Terpaksa Menjadi Ibu Sambung

Seminggu semenjak Luna memutuskan untuk menjalankan wasiat Selina, semua orang rumah tampak sibuk mempersiapkan pernikahannya bersama Khafi. Brian dan Ica bahkan terlihat sangat antusias, Mereka menerima Luna dengan sangat baik. Luna masih tak percaya, bahwasannya sebentar lagi Ia akan menikah namun dengan pria yang tak dicintainya. Luna tak tahu, akan seperti apa Ia menjalani rumah tangganya nanti. Luna tak tahu bagaimana harus bersikap pada Khafi ketika pria dingin itu kelak menjadi suaminya, Luna sadar akan satu hal yang pasti, Ia akan di bayang-bayangi mendiang Selina saat telah menjadi istri Khafi.

"Kak. Kok bengong terus, kenapa?" Tanya Nuka yang menyadari perbedaan sikap dari sang kakak.

"Ah, ngga kok. Kakak cuma agak capek aja," dalih Luna.

Nuka menghela nafasnya, Ia paham dengan perasaan sang kakak.

"Kak. Kakak terpaksa ya nikah sama Kak Khafi?" Tebak Nuka.

Luna menyangkal, Ia tampak memasang senyum di wajahnya.

"Bukan terpaksa, Nuka. Mungkin Kakak emang masih syok aja," dalih Luna lagi.

"Nuka paham, Nuka selalu mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaan Kakak. Lagipula, Brian dan Ica kan sayang banget sama Kakak. Dan menurut Nuka, Kak Khafi juga sebenarnya orang baik. Dia pasti bisa menerima Kakak dan tentunya memperlakukan Kakak dengan baik juga," ujar Nuka yang tengah memberi semangat pada kakaknya.

"Iya. Makasih ya doanya, ya udah Kamu temenin Brian main sana!" Pinta Luna.

Nuka mengangguk, Ia pun pergi menemui Brian dan Ica yang tengah menunggunya di halaman belakang.

Luna menghela nafasnya, Ia masih meratapi nasib dirinya.

Bu Nuri dan Bu Windi tengah pergi ke butik, sedangkan Pak Seno tampak tengah berdiskusi dengan pegawai KUA yang tengah mengunjungi kediamannya.

"Kayaknya Pak Seno lagi nentuin tanggal," gumam Luna.

Ia mengusap kasar wajahnya, Luna serasa pasrah menerima takdirnya.

Sementara itu di tengah kesibukan persiapan penikahan keduanya, Khafi tak ikut melibatkan dirinya. Khafi memilih untuk menyibukan dirinya, dan tak lupa Ia masih selalu mengunjungi makan istrinya.

"Sayang, apa kabar?" Tanya Khafi dengan suara beratnya.

"Kamu pasti tahu apa yang terjadi sekarang, kan? Ya, Aku dan Luna akan menikah, sesuai dengan kemauan Kamu." Khafi menghela nafasnya.

"Sayang. Aku masih gak nyangka hal ini terjadi, untuk pertama kalinya Aku harus menerima wanita lain di hidup Aku. Kalaupun Aku dan Luna sampai resmi menjadi suami istri, Aku gak bisa menjalankan kewajibanku sebagaimana Aku bersikap sama Kamu. Aku gak cinta sama Luna, gak ada yang bisa gantiin Kamu. Maaf, kalau nanti Aku mungkin akan sering menyakiti hati Luna. Karena jujur, Aku sebenarnya gak mau ini terjadi. Intinya Aku sudah mau menjalankan wasiat Kamu untuk menikah dengan Luna, kedepannya Aku gak bisa menjamin apapun."

Di rumah, Pak Seno telah menetapkan tanggal pernikahan Luna yaitu minggu depan. Luna terkejut, mengapa Pak Seno begitu cepat memutuskan. Da saat mengantar pegawai KUA hingga ambang pintu, Yuke datang mengunjungi rumah.

"Itu siapa, Om?" Tanya Yuke ketika pegawai KUA baru saja pergi.

"Oh, itu pegawai KUA." Pak Seno menjawab.

Yuke mengerutkan keningnya, "ma-maksudnya? Pegawai KUA." Yuke tampak terkejut.

"Iya. Minggu depan Luna dan Khafi akan menikah," ujar Pak Seno.

"Apa? Ngga, kenapa Om tetap setuju sama pernikahan Mereka?" Tanya Yuke yang tak rela Khafi menikah dengan Luna.

"Om gak punya alasan untuk tidak menerima Luna," jawab Pak Seno apa adanya.

"Tapi Mereka itu gak saling cinta, dan Aku yakin Khafi juga sebenarnya terpaksa. Apa Om gak kasihan sama anak Om sendiri?" Tanya Yuke.

"Cinta itu bisa datang seiring berjalannya waktu!" Seru Pak Seno yang kini memilih berlalu meninggalkan Yuke.

Yuke menghentakkan kakinya, tangannya mengepal. Yuke terlihat begitu marah.

"Aku gak bisa biarin pernikahan itu terjadi! Aku harus bisa cari cara agar Luna gak bisa nikah sama Khafi!" Tegas Yuke.