Sebuah keputusan besar terpaksa harus Jena ambil demi menghidupi keluarganya. Menikah dengan Bos diperusahaannya untuk mendapatkan keturunan agar dapat meneruskan perusahaan adalah hal yang gila. Namun apa jadinya jika pernikahan itu terjadi diatas kontrak? temukan jawabannya disini 👇🏻.. Selamat membaca 🤗🥰🥰
.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nazefa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 Aku Akan Menjagamu
Setelah mereka sampai di apartemen mewah itu, Savero menaruh mobilnya di area basemen apartemen. Savero turun lebih dulu dari dalam mobil dan berjalan melewati depan mobilnya lalu membukakan pintu untuk Jena.
Tapi saat Jena akan bersiap untuk keluar, Savero malah hendak mengangkat tubuh gadis itu dari tempat duduknya.
"Tuan, apa yang Tuan lakukan." ucap Jena kaget.
"Jangan banyak bergerak." titah Vero.
"Tapi Tuan saya bis..."
Cup!
"Itu supaya kamu tidak bawel lagi." ucap Savero yang seketika membuat pipi Jena memerah.
Pria tampan itu membawa Jena keluar dari mobilnya dan menutup pintu mobil tersebut dengan satu kakinya. Savero berjalan dengan menggendong Jena lalu masuk kedalam lift.
"Tuan, turunkan saya. Saya benar-benar sudah tidak apa-apa?" ujar Jena karena merasa tidak enak.
"Sudah saya bilang, kamu jangan banyak bicara. Lagi pula jika orang lain saja boleh menggendongmu, kenapa saya tidak?" ucap Vero ketus.
"Jadi maksudnya Tuan cemburu?" tanya Jena penuh selidik.
"Saya tidak bicara seperti itu." elak Vero.
"Iya, tapi ucapan Tuan barusan seperti orang yang sedang cemburu." ujar Jena yang kini membuat Vero merasa terpojokkan.
"Diamlah! Jika kamu masih bicara maka akan aku cium lagi nanti." ancam Vero mencoba menutupi perasaannya.
"Iya..." jawab Jena dengan mengulum senyum.
Pintu lift terbuka, Savero keluar dari dalam lift dan masuk ke dalam apartemen mewahnya. Savero langsung membawa Jena ke kamarnya dan membaringkan tubuh gadis itu secara perlahan.
Dengan telaten Savero melepaskan sepatu heels yang Jena kenakan dan menaruhnya dilantai. Savero mendekatkan wajahnya dan mengusap kepala Jena dengan lembut.
"Kamu tunggu dulu disini ya?" ucap Vero lembut.
"Tuan mau kemana?" tanya Jena.
"Aku akan siapkan vitamin yang dokter berikan tadi." jawab Vero.
"baiklah."
Savero membuka jasnya dan menaruhnya secara sembarang ke kursi sofa yang berada di kamar itu, lalu membuka dasi yang dia kenakan. Segera Savero berjalan ke dapur untuk dan mengambil air putih untuk Jena.
Tidak lama kini Savero kembali ke kamarnya dengan segelas air putih ditangannya dan menaruhnya di atas nakas. Setelahnya pria itu mengambil obat dari saku celananya dan duduk ditepi ranjang samping Jena.
"Ayo minum obatnya dulu." ucap Savero dengan membantu Jena duduk."
Savero memberikan obat sekaligus air putih untuk Jena. Setelah Jena selesai meminumnya Savero kembali membantu Jena membaringkan tubuhnya lagi.
"Kamu istirahat dulu ya? Jika butuh apa-apa segera panggil saya." ucap Savero.
"Ya Tuan, terimakasih."
Savero berdiri dari ranjang dan menarik selimut untuk menutupi tubuh Jena. Tidak lupa Savero memberikan kecupan di kening Jena sebagai pengantar istirahatnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah cukup beristirahat, kini Jena sudah terbangun dari tidurnya. Perlahan Jena mengangkat tubuhnya dengan posisi duduk diranjang.
Dari kamar tersebut Jena dapat mendengar jika Vero sedang mengobrol dengan seseorang di telfon saat ini.
"Ya Oma.."
"aku baik-baik saja, Oma tidak perlu khawatir.. aku bukan anak kecil lagi."
"Sudah lah Oma, jangan bahas tentang pernikahan lagi. Aku belum ingin menikah."
"Iya, Oma pasti akan memiliki cucu nanti. Tapi jangan paksa aku terus untuk menikah."
"Hah! Perjodohan? Tidak! aku tidak mau. Pokoknya aku tidak mau dijodohkan dengan siapapun!"
Tut!!
Savero mematikan sambungan telfon itu secara sepihak. Dia merasa sangat kesal karena Oma Rebecca mulai ingin mencoba menjodohkan cucunya dengan beberapa wanita yang dia pilihkan.
Savero pasti akan benar-benar menikah suatu saat nanti, tapi dengan wanita pilihannya sendiri. Bukan atas dasar paksaan dari siapapun apalagi dengan cara perjodohan. Tapi yang terpenting untuk Savero saat ini adalah menjaga Jena dan calon anaknya yang nantinya akan menjadi penerus keluarga Lionel. itulah yang ada dibenak Vero sekarang.
Dari percakapan yang Jena dengar barusan, Jena sangat tau bahwa yang sedang berbicara dengan Savero tidak lain adalah Oma Rebecca. Dan mendengar ucapan Savero pada Oma Rebecca barusan membuat hati Jena terasa sedikit sakit, karena Jena merasa dirinya bukanlah orang yang tepat untuk Savero. Tapi entah mengapa akhir-akhir ini Jena menjadi orang yang begitu egois hingga dia ingin menjadikan dirinya satu-satunya milik Savero, walaupun itu hanya sesaat.
Lalu bagaimana jika nantinya Oma Rebecca akan tau tentang pernikahan kontrak mereka? Jena jelas-jelas bukanlah wanita yang sepadan untuk keluarga Lionel. Jena juga tidak mau berharap lebih, yang dia inginkan saat ini hanyalah menikmati waktu bersama Savero dan calon anaknya yang kini sudah berada didalam rahim Jena saat ini.
Jena dan Savero sama-sama tersentak kaget menatap sejak satu sama lain.
"Kamu sudah bangun?" tanya Savero dengan mencoba tetap tenang.
"Iya Tuan, baru saja." jawab Jena datar.
Savero membuang nafas lega karena mungkin Jena tidak mendengar pembicaraannya dengan Oma Rebecca barusan. Bukan apa-apa, tapi Savero tidak mau membuat gadis itu tersinggung dan sekaligus bisa mempengaruhi janin yang kini berada diperutnya.
Savero menghampiri Jena dan duduk ditepi ranjang.
"Bagaimana keadaanmu sekarang? apa sudah lebih baik?" tanya Savero dengan penuh perhatian.
"Iya Tuan, saya sekarang merasa jauh lebih baik." jawab Jena dengan tersenyum tipis.
"Syukurlah kalau begitu." ucap Vero lega.
"Apa kamu ingin sesuatu? biar saya ambilkan. Atau kamu ingin makan sesuatu malam ini? Nanti akan saya carikan." sambungnya lagi.
"Tidak perlu Tuan, saya akan makan makanan yang sudah disiapkan oleh pelayan saja." ucap Jena.
"Baiklah kalau begitu." ucap Vero.
"Tuan, sebaiknya sekarang saya mandi dulu." ucap Jena.
"Kalau begitu mandilah, setelah itu kita makan malam bersama." titah Vero.
"Baik."
Savero keluar dari kamar tersebut dan memberikan waktu untuk Jena mandi.
Setelah selesai mandi kini mereka berdua sudah berada dimeja makan dan sedang makan malam bersama.
"Mulai sekarang kamu harus menjaga tubuh mu dan juga janin yang ada diperut mu saat ini." ucap Vero menasehati.
"Iya..." jawab Jena dengan memutar bola matanya.
"Dan juga jangan dekat-dekat dengan lelaki manapun. Jaga sikap mu saat berada di kantor." ucap Vero.
"Memangnya kenapa? mereka hanya berniat menolongku." jawab Jena tidak suka.
"Tetap saja, aku tidak suka melihatnya." elak Vero.
"Jika Tuan tidak suka, kenapa tidak Tuan saja yang menolongku tadi dikantor?" tanya Jena geram.
"Je, kamu tau posisiku disana?" jelas Vero.
"iya, tapi Tuan juga harus mengerti keadaanku!" jawab Jena kesal.
"Aku tau, tapi..."
"Sudahlah! Aku sudah kenyang!" ucap Jena dengan meletakkan sendok dan garpu yang dia pegang dengan kasar keatas piring dan berdiri pergi meninggalkan meja makan tersebut.
"Jee...!" teriak Savero mencoba memanggil gadis itu. Namun istri kontraknya itu kini benar-benar marah padanya.
"Ya ampuun!! aku salah lagi!" batin Vero.
Savero segera menyusul Jena ke kamarnya.dan berjalan dengan langkah yang lebar. Kini gadis itu sedang duduk tepi ranjang. Saat Savero masuk ke kamarnya Jena langsung memalingkan wajahnya dan melipat kedua tangannya didepan dada.
Perlahan Savero mendekati istrinya yang kini tengah marah dan duduk berlutut di depan gadis itu mencoba membujuk sang istri.
"Je.." panggil Savero dengan lembut sambil mencoba menyentuh tangan istrinya, namun Jena malah menghindar dengan menarik tangannya sendiri.
"Je, aku tau jika ucapanku sudah membuatmu tersinggung. Tapi percayalah, aku hanya tidak ingin jika orang lain lebih memperhatikanmu dan anakku di bandingkan aku." ungkap Savero kali ini dengan sungguh-sungguh.
Seumur hidupnya, Savero tidak pernah bersikap seperti ini pada seorang perempuan tapi entah mengapa gadis ini mampu membuat hatinya luluh. Meskipun begitu tapi Savero masih tidak yakin dengan perasaannya sendiri.
"Tuan egois!" ucap Jena kesal.
"Tuan tidak bisa menolongku, tapi Tuan juga tidak mengijinkan yang lain untuk menyentuhku! Lalu aku harus bagaimana? Apa Tuan sengaja membuatku tersiksa! iya?" sambungnya lagi.
"Bukan.. bukan begitu, aku hanya merasa jika aku lebih berhak atas kamu dan anak ini." ujar Vero.
"Tapi nyatanya Tuan tidak bisa berbuat apa-apa kan?" keluh Jena.
Savero kini bangkit dan mengambil posisi duduk didepan Jena. Tapi Jena yang masih merasa kesal malah memunggungi Savero.
"Je, jangan begitu." ucap Savero dengan memegang pundak Jena Pelan.
"Sungguh bukan itu maksudku. Aku janji mulai saat ini aku yang akan selalu ada untukmu di manapun dan kapanpun." ucap Savero.
"Walaupun itu dikantor?" tanya Jena memastikan.
"Iya... tapi kamu harus janji, jika kamu mulai merasa tidak enak badan, maka kamu harus pergi keruangan ku segera. Biar aku yang menjagamu disana."Ujar Vero.
Jena memalingkan wajahnya menatap Savero, gadis itu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum manis. Savero merentangkan tangannya tanda meminta peluk yang langsung di sambut oleh pelukan hangat dari istri kontraknya.
"Sudah jangan marah lagi ya.." ucap Savero dengan mengusap rambut indah. Jena dengan begitu lembut.
"Iya...."
Entah mengapa kini Jena selalu merasa aman dan nyaman saat berada begitu dekat dengan Savero. Tubuh yang selalu memberikan kehangatan untuknya kini membuat mereka sama-sama merasa terjebak didalamnya.