meski bukan membela Althaf secara langsung namun Zaldo tahu Alena masih peduli dengan suaminya itu. Padahal kondisi Alena yang masih amnesia seharusnya tidak memperdulikan pria itu. Sebelum menutup pintu kamar, Zaldo melihat ke arah Alena yang masih berkutat dengan laptopnya. Namun tak terduga seseorang menabrak Zaldo.
“Do, gawat. Kita harus segera pergi dari tempat ini. Sepertinya ada yang memata-matai rumah ini. Posisi kita sudah ketahuan!!”