NovelToon NovelToon
Perempuan Di Balik Topeng Kemewahan

Perempuan Di Balik Topeng Kemewahan

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Cerai / Percintaan Konglomerat / CEO Amnesia / Diam-Diam Cinta / Romansa
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Idayati Taba atahiu

Perempuan di Balik Topeng
menceritakan kisah Amara, seorang gadis desa sederhana yang jatuh cinta pada Radit, seorang pria kaya raya yang sudah memiliki dua istri. Radit, yang dikenal dengan sifatnya yang tegas dan dominan, terpesona oleh kecantikan dan kelembutan Amara. Namun, hubungan mereka menghadapi banyak rintangan, terutama dari Dewi dan Yuni, istri-istri Radit yang merasa terancam.

Dewi dan Yuni berusaha menghalangi hubungan Radit dan Amara dengan berbagai cara. Mereka mengancam Amara, menyebarkan fitnah, dan bahkan mencoba untuk memisahkan mereka dengan berbagai cara licik. Amara, yang polos dan lugu, tidak menyadari kelicikan Dewi dan Yuni, tetapi Radit, meskipun jatuh cinta pada Amara, terjebak dalam situasi sulit.ujian

Radit harus memilih antara kekayaan dan kekuasaannya, atau menuruti hatinya yang telah jatuh cinta pada Amara. Kisah ini menjelajahi tema cinta, kekuasaan,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Idayati Taba atahiu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26

Pukul 10.00 pagi, Amara sudah beres menata meja kerjanya di kantor perusahaan pakaian muslim terbesar di Indonesia. Ia bekerja sebagai asisten sekretaris, Pak Mulyono, seorang pria berwibawa dan ramah. Pemilik perusahaan ini adalah kakak Pak Mulyono, seorang wanita karismatik yang selalu memancarkan aura positif.

Pak Mulyono sedang asyik menelaah laporan keuangan saat ia tersenyum lebar. "Amara, sebentar lagi anakku akan datang. Kamu pasti senang bertemu dengannya."

Amara mengerutkan kening, ia penasaran dengan sosok anak Pak Mulyono yang selama ini jarang terdengar ceritanya.

Tak lama kemudian, suara mesin mobil mewah menggelegar di halaman kantor. Amara penasaran dan mendekat ke jendela. Seorang pria dengan penampilan yang sangat menarik keluar dari mobil. Rambutnya sedikit ikal dan wajahnya memancarkan aura ketampanan.

Pak Mulyono langsung berlari menyambut pria itu dan memeluknya erat. "Rizki, anakku!" seru Pak Mulyono dengan gembira.

Pria itu tersenyum hangat. "Bapak, aku kangen."

Pak Mulyono memperkenalkan Amara kepada anaknya. "Amara, ini Rizki, anakku. Rizki, ini Amara, asisten sekretarisku."

Rizki mengulurkan tangannya, senyumnya menyapa hangat. "Senang bertemu denganmu, Amara."

Amara menyambut uluran tangan Rizki, senyumnya mengembang. "Senang bertemu denganmu juga, Rizki."

Pak Mulyono mengajak Rizki masuk ke kantor. "Amara, tolong ambilkan minuman untuk Rizki," pinta Pak Mulyono.

"Iya, Pak," jawab Amara. "Mau minuman apa, Rizki?"

Rizki tersenyum. "Tolong berikan saja air dingin yang segar."

Amara mengangguk dan segera mengambil segelas air dingin. Ia menyodorkannya pada Rizki dengan hati-hati. Rizki menerima dengan ramah. "Terima kasih, Amara."

Amara hanya tersenyum, matanya tak sengaja bertemu dengan mata Rizki. Seolah ada percikan api yang menyala di antara mereka. Amara merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia merasa ada sesuatu yang istimewa pada Rizki.

******

Seminggu telah berlalu sejak Amara bergabung dengan perusahaan pakaian muslim milik keluarga Pak Mulyono. Ia sudah mulai akrab dengan lingkungan kantor dan pekerjaannya.

Suatu siang, saat jam makan siang tiba, Amara merasakan perutnya mulas. Ia langsung berlari ke toilet, tubuhnya terasa lemas dan mual.

"Astaga, kenapa perutku begini?" gumam Amara, tangannya mencengkeram wastafel.

Amara muntah, tubuhnya gemetar hebat. Ia merasa sangat lemas dan kepalanya berputar. Amara tak tahu apa yang sedang terjadi padanya.

"Ada apa, Amara?" tanya Pak Mulyono yang baru saja masuk ke toilet. Ia melihat Amara terduduk lemas di lantai. "Kamu kenapa?"

Amara menggeleng lemah, ia tak bisa berkata-kata. Perutnya masih terasa mual.

"Ayo, aku antar kamu ke klinik," kata Pak Mulyono, membantu Amara berdiri. "Mungkin kamu keracunan makanan."

Amara mengangguk lemah, ia merasa sangat lemas.

*****

Pak Mulyono hendak mengantar Amara ke klinik, tetapi tiba-tiba Rizki muncul di ambang pintu toilet. "Bapak mau ke mana?" tanya Rizki dengan nada khawatir.

Pak Mulyono menunjuk ke arah Amara yang masih terlihat pucat. "Amara muntah-muntah, aku mau antar dia ke klinik."

Rizki langsung mendekat ke Amara. "Biar aku saja, Pak, yang antar. Bapak istirahat saja."

Pak Mulyono tersenyum, lega melihat kepedulian Rizki. "Oke, Rizki. Silakan antar Amara ke klinik. Hati-hati ya."

Amara merasa tidak enak dengan kebaikan keluarga Pak Mulyono. Ia ingin menolak, tapi tubuhnya masih terasa lemas dan ia takut untuk menolak tawaran Rizki. "Terima kasih, Rizki," katanya lirih.

Rizki tersenyum hangat. "Sama-sama, Amara. Ayo, aku bantu kamu."

Rizki mengantar Amara ke klinik dengan mobilnya. Sepanjang perjalanan, Rizki berusaha menghibur Amara dengan bercerita tentang pengalamannya di Amerika. Amara merasa sedikit tenang mendengar cerita Rizki, meskipun perutnya masih terasa mual.

Saat sampai di klinik, Rizki membantu Amara turun dari mobil. "Kamu tunggu di sini ya, Amara. Aku akan menemani."

Amara mengangguk, merasa terharu dengan perhatian Rizki. "Terima kasih, Rizki."

Rizki tersenyum dan menenangkan Amara. "Tidak masalah, Amara. Semoga kamu cepat sembuh."

Amara hanya bisa tersenyum, hatinya merasa hangat. Di tengah rasa tidak enaknya, Amara merasakan sedikit rasa bahagia. Ia tak menyangka bahwa Rizki begitu perhatian padanya.

******

Amara duduk di kursi pemeriksaan, jantungnya berdebar kencang. Dokter yang menangani Amara menatapnya dengan serius, matanya tajam. "Apa kamu pusing?" tanyanya.

Amara mengangguk, "Iya, Dok. Sejak kapan saya mual?" tanya dokter itu lagi. "Baru saja, Pak," jawab Amara, suaranya gemetar.

Dokter itu pun menyuruh Amara untuk membuang air kecil dan menadah air seninya. Amara menurut, meskipun ia merasa sangat aneh dengan permintaan dokter.

Setelah memberikan air seninya, dokter itu melakukan tes pada wadah tersebut. Matanya terpaku pada hasil tes, lalu ia kembali menatap Amara dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Apakah kamu sudah menikah?" tanyanya.

Amara mengangguk, "Iya, Pak. Tapi...," suaranya sedikit gugup, "Saya sudah ditinggal suami karena... karena..." Amara terdiam, tak sanggup melanjutkan kata-katanya.

Dokter itu mengangguk mengerti, "Baiklah, Amara," katanya dengan nada lembut. "Ibu Amara sekarang sedang mengandung."

Amara terkesiap, tubuhnya terasa lemas. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Hah? Hamil? Aku hamil?" Amara tak percaya.

"Ya, Amara," jawab dokter, "Ibu hamil. Usianya masih muda, sekitar 4 minggu."

Amara terduduk terpaku, pikirannya kalut. "Aku hamil anak Mas Radit," gumamnya dalam hati. Mas Radit, mantan suaminya yang telah meninggalkannya beberapa waktu lalu.

"Mas Radit tidak menginginkanku lagi," batin Amara, air matanya mulai menetes. "Dan sekarang aku sedang mengandung anaknya."

Amara merasa putus asa. Ia tak tahu harus berbuat apa. Ia merasa sendirian, terpuruk dalam kesedihan.

"Ibu," kata dokter, "saya mohon tenang. Sekarang bukan waktunya untuk sedih. Ibu perlu beristirahat dan menjaga kesehatan."

Dokter itu memberikan beberapa saran dan obat untuk Amara. Ia juga meminta Amara untuk kembali dalam seminggu untuk pemeriksaan lanjutan.

Amara keluar dari klinik dengan kepala tertunduk. Ia tak tahu harus berbuat apa. Ia merasa hidupnya hancur berkeping-keping. Ia harus menghadapi kenyataan pahit ini, dan ia harus kuat.

******

Saat sampai di mobil, Rizki menatap Amara dengan wajah khawatir. "Kamu sakit apa, Amara?" tanyanya, suaranya lembut.

Amara hanya terdiam, hatinya dipenuhi beban berat. "Saya tidak apa-apa, Rizki," jawabnya lirih, meskipun kepalsuan dalam suaranya terdengar jelas.

Rizki mengangguk, meskipun ia merasa ada yang tidak beres. "Kamu sembuh terus ya," katanya, matanya penuh perhatian.

Rizki kemudian bertanya, "Kamu tinggal di mana? Biar aku antar."

Amara menyebutkan alamat kosnya. Sepanjang perjalanan, Amara terdiam, terhanyut dalam pikirannya.

"Apakah aku harus memberitahu Mas Radit?" gumamnya dalam hati. "Bagaimana jika orang tuaku tahu aku hamil anak Mas Radit? Mereka pasti akan kecewa."

Pikiran Amara bercampur aduk. Ia mengingat ayahnya yang sedang sakit dan adiknya, Mira, yang bersikap acuh tak acuh terhadap keluarganya.

"Aku harus bagaimana?" batin Amara, merasa semakin tertekan.

Rizki melihat Amara terdiam dan menghela napas panjang. "Amara, ada apa? Kamu terlihat sangat sedih. Ada masalah?" tanyanya dengan nada khawatir.

Amara menggeleng, berusaha menyembunyikan kekacauan dalam hatinya. "Tidak apa-apa, Rizki. Hanya sedikit pusing."

Rizki mengangguk, meskipun ia merasa ada yang disembunyikan Amara. Ia tak mau memaksa Amara untuk bercerita, ia hanya bisa memberikan dukungan.

"Jika kamu butuh bantuan, jangan sungkan untuk menghubungi aku," katanya. "Aku selalu siap membantu."

Amara terdiam, matanya berkaca-kaca. Ia merasakan kebaikan Rizki, tetapi hatinya masih dipenuhi kekhawatiran. Ia harus menemukan jalan keluar dari masalah ini, dan ia harus kuat.

1
nao chan
Semangat terus ya, ditunggu kelanjutan ceritanya!"
Idayati Taba atahiu: amin..trimkasih kak
total 1 replies
Alexander_666
Alur cerita ini mengejutkan dan memikat hatiku.
Idayati Taba atahiu: terimaksih kak...lanjutkan membaca yaa
total 1 replies
Jock◯△□
Intrik yang kuat!
Idayati Taba atahiu: trimkasih kak...lanjutkan membacanya yaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!