"Kita sudah ditakdirkan untuk bertemu. Kamu adalah milikku. Kita akan bersatu selamanya. Maukah kamu menjadi ratu dan permaisuri ku, Lia?" ucap Mahesa.
Dia di lamar oleh Mahesa. Pemuda tampan itu dari bangsa jin. Seorang pangeran dari negeri tak terlihat.
Bagimana ini...?
Apa yang harus Lia lakukan...?
Apakah dia mesti menerima lamaran Mahesa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minaaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 34. Serangan Ghaib Sang Juru Kunci
"Mbak, tolong saya Mbah..! Tolong anak saya, Mbah..!", ucap pak Karso dengan napas yang terengah-engah. Rasa ketakutan akan makhluk gaib yang menguasai hutan itu terkalahkan oleh rasa takutnya akan kehilangan anaknya yang kini sedang terbaring tak berdaya di rumah sakit.
"Masuklah,...kita ngobrol di dalam", ucap Sang juru kunci.
Dengan perasaan takut, dan juga cemas, Pak Karso mengikuti sang juru kunci masuk ke dalam gubuk tua itu.
Pak Karso menatap nanar wajah sang juru kunci yang terlihat sangat menyeramkan. Lelaki bertubuh kurus, dengan wajah di tutupi brewok dan mengenakan pakaian serba hitam itu kini juga sedang menatap nya dengan pandangan yang sulit untuk di artikan.
"Mbah,.... tolong lah anak saya", ujar pak Karso dengan air mata yang sudah berlinang di pipi nya.
Pria itu, tersenyum sambil menatap Pak Karso.
"Karso ,.... aku tak bisa menjanjikan apa - apa untuk menolong mu. Tapi aku akan berusaha", ucap nya.
Setelah berkata seperti itu, kemudian sang juru kunci duduk bersila di depan meja di penuhi bermacam macam rupa sesaji. Mata nya tertutup rapat. Mulutnya bergerak komat - kamit membaca mantra yang tak bisa dipahami oleh Pak Karso.
Tangan nya mulai bergerak membakar dupa. Tak berapa lama kemudian matanya terbuka dan menatap Karso.
"Semua yang terjadi adalah akibat kamu gagal memberikan apa yang aku berikan kemarin", ucap juru kunci itu.
"Hah,...apa? Tapi aku sudah memberikan nya, Mbah ", ucap pak Karso dengan mata melotot tak mau salah.
"Memangnya kamu sudah memastikan bahwa gadis itu sudah memakannya, hah?!", pekik sang juru kunci murka.
Pak Karso terdiam. Ia kini menyadari jika saat itu dia belum memastikan soal itu.
Pak Karso terdiam, menyesal. Saat itu yang dia ingat adalah keselamatan Rendi putra semata wayangnya yang mengalami kecelakaan.
"Lalu apa yang harus aku lakukan, Mbah?", tanya pak Karso dengan sorot mata penuh permohonan.
"Dasar manusia! Mau enaknya saja. Kamu sudah lalai ketika di beri tugas! Kamu tak bertanggung jawab", bentak sang juru kunci.
Karso terdiam tak berani membantah meskipun dia tak terima di salahkan oleh pria separuh baya yang kini masih berada di hadapannya itu. tapi dia tak berani bersuara.
"Sekarang, bawa ini ke air terjun di tempat biasa! Malam ini kamu harus melakukan nya, Karso. Gadis itu, adalah target mu. Dia yang harus menjadi tumbal mu malam ini ", ujar sang juru kunci. Lelaki itu menyerahkan sebuah jarik kuning dan sebuah tampah yang berisi bunga tujuh rupa dan sebuah keris kecil.
"Baik, mbah....", ujar Karso sambil menerima jarik dan tampah tersebut dengan hikmat.
Karso keluar dari gubuk tua itu, berjalan menuju air terjun yang tak jauh dari tempat itu.
Jalan menuju ke air terjun itu penuh batu - batu yang sangat tajam. Entah seperti apa, meskipun Karso sudah memakai sepatu, tetap saja baru - batu itu dapat melukai kaki lelaki itu.
Dengan kaki yang luka dan berdarah - darah, Karso terus melangkah melewati jalan setapak itu sehingga sampai lah dia di air terjun.
Dengan menahan perih di kakinya, Karso mulai memasuki sendang yang terdapat di air terjun.
Karso mengeluarkan kain jarik kuning yang di bawa nya tadi, membuka seluruh pakaian yang dia kenakan dan menutup tubuh bagian bawah nya dengan kain jarik kuning yang di bawa nya tadi. Tak lupa pula dia menaburkan bunga tujuh rupa di sekitar air terjun.
Karso mulai merendam tubuhnya di bawah kucuran air yang jatuh dari atas. Semua yang dia lakukan merupakan bagian dari ritual mandi ghaib.
Suhu dingin di hutan itu sudah sangat dingin. Dan sekarang Karso harus berendam di air terjun pada malam ini juga.
Rasa dingin mulai menelusup masuk ke dalam pori-pori kulit Karso. Dinginnya air terjun itu menusuk hingga ke tulang..
Seperti tak peduli, lelaki paruh baya itu terus berendam sambil merapal mantra - mantra yang sudah di ajarkan oleh sang juru kunci.
Tak beberapa lama kemudian, perapalan mantra itu pun selesai. Karso keluar dari air dan kembali memakai pakaian nya.
Setelah itu, Karso berjalan menuju ke sebuah gua yang letaknya tepat berada di balik air terjun.
Karso melakukan semedi untuk beberapa saat di gua itu.
Sementara itu, di tempat yang berbeda, sang juru kunci juga sedang melakukan pekerjaannya.
Dia sedang melancarkan serangan pada target yang sudah di tunjuk menjadi tumbal Karso.
Nama lengkap Iteung dan tanggal lahir gadis itu sudah tertulis di atas kertas.
Sang juru kunci mulai merapalkan mantra dan membakar dupa.
Di tempat lain, Mahesa juga sudah bersiap menghadapi serangan ghaib dari Sang juru kunci yang di kirimkan secara membabi buta.
Mahesa berusaha melindungi Iteung yang merupakan sahabat dari istri nya. Apalagi Mahesa mengetahui benar jika istri nya sangat menyayangi Iteung. Lia tak ingin Iteung menjadi tumbal pesugihan pak Karso.
Kesaktian pangeran jin itu kini benar-benar di uji. Bukan hanya harus melindungi istrinya dari gangguan para makhluk halus yang ingin mencelakai Lia, tapi dia juga harus melindungi Iteung yang menjadi sasaran tumbal dari sang juru kunci.
Serangan ghaib yang dilancarkan oleh sang kuncen ternyata mempengaruhi Iteung yang sedang tertidur pulas di sebelah Lia.
Lia yang memang tak benar benar tertidur membangunkan Iteung yang berteriak - teriak dengan mata terpejam. Lia merasa ada yang aneh dengan temannya itu. Apa Iteung sedang bermimpi buruk..?
Setelah membangunkan Iteung, akhirnya gadis itu bangun juga dengan tubuh penuh keringat yang membanjiri tubuhnya.
Iteung lekas bangun dari tidurnya dan menatap Lia dengan nanar. Melihat itu, Lia menyodorkan sebotol air mineral kepada Iteung.
"Minumlah,... barangkali kamu haus", ujar Lia.
Iteung menerima botol air mineral itu dan meneguk isinya sampai tandas.
"Istighfar, Teung. Apa kamu barusan mimpi buruk lagi, Teung?" tanya Lia cemas.
Iteung menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Teung. Aku bukan nya mengalami mimpi buruk tapi tapi entah kenapa, badanku seperti terbakar. Dan rasanya sakit dan panas membakar. Aku nggak kuat ", ujar Iteung.
*Mungkin kamu masuk angin atau barangkali kamu lapar?",
Iteung kembali menggeleng. "Aku tidak lapar. Hanya saja aku merasa seperti mual dan lemas. Seperti takut dan khawatir."
"Kamu takut apa, Teung?", tanya Lia
"Aku tak tahu, Lia. Tapi aku merasa sangat takut dan cemas".
Iteung terdiam mencoba merasakan apa yang ada di sekelilingnya. Rasanya panas dan juga terasa sesak. Itu juga yang Lia rasakan. Sedang resah dengan perasaan aneh itu, kedua tiba-tiba merasa mengantuk. Tanpa sadar, kedua gadis itu akhirnya tertidur pulas.
Semua itu karena ulah Mahesa yang sangat takut kehilangan wanita yang sangat dicintai.
Dia terpaksa menidurkan Lia dan Iteung agar tidak mengganggu fokus nya.
Setelah menidurkan Lia dan Iteung, kini Mahesa kembali fokus menghadapi serangan Sang juru kunci.